Tanganku menadah, menangkap sebuah bunga sakura yang gugur dan mendarat diatas telapak tanganku. Kelopaknya sangat kecil, tapi lembut dan indah. Angin kecil berhembus menerbangkan kelopak sakura itu ke arah lain. Kubiarkan sakura itu terbang lagi, dan membiarkan sakura lain menghujaniku.Ku eratkan rangkulan tas warna merahku dan kembali melangkahkan kakiku mengelilingi taman penuh dengan bunga sakura itu. Taman ini sangat ramai, banyak orang-orang berkumpul disini dengan keluarga dan kerabatnya menikmati bunga sakura yang sedang mekar.
Sedikit senyumku mengembang, merasa sedikit sesak didada mengingat aku hanya sendirian disini. Ku ambil kamera dari dalam tasku dan memfoto pemandangan indah ini. Beberapa orang yang sadar saat aku memotret mereka ikut berpose, tapi ada juga yang cuek. Entah cuek atau memang mereka tidak sadar kalau sedang kufoto.
Kubungkukkan sedikit tubuhku berterima kasih pada mereka yang sudah menghias foto di kameraku. Mereka membalasnya dengan senyuman mereka, beberapa mengacungkan jempolnya kepadaku.
Kujatuhkan tubuhku dengan kasar di kursi dan menyandarkan tubuhku seenaknya ke tubuh kembaranku. Sepertinya dia tidak terima, sehingga mendorongku keras setelah sempat merintih kesakitan karena keisenganku barusan.
"bodoh !" pekiknya
"kau yang bodoh. Apa enaknya melihat bunga sakura dari tv. Kerjakan pr mu sana !" balasku
"ah, untuk apa pergi jauh-jauh ke Jepang Cuma untuk bunga sakura. Toh, aku hanya sekadar menyukainya." Dia menyandarkan kepalanya dengan diatas telapak tangannya
"tapi setidaknya kan kamu bisa menikmati keindahan yang nyata. Lagipula kalau kamu ke jepang, yakin hanya akan melihat bunga sakura ? pasti kamu juga akan jatuh cinta sama hal lainnya yang menurutmu menarik ! jadi nggak sia-sia deh kamu pergi ke Jepang." Ucapku
Dia mencondongkan tubuhnya mencomot sebuah berondong jagung di mangkuk yang tadi kubawa "hah terserah kau saja professor !" ucapnya pasrah
Aku terkekeh mendengarnya, untuk yang kesekian kalinya dia kalah dengan argumentasiku. Dapat kudengar jelas suaranya yang berusaha menirukan nasihatku barusan.
Jujur saja, walau wajah kami sama namun dia lebih malas dan bodoh. dia selalu menyukai bunga sakura, entah apa yang membuatnya tertarik pada bunga kecil begitu, padahal ada bunga lain yang kelopaknya lebih besar dan indah. Lagipula, bunga itu juga hanya ada di jepang, tidak ada disini.
Kakiku menuntunku menuju sebuah halte bus. Kududukkan diriku di kursi halte dan melihat jalanan yang bisa dibilang sepi, karena festival bunga sakura tadi. Syukurlah, jadi tidak perlu repot menikmati macet di jalan.
Sebuah bus datang dan berhenti tepat di depanku, aku berdiri dan meniti tangga bus satu persatu kemudian mencari tempat duduk didalamnya
Kusandarkan tubuhku di kursi bis dekat jendela dan kunikmati pemandangan diluar. Penuh dengan bunga sakura yang mekar. Kupasang headset di telingaku dan mulai menikmati suara Yui. Suara Yui memang indah.
Kurasakan tubuhku sedikit berguncang karena bus itu berhenti. Ku lihat keluar, ternyata sudah sampai di halte yang dekat dengan tempat tujuanku berikutnya. Ku eratkan rangkulan tas merahku lalu turun dari bus.
Langkah kakiku terhenti melihat seorang berambut coklat sedang duduk di kursi taman dengan tangkai infus di sebelahnya. ku hela nafasku, merasa lega orang yang kucari ternyata sedang ada di taman.
"sedang apa ?"
Dia menoleh kearahku dan menengadahkan tangannya, terlihat sebuah kelopak bunga sakura disana. "ini"
"wahhh, bunga sakura ! dapat dimana ?" tanyaku
"di taman, jauh dari sini. Hehehe."
