Kau mencintaiku seperti selendang sutra
Yang menyentuhku tanpa menyentuhku
Seperti lentera di langit jingga
Mentari yang datang disaat ku pergi yang bukan karenaku
.............
Semua yang berakhir
Bahkan tanpa ada yang memulai
Sementara kau datang tanpa kehadiranmu
Dan aku pergi senantiasa meneriakkan namamu
.............
Sepasang mata yang tak berhenti mencari
Dan sepasang mata yang tak berhenti terpaku
Diantara jasad yang hidup kembali
Dan diantara nyawa yang telah terbujur kaku
.............
Dunia ini, dunia yang memisahkan kita yang semurni satu
Sekejam langit yang memisahkan kedua biru
Selemah air dalam pangkuan tanah
Serta semanis madu dalam tumpahan darah
.............
Bila jinggaku lenyap terenggut hitam
Sudikah engkau bersinar seterang emas?
Dikala abu-abuku tak lagi membendung murni
Hingga aku 'kan tetap penuh warna dalam kabungku
.............
Mampukah aku bertanya?
Walau jawabnya 'kan tetap sama...
Bila kelak aku hanyalah selembar angin
Usirlah aku... usirlah aku matahariku
Hingga selamanya 'kan memeluk kita
Ketika sang benih kecil telah kokoh
Tumbuh menjulang bersama awan putih
Izinkanlah... izinkanlah malaikatku
Memelukmu... hingga selamanya takkan lelah memeluk... kita...
.............
(Kamis, 13 Agustus 2015)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just an Ordinary Poetry...
PoetryKata-kataku hanyalah seuntai kalimat tak bersyarat, kutuai apa yang menjadikanku hidup walau 'kan ku temui matiku kelak saat ku temui engkau di ujung mata yang bertemu untuk sebuah kata yang bernama ... "keabadian".