Di tengah-tengah kesibukan tiba-tiba kebelet pengen bikin cerita ini setelah terinspirasi dari obrolan gak jelas di kantor. Pengennya lagi sih bikin berseri, tapi gak berani, karena kalo berseri butuh waktu lama dan butuh banyak nguras otak. Akhirnya jadilah cerpen ini.
Warning : Ini hanya cerita gaje alias Gak Jelas, hasil fantasi-fantasian. Jadi kalo ada keanehan dalam cerita ini yang bikin gedeg2 kepala harap dimaklumi, kesalahan bukan ada pada otak Anda, tapi ada pada otak saya hehehe...
Cekidot -->
----------------------------------------
Zaman dahulu kala tinggallah sepasang kekasih yang saling mencintai, mereka adalah Malin Kandang dan Roro Jangrang. Mereka hidup dengan bahagia. Hingga pada suatu ketika datanglah seorang pengganggu yang merasa iri dengan kebahagiaan mereka. Dia mencoba memisahkan sepasang kekasih ini dengan meminta pertolongan penyihir jahat yang sangat sakti. Malin yang mengetahui rencana tersebut segera mengajak Roro untuk melarikan diri. Mereka melarikan diri sampai ke hutan terlarang, dan itu pun masih terus dikejar oleh penyihir jahat. Hingga akhirnya mereka tertangkap. Malin Kandang disihir oleh sang penyihir dengan dikutuk menjadi batu untuk selama-lamanya, dia hanya bisa bebas apabila dia terkena air mata perawan yang sedang patah hati. Sedangkan Roro jangrang, dia dikutuk untuk menjadi budak sang penyihir selamanya.
***
500 tahun kemudian, tahun 2013..
Hari ini aku dan temen-teman sekelas merencanakan camping ke sukabumi.
"Ra, kompor sudah keangkut kan?" tanya Dewi padaku.
"Udah, ada di belakang." jawabku. Dewi adalah teman sekelasku. Sedangkan aku sendiri adalah Kinara Pancawati, biasa dipanggil Rara. Saat ini aku adalah mahasiswi semester 6. Pacar? Tentu saja aku punya pacar, dia orang yang sangat tampan dan baik sedunia, menurutku. Dia adalah Doni, teman sekelasku juga. Aku dan Doni mengendarai mobilku, sedangkan teman-temanku yang lain mengendarai bus. Aku memilih membawa mobilku sendiri daripada naik bus bersama teman-temanku, karena aku paling tidak bisa yang namanya naik bus dengan jarak jauh, huek, membayangkannya saja aku sudah ingin muntah.
Kami sampai di tujuan pukul 4 sore. Kami langsung membangun tenda kami dan menyiapkan segalanya, termasuk api unggun.
Malam harinya setelah kami selesai bersih-bersih diri, menyiapkan makanan, kami memulai acara api unggun. Kami bernyanyi bersama dan membuat permainan. Sangat menyenangkan, hingga kami tertidur di tenda kami masing-masing karena kelelahan.
Pagi hari tiba. Aku terbangun dan hendak buang air kecil di sungai dekat dengan perkemahan. Setelah aku selesai buang air kecil dan hendak kembali ke tenda, aku merasa seperti ada yang bergerak-gerak di antara semak-semak. Aku dekati semak itu untuk menghilangkan rasa penasaranku. Namun apa yang ku lihat? Doni? Doni dan Dewi? Mereka berciuman? Aku tidak salah lihat kan? Saat mereka menyadari kehadiranku, mereka menghentikan ciuman mereka dan menatap kaget kearahku.
"Rara?? Ma.. Maaf.. aku.." ucap Doni gugup.
Aku hanya bisa berjalan mundur perlahan, menggelengkan kepalaku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Hingga akhirnya aku berlari meninggalkan mereka tanpa menghiraukan panggilan Doni.
Aku terus berlari diantara pohon-pohon tinggi disekitarku. Hingga tanpa sadar aku sudah berada di tempat yang jauh dari perkemahan. Aku berhenti berlari dan terduduk di sebuah batu, yang menurutku agak aneh bentuknya. Aku masih menangis mengeluarkan kekesalanku, masih tak menyangka, Doni yang aku kira baik, ternyata berselingkuh di belakangku. Setelah aku puas menangis, aku berdiri dan hendak kembali ke tenda.
"Terima kasih" tiba-tiba ada suara yang mengagetkanku. Aku bingung mencari asal suara itu. Hingga seorang laki-laki aneh muncul dihadapanku.
"Huwaaaa..." teriakku kaget dan terjatuh. Laki-laki itu mengulurkan tangannya membantuku berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Malin Kandang
Short StoryMalin yang ini bukan Malin Kundang yang ada di cerita-cerita rakyat, yang durhaka terhadap orang tua terus dikutuk menjadi batu. Malin yang ini juga dikutuk jadi batu, tapi gimana jadinya kalo tiba-tiba dia terbebas dari kutukannya di zaman modern s...