LIMA
Selesai rapat kepanitiaan acara pelepasan untuk kelas tiga selesai, aku tidak langsung pulang. Aku juga menahan Egi untuk tetap dalam kelas menemaniku. Egi tidak menolak.
Aku menceritakan kejadian di kafe tempo hari. Aku bilang pada Egi, bahwa hubunganku dengan Nino sudah berakhir. Tak ada air mata yang menetes, hanya sedikit sesak di dada saja yang aku rasakan. Egi mendengarkan semua kisahku dengan tatapan lembut. Egi tidak seperti biasanya. Mungkin dia tahu, tidak tepat waktu untuk mengejekku. Dia malah meraih tanganku dan berusaha menguatkanku.
"Aku baik-baik aja, Egi."
Egi tersenyum dan mengajakku pulang.
@@@
Hari ini adalah hari kelulusan siswa-siswi kelas tiga. Kak Doni dan Mbak Adel termasuk di dalamnya. Juga Nino. Walau dia tidak disini. Aku berharap ini mimpi, aku tidak mau sendirian disini. Aku masih membutuhkan kalian. Tapi, itu tidak mungkin terjadi. Semuanya sudah berjalan, tidak bisa diputar lagi.
"Kamu baik-baik aja Jepang?" Kak Doni menghampiriku dengan tatapan khawatir.
"Aku... Akan baik-baik aja, Kak."
"Selasa depan, aku harus pergi ke Jogja. Masih banyak yang harus diurus."
Selasa? Berarti hanya tiga hari lagi Kak Doni disini.
"Nino juga jadi kan ke Bandung?"
"Eemm.. Mungkin." Aku terpaksa tersenyum.
"Iya, katanya malah besok dia ke Bandung."
Besok? Emm. Nino benar-benar sudah tidak menganggapku. Dia bahkan tidak bilang kalau besok mau ke Bandung. Aku hanya menghela nafas.
Setelah itu, Kak Doni pamit untuk bergabung bersama teman-teman yang lain.
Aku kembali sendirian. Tapi, kemudian Sasa datang dan menarikku ke ujung lorong.
"Ada apa, Sa?"
"Aku...."
Aku melihat ada butiran kecil di sudut matanya.
"Sasa, kamu kenapa?"
Tangis Sasa meledak, dia memelukku erat. Aku membalas pelukannya walau aku benar-benar bingung dengan semua ini.
"Senin, aku udah nggak sekolah disini lagi."
"Apa?" Aku melepas pelukannya. Tatapanku heran sambil berusaha mencari kejujuran di mata Sasa.
"Aku pindah, Jeng. Aku pindah ke sekolah yang murah saja."
"Bukannya disini juga gratis SPP, Sa?"
Kemudian, dia memaparkan yang sebenarnya terjadi. Sasa bilang, dia mau sekolah di dekat rumah saja. Supaya bisa berhemat ongkos dan bisa memantau adik-adiknya dengan baik.
"Kalo jam istirahat, aku bisa pulang menengok Dimas dan Zahra, Jeng."
"Tapi, Sa.." Suaraku tercekat di tenggorokan. Pilu.
"Aku yakin, kamu bakal baik-baik aja. Masih ada Egi dan yang lainnya."
Tangisku makin keras. Aku tidak bisa membayangkan harus kehilangan tiga orang sekaligus dalam waktu tiga hari.
"Kamu tega, Sa!"
Aku berlari menjauhi Sasa, Sekilas aku menengok, Sasa terduduk menangis. Akupun tidak bisa menghentikan air mataku. Aku sembunyi di dalam kelas. Menangis sejadi-jadinya.
@@@
"Jeng! Ajeng?!"
Ada yang mengguncang-guncangkan tubuhku.
"Egi?"
Tetnyata Egi, dia membangunkanku dari tidur. Rupanya aku tertidur setelah capek menangis.
"Udah sore, Jeng. Ayo pulang!"
Aku lihat ke jendela. Iya benar, hari sudah sore. Aku mengangguk, menyetujui ajakan Egi untuk pulang.
"Tadi, Sasa titip pesan sama aku."
"Apa?"
"Ini."
Egi mengulurkan satu lembar kertas padaku..Aku tidak langsung membacanya. Aku lebih memilih diam dalam perjalanan. Egi juga terlihat tidak ingin menggangguku. Sebutir air menetes ke pipiku. Aku berusaha mengusapnya. Tapi, tangan Egi ternyata lebih cekatan dibanding tanganku. Dia yang mengusapnya. Aku kembali diam.
Egi ikut turun bersamaku kali ini. Dia tidak berusaha bertanya, dia juga diam. Hanya memandangiku saja. Aku bergegas masuk ke rumah. Egi tampak berdiri sebentar di depan rumah, lalu dia beranjak pergi.
Tadi, aku mendapat pesan pendek dari Kak Doni. Dia bilang, malam ini mau ke rumahku. Setelah aku minta ijin pada ayah-ibuku dan mereka memperbolehkan, akupun memperbolehkan Kak Doni untuk datang.
Kak Doni datang hanya untuk.mengucapkan selamat jalan dan juga.menyampaikan salam dari Nino untukku. Dia bilang, aku harus baik-baik saja, tetap berprestasi dan semangat. Aku hanya mengangguk lesu. Lalu, Kak Doni pamit pulang.
Aku langsung masuk kamar seusai Kak Doni pulang. Aku kembali menangis.. Kulihat, ada kertas dia atas meja belajarku. Ahh! Sasa. Aku langsung meraih dan membacanya.
"Dear sahabatku, Ajeng.
Maafin aku, ya Ajeng. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk lulus bersamamu. Aku tidak berdaya akan takdir ini. Aku hanya ingin terus sekolah, Jeng. Walau sekolahku nanti sangat minim fasilitas, tidak mengapa. Asal aku bisa sekolah dan adik-adikku tetap hidup nyaman.
Ajeng, bukannya aku tega. Aku hanya ingin menyambung cita-cita. Kita berpisah, namun hanya sebentar saja. Kamu masih bisa mengunjungku di rumah kalau kamu ada waktu luang. Pintu sederhanaku ini akan selalu terbuka untukmu."
with love..
your friend, Sasa
***
Aku menutup wajahku, aku tidak sanggup menahan cekat di kerongkonganku. Aku tidak sanggup menahan sesak di dadaku. Aku menagis pilu, sakit dan sendiri.
"Sasa, Nino, dan Kak Doni, I'll be missing you all...."
(Ditulis : April, 16 2013 - finished : 09-55 pm)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima (Me, Between Spring and Summer)
Teen FictionBagian "LIMA" dari draft novel pertamaku.. #Graduate and Sasa