One

125K 6.3K 1.1K
                                    

"Ayo! Ayo! Baris semuanya! Yang rapi!" seru salah seorang kakak senior dengan galak. Para peserta MOS yang baru datang hanya bisa menurut, walaupun juga ada beberapa anak yang bandel.

Hari ini adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa atau MOS di SMAN 1 Kauman yang berada di Kabupaten Tulungagung. Dan selama tiga hari ke depan, para peserta MOS yang merupakan junior, diwajibkan mematuhi segala aturan dan perintah dari panitia MOS yang merupakan anggota OSIS sekolah itu.

Arinanda Djapri, salah seorang junior, segera memarkirkan motor matic-nya di parkiran sekolah. Dengan segala atribut wajib MOS yang ia kenakan -kemeja putih, celana panjang hitam, dasi hitam, sarung tangan putih, caping yang sudah diwarnai merah putih, ID card, aneka bumbu dapur yang dibungkus plastik yang dikalungkan dileher-, ia berlari kecil memasuki area lapangan. Sebelum ia membaur dengan peserta MOS yang lain, ada seorang kakak senior cewek yang memeriksa kelengkapan atributnya.

Setelah dirasa lengkap, Ari diijinkan untuk ikut berbaris dengan junior-junior lainnya. Ia menghembuskan napas panjang sambil menata capingnya. Di depan barisan, ada seorang kakak senior cowok yang tengah berorasi dengan suara lantang dan jantan. Tapi Ari tidak mendengarkannya karena menurutnya itu hanyalah orasi yang tidaklah penting.

Dan satu hal lagi yang selalu ia tanamkan baik-baik di dalam pikirannya, bahwa yang namanya MOS itu hanyalah sandiwara belaka dari kakak-kakak senior. Jadi dengan kata lain, para peserta MOS juga harus berpura-pura patuh, termasuk Ari.

Setelah acara pembukaan MOS selesai, para junior di bagi ke dalam 10 kelompok. Setiap kelompok diberi nama yang berbeda. Ari sendiri berada dalam kelompok 3 yang bernama Pembangkang. Tak apalah, paling tidak ia jauh lebih baik dari pada nama kelompok 1 dan 2, Koruptor dan Pemfitnah.

Masing-masing kelompok terdiri dari sekitar 35-40 junior. Dan setiap kelompok ada dua kakak senior pendamping.

Ari dan kelompoknya langsung digiring ke sebuah kelas oleh dua kakak seniornya. Yang satu cewek anggun berkacamata, berkulit putih dengan rambut dikonde, namun posturnya pendek. Dan yang satu lagi seorang senior cowok bertubuh tinggi tegap, wajahnya lumayan tampan, dengan rahang yang kokoh yang ditumbuhi brewok super tipis seperti habis dicukur dan rambut yang tidak rapi, membuatnya terlihat seperti preman sekolah. Dan yang paling membuat Ari risih adalah garis kehitaman tipis yang ada di bawah matanya, membuatnya terlihat seperti pecandu narkoba. Atau mungkin saja dia hanya pakai riasan wajah, mengingat kalau acara seperti ini itu bisa dibilang sandiwara rame-rame. Dan bahkan mungkin hanya Ari saja yang menyadari garis hitam diwajah seniornya itu karena kelihatan sangat samar.

Mereka pun tiba di sebuah kelas yang terletak di gedung tengah, kelas nomor 3 dari timur. Semuanya langsung masuk dan Ari memilih untuk mengambil tempat duduk berada di pojokan, dekat meja guru, urutan bangku nomor dua dari depan. Seorang junior cowok duduk disebelahnya langsung tanpa basa-basi sambil mendesah.

"Acara kampungan!" gerutunya pelan. Mungkin ia tidak tahu kalau Ari bisa mendengar ucapannya barusan, namun Ari memilih untuk tidak ikut campur.

"Hai, namaku Titi Selina," mendadak seorang junior cewek yang duduk di depan Ari mengulurkan tangan untuk berkenalan. Cewek itu memakai jilbab hitam dengan kacamata yang bertengger di atas hidungnya.

Ari segera menyalaminya tanpa sungkan. "Namaku Arinanda Djapri. Bisa dipanggil Ari."

"Oke, Ari. Salam kenal," Titi tersenyum manis pada Ari dan melepas salaman. "Kamu dari SMP mana?"

"Aku dari SMP Negeri 1 Kedungwaru. Kamu sendiri?"

"Oh, aku dari SMP Negeri 5 Malang. Aku bukan asli orang Tulungagung. Aku disini tinggal sama nenek dan pamanku," jawab Titi sambil menyelonjorkan kakinya dikursi sebelahnya yang sepertinya tidak akan di tempati siapapun, karena tidak mungkin ada junior yang mau duduk tepat di depan meja guru -kecuali Titi-.

Generation (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang