Piazza della Signoria - Nicollo Luca.

1.1K 35 13
                                    

Piazza della Signoria – Nicollo Luca.

Aku sedang berdiri di depan patung replika David di depan Galleria Uffizi. Aaah, sudah lama sekali aku tidak menghirup udara di kota kelahiranku, Firenze. Rasanya aneh sekali berada disini. Di depan patung replika David dan baru menyadari bahwa betapa luasnya lapangan Piazza della Signoria ini.

            Aku baru sampai semalam di Stazione Santa Maria Novella, stasiun kereta utama di kota Firenze. Aku berangkat dari London menggunakan kereta super cepat dari sana. Tidak perlu menggunakan pesawat untuk keluar negri bila tujuan masih di kota eropa, karena tidak melewati laut apapun.

            Dulu, aku lahir disini dan dibesarkan disini. Aku adalah orang pendiam yang tidak memiliki teman. Tapi percayalah, aku tidak memiliki teman karena dulu aku tidak mengerti bagaimana aku harus memulai pertemanan.

            Sebenarnya saat itu aku tidak langsung pindah ke London, UK. Tetapi ketika aku lulus sekolah dasar, aku pindah ke Roma, dari Stazione Termini mungkin hanya dua jam saja sampai ke Stazione Santa Maria Novella. Tapi, setahun kemudian ayahku pun mendapat dinas pekerjaan disana, dan kami pun sekeluarga pindah ke London.

            Aku kembali ke Firenze karena memutuskan ingin mengunjungi bibi dan pamanku dan ingin menghabiskan liburan masa sekolahku disini. Dan untuk mengenang seseorang yang dulu kucintai saat aku tinggal di kota kecil ini.

            Aku masih ingat bagaimana dia dulu. Manis dan periang. Dia bukan orang asli Italia. Dari wajahnya saja aku sudah tahu dia bukan orang sini, tapi entah mengapa ia bisa besar di kota ini. Awalnya aku tidak tahu ia orang mana. Sampai akhirnya aku tahu kalau ia adalah orang Asia.

            Ia putih. Rambutnya bergelombang berwarna hitam. Walaupun kulitnya putih, ia tidak pucat dan tidak memiliki bintik merah seperti kebanyakan orang. Matanya gelap, seperti warna rambutnya. Dia berbeda, dan istimewa.

            Tapi dulu aku tidak bertanya padanya bahwa ia berasal darimana. Sehingga sampai sekarang aku tidak tahu ia ber kewarganegaraan apa. Yang kutahu, ia hanyalah gadis Asia yang manis.

            Oh aku ingat saat itu. Saat kami menjilat gelato dan memutuskan untuk melihat patung ini dari dekat. Saat itu aku menceritakan sebenarnya apa yang ada dihatiku. Sampai akhirnya aku mencium pipinya disini.

            Aku tertawa tanpa sadar. Saat itu aku berani sekali. Tapi setelah kejadian itu, aku malu luar biasa. Yeah, sebenarnya aku adalah pemalu, bukan pendiam. Karena malu lah mungkin aku jadi pendiam.

            Tapi, walaupun aku ingat bagaimana wajahnya dulu dari foto kelulusan kami – foto yang selalu kusimpan baik-baik – tapi aku tidak tahu bagaimana wajahnya sekarang. Apakah tambah cantik? Apakah sudah jauh berbeda? Apakah ia tetap semanis dulu? Entahlah. Aku saja tidak yakin apakah ia masih tinggal di kota kecil ini. Dan bodohnya aku lupa dimana tepatnya kediaman keluarganya.

            Aku tersenyum geli, mengingat untuk pertama kalinya ia menghampiriku di pinggir sungai Fiume Arno. Saat itu aku tidak tahu kenapa tiba-tiba ia menyapaku. Tapi kata-katanya membuatku beku. Ia mengatakan kalau aku berubah cerewet padahal aku terkenal sangat pendiam.

            Aku pun tidak bisa berhenti tersenyum mengingat masa kecil kami.

***

Setiap pagi, aku suka menyendiri melihat sungai Fiume Arno yang tenang. Terlalu tenang, seperti tidak ada gelombang sedikitpun. Aku merasa seperti sungai itu. Aku terlalu tenang.

            Tetapi, bukan hanya aku saja yang suka menikmati sungai ini. Begitu juga dengan ratusan orang dan tak terkecuali teman-teman perempuanku. Aku tak pernah menganggap mereka teman. Aku hanya menyebut mereka teman karena aku tidak memiliki sebuah kata yang tepat untuk mereka.

Short Story of Us [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang