Pagi ini sekolah dikejutkan dengan perkelahian antara dua orang murid di gerbang utama. Siswa-siswi yang hendak memasuki sekolah tampak ragu karena melihat adegan itu. Untung saja sekolah masih lenggang dan perkelahian itu tidak berlangsung lama. Babeh, satpam sekolah berhasil melerai dua orang itu dengan bantuan beberapa siswa dan membawa mereka ke ruangan Pak Rubi.
"Saya permisi, Pak." Babeh keluar dan menyisakan dua orang yang tadi berkelahi serta Pak Rubi di ruangan itu.
Pak Rubi menatap wajah yang penuh dengan memar dan juga bercak darah itu secara bergantian.
"Anggi, tolong jelaskan!" perintahnya.
"Dia yang mulai, Pak. Dia mengejek saya dan bilang yang enggak-enggak tentang orangtua saya." sahut Anggi sambil memalingkan wajahnya.
"Apa benar?" kali ini pertanyaannya tertuju pada cowok berambut gimbal dengan keadaan wajah yang terlihat lebih parah dari wajah Anggi.
Cowok itu terlihat ketakutan."Em ... I-iya, Pak. Tapi saya gak bermaksud kaya gitu kok, Pak. Beneran deh," jawab cowok itu takut-takut. Pak Rubi hanya menghela napas.
"Baiklah, mungkin kalian hanya salah paham saja. Kali ini saya maklumi. Jangan di ulangi lagi," tegas Pak Rubi. "Kalian boleh keluar sekarang." lanjutnya.
Cowok itu berpamitan dan segera keluar dari ruangan.
Sedangkan Anggi masih duduk diam di kursinya. Sedetik kemudian ia bangkit dan berjalan santai menuju pintu.
~~~O~~~
Baru saja Anggi akan masuk ke kelas, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangannya dari belakang hingga ia berjalan berbalik arah.
"Eh, ini apa-apaan sih?!" pekiknya sambil berusaha melepaskan cengkeraman seseorang itu dipergelangan tangannya.
Cowok itu sama sekali tidak menyahut ataupun menoleh. Ia terus berjalan santai dan menarik tangan Anggi. Anggi terlihat kesusahan untuk mengimbangi langkah cowok itu mengingat ia ditarik dengan paksa secara tiba-tiba pula.
"Vino, lepasin tangan gue!" pekiknya lagi.
Mereka berhenti di depan pintu UKS. Cowok yang dipanggil Vino itu membuka pintu dan memasuki UKS sambil menarik Anggi.
"Vin ngapain sih ke sini. Udah ah, gue mau balik ke kelas."
"Duduk," perintahnya sambil memegang bahu Anggi dan mendudukannya. Perkataannya diabaikan-lagi membuat Anggi berdecak kesal.
Vino mengambil kotak P3K dan membawanya ke tempat dimana Anggi duduk. Ia menarik kursi dan duduk di hadapan Anggi sambil mulai mengobati memar-memar yang ada di wajah gadis itu membuatnya meringis kesakitan.
"Stop. Gue udah biasa, kok kaya gini. Gak usah diobatin. Ntar juga sembuh sendiri." Vino berhenti sejenak.
"Kalo tambah parah gimana?" Vino melanjutkan aktivitasnya mengobati Anggi. "Lagian ngapain coba pake berantem-berantem segala. Lo mau jadi jagoan, hah? Cewek kok kelakuan melebihi cowok." cerocos Vino.
"Terserah gue. Hidup-hidup gue kenapa jadi lo yang ribet. Lagian lo juga, ngapain mau ngobatin gue segala. Peduli amat sama gue?" sahut Anggi, ia mengangkat satu alisnya dan menatap penuh curiga pada Vino.
Vino terlihat salah tingkah, "Ehm lo jangan kegeeran. Gue cuma kasian sama lo."
"Gue gak perlu belas kasihan dari lo."
Anggi memutar bola matanya jengah. Ia menghela napas dan menghembuskannya dengan keras. Sudah berapa kali ia merasa diabaikan oleh makhluk yang satu ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh
Teen FictionAnggi Angela adalah gadis berumur 17 tahun yang kasar, tomboy dan juga dingin. Berteman dengan segerombolan siswa tukang rusuh disekolahnya. Ia merasa kehidupannya berubah total setelah kedua orang tuanya bercerai. Bukan hanya kurang perhatian dan k...