Part 9

457 16 4
                                    


"Gimme second chance for good change"
-HIM-

* * *

Aku menutup pintu mobil diikuti bumi setelahnya.
Aku disini. Duduk disebelah sumber penyakitku.
Setelah membeli tujuh kotak pizza besar dan kentang goreng seplasik besar dengan beberapa coke dan mineral.
Dia menutup segala cela untuk melarikan diri.
Bahkan dia menunggu diruanganku selama dua jam demi perjalanan ini.
Aku terpaksa menurut dan memberi ijin untuk hadir diagenda kumpul rutinku.
Aku menoleh padanya yang lagi seserius menyetir.
Memandangi wajah super tampannya.
Entah untuk beberapa lama saat dia balas menatapku.
Menyatukan alisnya, menelisik maksutku.
Melipat dahinya seakan menembus pikiranku.
Matanya menuntut jawaban.

"Dua panggilan. Pertama, bertanya kesekertarisku dan kedua, sebelum rapat which is handphone pribadiku.
Tempat tinggal liam dan apartemen baruku"
Aku menghembuskan nafas pelan sebelum melanjutkan ucapanku.
"Menurutmu itu hal yang sopan? Tolong, berikan jawaban yang paling masuk akal sebelum aku memutuskan untuk turun dari mobil mahalmu ini" ucapku diujung nafas yang kuatur setenang mungkin.

Aku melihat sempat melebarkan matanya.
Dia menoleh ke depan.
Menatap lampu yang berganti warna ke hijau dan menjalankan mobilnya kembali.
Aku menunggu tak sabar ditempatku.
Hingga beberapa menit kemudian mobilnya berhenti didepan halaman kontrakan nana.
Dia mematikan mesin mobilnya. Membalikkan badannya menghadapku.
Menatapku lembut. Mengulas senyumnya tipis.
Aku meremas gumpalan tanganku. Menunggu penjelasannya.

"Aku memang melakakuan semua yang kau sebutkan. Menguntitmu, apapun sebutannya untukku tak merubah kenyataan. Dan aku lupa satu hal, bahwa kamu pintar. Aku tidak menyangka kamu tau apa yang ku lakukan. Aku akan menjelasan dari awal. Sebelum hari dimana kita bertemu diacara pernikahan rara yang adalah sepupuku" aku terbelalak ditempatku. Sepupu? Tidak ada yang memberi tahuku sebelumnya. Rara maupun bumi sendiri.

"Aku tahu kamu akan protes dengan ini tapi jangan potong perkataanku, please"
Aku mengangguk. Menyuruhnya melanjutkan penjelasannya.

"Peruhasaanku memang cukup sering meyediakan sponsor dibeberapa instasi dan pasti dihandle oleh semua bawahanku. Tapi hari itu ketika sekertarisku memberiku dokumen untuk menyetujuan kerja sama aku melihat namamu didalamnya. Dan aku langsung meminta sekertarisku untuk segara meresmikan kerjasama antar perusahan dengan aku sendiri yang menghandle proyek itu"

"Besoknya kamu tahu, kita bertemu dipernikahan sepupuku dan tentu saja aku tahu nomer telepon kantormu. Itu tercantum dalam kertas kerjasama kita.
Dan untuk nomer handphone, tempat tinggal liam dan apartemenmu, aku menggunakan koneksiku untuk mencari tahunya dan itu bukan hal sulit. Cukup banyak yang kudapatkan" bumi mengendikan bahunya enteng. Terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.
Suasana hening seketika.
Aku masih mencerna setiap penuturannya.

"Asfa, maafkan aku. Aku-"

"Apa...apa maksut dari semua itu, bumi?" Tanyaku tesedak air mataku yang akan keluar.
Bumi gelisah ditempatnya.
Memandangiku dengan tatapan memelas.
Memohon agar tidak menumpahkan air mataku.
Aku tahu, dia benci melihatku menangis.

"Kenapa aku merasa kau akan merubah seluruh hidupku?" Tanyaku dalam keputus asaanku. Ini terlalu cepat buatku. Lukaku belum benar-benar sembuh.
Aku tak bisa menahan air mataku turun.
Pandanganku setengah kabur karenanya.
Kulihat bumi mengumpat panik dibelakang kemudinya.
Aku menundukkan kepalaku. Menumpahkan air mataku diatas pangkuanku.
Bahuku mulai bergetar. Tanganku terkepal kuat diatas lututku.
Setelah enam tahun dia menghilang begitu saja. Tanpa kabar. Dan dalam hitungan hari dia mucul dan menciptakan keributan.
Omong kosong apa lagi ini? Apakah dia belum cukup melukaiku?
Sebelum aku benar-benar gila memikirkan semua itu. Aku merasa sepasang tangan memeggang kedua bahuku. Meremasnya pelan.
Aku mengangkat kepalaku.
Menatap sepasang mata tajam depanku dengan jarak dekat seperti ini. Aku bisa melihat matanya yang berwarna gelap. Menatapku penuh kelembutan.
Ya Tuhan, aku sangat merindukannya.

Mengangkat sebelah tangannya. Menghapus air mataku.
Berhenti disalah satu pipiku.
Mengusapnya pelan.
Aku memejamkan mataku. Meresapi kelembutannya.
Kemudian aku membuka mataku perlahan dan mendapati senyum hangatnya.

"Kamu benar. Aku memang akan merubah seluruh hidupmu. Merubahnya lebih baik dari yang kamu bayangkan. Maka, berilah kesempat kedua untukku. Aku berjanji kali ini akan melakukannya dengan serius".

*
*
*
*
*
Jujur, aku gatau mau bikin si asfa say yes or no. Mangkannya aku memutuskan si tolol, bumi ini -(sorry, sensi gua sama cowoknya hehe)- sampek situ ajah.
Semoga keajaiban datang agar si author bisa lanjutin cerita gaje ini #eeaakk
So, stay with me readers!
Jangan pernah sungkan komen apapun yang membangun.
Vote aja udah pontang-panting senengnya kok.
Keep reading and enjoy it.
Sorry for any-typos.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang