"Ketika aku bertemu denganmu di saat hujan turun. Saat itulah, aku jatuh cinta."
Suasana koridor sekolah sudah tampak sepi. Hanya menyisakan beberapa dari siswa yang masih berada di sekitaran sekolah. Bel pulang memang sudah berdering setengah jam yang lalu, para siswa langsung berhambur keluar dan pulang menuju rumah mereka masing - masing.
Berbeda dengan Naylina. Gadis dengan rambut sebahu yang digerai bebas itu masih duduk di bangku kelasnya sambil menopang dagu. Sesekali dia merengut kesal dan mendengus. Dia kembali melirik jam di pergelangan tangannya. Lalu, menghela nafas dengan berat.
Tak berapa lama, dia merasakan ponsel di saku roknya bergetar tanda ada sebuah pesan yang masuk. Dengan cepat Naylina merogohnya. Dengan senyum penuh harap yang memenuhi wajah ayu nan manis gadis itu. Namun, semuanya tak berselang lama hanya sepersekian detik dan digantikan dengan wajah masam dan merengut setelah membaca pesan di ponselnya tersebut.
Dengan kasar Naylina bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas. Menyusuri koridor sekolah seorang diri. Angin berhembus menerpa tubuhnya. Hari sudah semakin sore dan langit di atas rupanya tampak mendung. Dia merapatkan tubuhnya pada jaket yang ia kenakan, entah kenapa hawa dingin menggelitik di kulitnya.
Suara gemeriuh pepohonan yang bergoyang - goyang karena diterpa angin di sekitarnya menemani jalannya sore ini. Gadis itu mendongak dan menengadah menatap langit yang berwarna abu kehitam - hitaman. Sepertinya akan turun hujan sebentar lagi, Naylina segera mempercepat jalannya.
Tetapi nasib baik sepertinya enggan berada dipihaknya saat ini, gemericik air mulai turun. Yang awalnya hanya satu titik dua titik air semakin lama semakin tak terkira berapa jumlah air yang turun. Naylina nampak panik dan memilih untuk berlarian kecil mendekati sebuah emperan toko yang sudah tutup. Kedua tangannya dia gosok - gosokkan agar mendapat sedikit kehangatan di dalamnya. Matanya masih menatap air hujan yang turun dengan deras di hadapannya.
"Sial. Dasar kak Ello nyebelin! Katanya mau jemput tapi malah gak jadi!" gadis itu mengumpat dan bersungut marah meluapkan emosinya sambil menghentak - hentakkan kaki. Tanpa dia sadari suaranya itu terdengar oleh seseorang yang berdiri tak jauh darinya. Seseorang yang sejak kedatangannya di emperan toko ini telah mengamatinya diam - diam.
"Mana pake hujan segala lagi! Sial banget gu-hachiiin!" ucapannya terpotong karena tiba - tiba saja dia merasa hidungnya gatal dan bersin. Ah pasti bentar lagi aku demam, rutuknya dalam hati.
Seseorang itu masih terus mengamati setiap gerak - gerik gadis itu. Sesekali laki - laki itu mengulum senyum kecil ketika mendengarnya mendumal.
Namun, begitu mendengar suara bersinnya lantas membuatnya tak bisa menghentikan tawanya. Entahlah. Rasanya begitu menyenangkan mengamati gadis manis itu. Yang awalnya bersungut marah kini berganti dengan bersin - bersin yang tak kunjung berhenti.
"Nih," laki - laki itu menyodorkan sebuah saputangan polos berwarna biru kepada Naylina. Entah apa yang membawa langkahnya untuk mendekati gadis itu dan memberikan sapu tangan kepadanya. Hanya saja dia merasa sedikit khawatir dan tidak tega melihat gadis itu terus - terusan bersin seperti itu.
Naylina tersentak dan kemudian tampak bingung ketika mendapati seseorang memberikan sapu tangan kepadanya, terlihat jelas pada kerutan - kerutan pada dahinya.
"Ayo, ambil aja nggak apa - apa. Ini bersih kok," ujar laki - laki itu meyakinkan. Seulas senyum terlihat di wajahnya. Akhirnya Naylina menerimanya dengan ragu.
"Thanks," balasnya singkat sambil melirik laki -laki yang memberinya sapu tangan tersebut. Dari sudut matanya dia dapat melihat laki - laki itu mengulum senyum di wajahnya. Yatuhan. Senyumnya mampu membuat jantung Naylina berdebar. Dengan cepat ia memalingkan mukanya ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From The Rain
Teen FictionKetika aku bertemu denganmu di saat hujan turun. Saat itulah, aku jatuh cinta. [Short Story] © Copyright 2015 by Aulia Mirta