"dasar anak nakal !" kuacak-acak rambutnya seperti seperti bulu kucing
Kudengar dia menghela nafas, lalu menyndarkan kepalanya di bahuku. Wajahnya terlihat agak pucat.
"kau lelah ?" tanyaku, dia menjawabnya dengan anggukan.
"ayo, kita kembali ke ruanganmu." Ku rangkul dia dan kubantu dia berjalan.
Rangkulanku mulai terasa berat, ayolah jangan sekarang ! ku dudukkan ia di kursi yang ada di sekitar lorong rumah sakit itu. Kupanggil namanya berkali-kali, tapi ia tetap tertunduk. Kuangkat sedikit wajahnya sehingga terlihat matanya yang terpejam dan wajah pucatnya. Kulirik lorong rumah sakit itu dan mengira-ngira sejauh mana ruangannya dari sini. Kurangkul lagi dia sampai di ruangannya.
"berapa lama dia diluar ?" tanya dokter yang baru saja memeriksa kembaranku. Setelah sampai di ruangan tadi, aku langsung memanggil dokter yang biasa merawatnya
"aku tidak tau. Aku baru saja datang kesini lalu bertemu dengannya di taman." Jawabku
Dokter itu mengangguk "hmm, kalau begitu jangan ganggu dia. Biar dia istirahat, sepertinya dia kelelahan."
Kutatap sendu sebuah batu nisan bertulisakan "Dennis Adi Saputra" kemudian kuletakkan sebuah buket bunga lili di depan makamnya.
Kubuka pintu perawatannya pelan-pelan, kemudian masuk ke dalam. Dennis terlelap di kasurnya, terlihat sangat lelah dan kesakitan setelah menjalani kemoterapi barusan. Rasanya sedih melihat dia selalu begini setelah kemoterapi.
Kududukkan diriku di kursi dekat kasurnya dan kubelai lembut rambut coklatnya. Beberapa helai rambutnya terlihat rontok di bantal, ada juga yang menempel di telapak tangannku.
"berhentilah memperlakukanku seperti anak kecil." Ucapnya
"ehh?" kuhentikan tanganku dan menatapnya lebih dekat memastikan dia Cuma mengigau
"hehe, kau terkejut ?" tanyanya, dia membuka matanya dan berkedip nakal ke arahku.
"jadi daritadi kau tidak tidur ?"
Dia menangguk kemudian meraih tanganku dan meempelkannya pada pipinya "rambutku rontok lagi. Dasar tua !" dumelnya
"sudah tau kau tua, tapi masih betah disini ! makanya cepat sembuh dan jadilah anak muda lagi !" kupukul pelan bahunya, dia Cuma terkekeh pelan.
"aku nggak mau pulang. Disini aja supaya bisa liat bunga sakura setiap hari." Lanjutnya
"tidak akan ! bunga sakura itu kan nggak mekar waktu musim dingin."
"ck, tau deh mister sok tau !" dia melirikku kesal dan membalikkan tubuhnya hingga membelakiangiku.
"yah ! jangan marah gitu dong ! nanti tambah tua!" ledekku sambil memeluknya erat. Kuharap sedikit pelukan ini mengurangi rasa sakitmu.
Mataku membulat sempurna melihat kelopak bunga sakura berjatuhan tepat di depanku. Mendadak berdebar kencang, dan bulu kudukku mulai terasa bangkit. Hei ! disini tidak ada pohon bunga sakura disini !
Pelan-pelan kuangkat wajahku keatas, berharap bunga sakura itu berjatuhan karena ada orang yang menebarnya. BINGO ! ternyata bukan arwahnya dennis, tapi orang lain yang berkacamata dengan kemeja putih dan jas hitamnya.
"tidak lucu dok ! jangan membuat orang merinding begitu !" omelku
"hehe, maaf. Lagipula ini kan makam adikmu sendiri, kenapa harus takut ?" ledeknya
"terserah kau saja."
Dokter Dimas, kerabat ayahku yang merawat Dennis selama di Jepang. Well, begitu di vonis kanker oleh dokter, papa langsung membawa Dennis ke Jepang, syukurlah ada kerabatnya di sana, jadi urusannya sedikit lebih mudah. Walaupun akhirnya Dennis tidak bisa bertahan lebih lama lagi.