Piazza San Giovanni - Gisella Dirgaputra.

3.6K 34 2
                                    

Piazza San Giovanni – Gisella Dirgaputra.

Cerah. Dingin. Dan indah. Itulah tiga kata yang kini berada di pikiranku. Pikiranku tentang sekelilingku, lapangan kecil yang terdapat banyak merpati putih jinak yang setiap hari singgah di tempat ini. Aku berdiri di lapangan bernama Piazza San Giovanni, Florence, Italia. Oh kalau disini kota kecil ini bernama Firenze.

            Aku bukan orang Italia. Dan awalnya aku pun tidak mencintai kota kecil ini. Aku hanya gadis Asia biasa, sedikit memiliki darah Cina yang berasal dari nenek ibuku. Seutuhnya aku orang Indonesia, karena selain nenek ibuku, seluruh anggota keluargaku berasal dari Indonesia.

            Firenze adalah kota kecil Italia. Bukan kota sibuk seperti kota sibuk dunia, New York, London, Tokyo, dan tak terkecuali Jakarta. Bukan pula kota besar lain Italia seperti Roma, Venizia – Venice, dan yang lainnya.

            Langit hari ini cerah. Setiap pagi sekitar jam delapan hingga jam sepuluh, aku selalu menghabiskan waktu di lapangan kecil ini. Lapangan yang terdapat tepat di depan landmark kota Firenze, The Duomo, nama terkenal dari gereja Cathedral di Santa Maria del Fiore. Gereja indah yang memiliki kubah raksasa yang terdapat Brunelleschi, berupa lukisan di langit-langit kubah. Dan suka membeli gelato[1] di gelateria[2] seharga beberapa euro per cup yang banyak ditemui di kiri kanan blok ini.

            Memang masih ada lapangan luas yang tak jauh dari lapangan ini, Piazza della Signoria. Lapangan luas yang terkenal dan selalu di kunjungi juga di penuhi oleh turis. Disana terdapat Palazzo Vecchio, Galleria degli Uffizi dan Museo di Storia della Scienza. Oh disana juga kita bisa melihat replika patung David pahatan Michaelangelo. Tapi aku tak tertarik dengan lapangan itu. Disana terlalu ramai, dan jarang mendapati burung merpati singgah untuk menunggu makanan. Aku memiliki kebiasaan memberikan jagung kering yang kulempari setiap pagi ke merpati-merpati itu.

            Disini cukup dingin, tentu saja dingin. Walaupun sekarang musim panas.

            Jadi, tak heran kan kalau tiga kata itu yang kini terpikir dalam otakku?

            Aku tidak tahu kenapa aku bisa tinggal disini. Tapi ada sebuah kisah yang membuatku senang tinggal di kota kecil Italy ini. Dengan pria Italia yang kini sudah tinggal jauh walau ia lahir dan besar di tempat ini.

            Dia sudah lama pergi. Aku sudah lupa kapan tepatnya ia pergi, tapi aku sangat ingat saat ia memelukku untuk terakhir kalinya. Aku masih ingat bagaimana rasanya, hangat. Kami berpisah saat kami lulus sekolah dasar. Masih kecil memang. Bahkan aku saja lupa bagaimana rupanya saat itu. Kami tidak sempat berfoto bersama, dan aku menghilangkan foto lulusan sekolah yang satu-satunya merupakan foto yang kupunya denganya. Aku besar disini, jadi aku sudah sangat mengenal kota ini.

            Tidak ada petunjuk yang bisa mempertemukan kami kembali. Satu-satunya yang kuingat darinya hanyalah namanya. Bahkan aku tidak tahu ia pindah kemana. Entahlah, mungkin saja ia pernah menyebutnya tapi aku lupa.

            Aku tersenyum sambil memberikan jagung kering di tanganku kepada merpati-merpati jinak. Oh walau aku lupa bagaimana rupanya, tapi aku masih ingat beberapa kisahku dengannya. Tanpa sadar aku tersenyum, mengingat kisah kecil kami.

***

“Aku pergii..” ucapku kepada kedua orang tuaku.

            “Giselle! Giselle mau kemana kau?”

            Aku memutuskan untuk tidak menjawab dan terus berlari menjauh dari rumahku. Aku tahu, itu suara ibuku.

            Aku terus berlari menuju sungai Fiume Arno. Rumahku memang tidak jauh dari sungai itu. Aku sudah memiliki rencana bersama teman-temanku yang lainnya untuk bertemu di sekitar sungai ini dan lalu kami akan menuju ke Piazza san Giovanni untuk memberikan makanan kepada merpati-merpati jinak.

Short Story of Us [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang