Dengan tenang, aku melangkahkan kaki keluar dari kereta yang kunaiki. Sambil tersenyum kearah wanita tua yang duduk disampingku tadi, aku mengambil bekal yang kubawa lalu memakan sandwich yang masih tersisa didalamnya.
Sedang santainya menikmati gigitan pertama sandwich, tiba-tiba seorang perempuan menabrakku dari depan sambil berlari terburu-buru.
"Maaf." Katanya seraya mengambil payung pink yang terjatuh tidak jauh dariku.
Aku menemukan diriku sedang memperhatikan dirinya yang tengah sibuk meyelipkan beberapa helaian rambut dibelakang telinganya. Dan menjadi terbiasa atas semuanya.
Perempuan itu menarik perhatianku. Sampai akhirnya aku melihatnya berada distasiun yang sama denganku. Tanpa kusadari, sebuah senyuman sudah terukir jelas diwajahku.
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa perempuan itu menarik perhatianku. Memperhatikannya dari jauh sudah menjadi kebiasaanku. Sejujurnya, ini adalah kali pertama bagiku mulai merasakan lagi rasa tertarik pada perempuan. Bukan maksudku, kalau aku tidak normal, namun setelah kematian Ayahku, membuat segalanya berubah.
++
Hujan deras mengawali hari senin ini. Dengan bermodal jaket tipis, aku menerobos hujan agar tidak tertinggal kereta. Persetan dengan hujan.
Itulah salah satu penyebab mengapa aku membenci hujan. Selain insiden Ayah kecelakaan dan meninggal karena mengemudi saat hujan deras, hujan juga selalu membuatku tidak mendapatkan kereta dipagi hari. Contohnya sekarang, alhasil mau tak mau aku menunggu sampai kereta berikutnya datang.
Sedang bosan-bosannya menunggu, seorang perempuan dengan payung pink berlalu didepanku. Aku mengalihkan pandanganku padanya. Rambut panjangnya terurai rapih ia biarkan terhembus angin. Seiring langkahnya, mataku tetap menatap pada dirinya. Sampai aku lupa, kereta yang kutunggu sudah tiba dari beberapa menit yang lalu.
Jalan menunduk, itulah kebiasaannya. Pada akhirnya, aku telah terbiasa oleh payung pink, rambut terurai panjang, dan jalan menunduk perempuan yang telah menarik perhatianku.
Mengapa sosoknya terlalu mencolok dimataku?
06.15
Astaga, waktuku tinggal 15 menit lagi untuk sampai tepat di Sekolah tanpa terlambat. Sialan, memang hari ini sangat sial untukku. Sudah kupastikan, aku akan telat sekolah kali ini.
Setelah kereta tepat berhenti distasiun yang jaraknya dekat dengan sekolah, aku langsung mengambil langkah seribu untuk sampai cepat ke sekolah. bedebah, sungguh, hari ini sial untukku. Semoga dewi fortuna berpihak padaku.
"Aha! Kau telat 2 menit Dean." Ucap satpam gendut bernama Mr. Jo ini.
"Sialan." Umpatku.
"Jaga ucapanmu, Dean." Kata Mr. Jo sambil menulis nama ku pada daftar nama murid terlambat.
"Bisa kah kau cepat sedikit? Aku ada kelas Ms. Julie pagi ini." jelasku padanya sambil memasang muka semelas mungkin.
Beberapa detik kemudian, tampang melas ku ini berhasil juga meluluhkan hati Mr. Jo walaupun sebelumnya aku diminta memunguti sampah disekitar. Sudahlah, yang penting sekarang adalah dengan bodohnya aku hanya berdiri didepan pintu kelas ku. Astaga, aku terlalu takut untuk menghadapi omelan Ms. Julie yang tiada hentinya.
Segitu lemahnya aku?
"Hey."
Aku menengok dengan cepat sambil mengusap peluh yang mengucur dari dahiku. Untuk apa dia disini?
"Sedang apa kau disini?" tanyanya disertai suara lembutnya.
"Eum.. aku—"
Hey, kenapa aku terlihat seperti perempuan malu-malu nan menjijikkan sekarang?!
"Kau terlambat ya?" Tembaknya tepat sasaran. Mau dikemanakan wajahku didepan perempuan yang berhasil membuat mataku tidak bisa lepas darinya?
"Aku juga sama telatnya denganmu, ditambah hari ini adalah hari pertamaku sekolah." jelasnya dengan cengiran lebar yang menghiasi wajah imutnya. Sialan, dia terlalu cute untuk saat ini.
"Ohya?" singkatku. Bodoh, kenapa apa yang ada difikiranku berbeda dengan apa yang keluar dari mulutku?!
"Mau menemaniku keliling gedung sekolah baruku ini?" tawarnya.
Tentunya, dengan cepat aku menerima tawarannya. Alhasil, perempuan itu berhasil membuatku melakukan hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya.
Membolos pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Train
Teen FictionTanpa warna. Itulah hidupku. Tentunya setelah kejadian kelam, kematian Ayah. Tetapi semenjak perempuan itu menarik perhatianku Aku merasa, sudah seharusnya aku meninggalkan zona nyamanku.