Time Goes On (one shoot)

67 3 3
                                    

holaaaa, i'm a newbie here! hehehe
entah kenapa pengen banget publish cerita ini. sebenernya cerita ini berhubungan sama cerita Time karyanya diaan95 jadi sebelum baca ini kalian baca Time dulu yaa..
oke, gw ga suka basa basi just enjoy and give some advice maybe ~~

***

"Cell, dipanggil bos tuh!", teriak Alex (teman sekantor Cello) dari seberang meja Cello.

"Oke, thx Lex!", balas Cello tak kalah kencang.

For your information, Cello sekarang telah bekerja di salah satu perusahaan swasta terkemuka di Indonesia di bidang pertanian. Perusahaan tersebut juga bekerja sama dengan pemerintah dalam rangka ketahanan pangan agar tidak terjadi krisis di masa kekeringan seperti sekarang ini. Jabatan Cello di kantor juga terbilang lumayan yakni sebagai junior expert untuk bagian kerjasama antar pengusaha. Jabatan itu didapatkannya dalam kurun waktu tiga tahun saja.

Tok .. Tok .. Tok ..

"Permisi, Pak. Bapak memanggil saya?", tanya Cello sopan sambil memasukkan setengah badannya ke dalam ruangan Pak Galih -bosnya-.

"Ya, Cello. Masuk, silahkan duduk", jawab Pak Galih datar.
"Bagaimana perkembangan proyek kita di Gianyar?", lanjutnya.

"Lancar Pak, hanya saja saya masih harus meyakinkan pemilik perkebunan itu agar mau bekerjasama dengan kita. Sepertinya dia sedikit ragu", jelas Cello.

"Lalu kapan kau akan kesana?"

"Secepatnya Pak, setelah saya menyelesaikan surat-surat dan kontrak untuk keperluan disana"

"Baiklah. Apa kamu perlu mengajak seseorang? Atau mau saya pilihkan?", tawar Pak Galih.

"Boleh saja bila Bapak punya rekomendasi", jawab Cello sopan.

"Oke, nanti akan saya kabari. Kamu boleh melanjutkan pekerjaanmu", Pak Galih mengakhiri.

"Kalau begitu saya permisi, Pak", pamit Cello seraya berdiri dari kursi lalu berangsur menuju pintu.

Hari-hari yang melelahkan nan berat telah Cello jalani. Tiga tahun telah berlalu semenjak kejadian itu. Kejadian dimana Cello mengerti mengapa gadis itu membenci waktu. Kejadian dimana Cello dapat merasakan apa yang gadis itu rasakan. Rasa dimana kebahagiaan dan kesedihan muncul bersamaan. Kejadian yang juga sempat membuat Cello membenci waktu.

Namun, Cello belajar mengerti waktu. Saat itu ia hanya bisa menangisi kepergian Bri lalu ia menghabiskan waktu berhari-hari berdiam diri di kamar. Tapi tiba-tiba dia menyadari, bahwa bagaimanapun kita berhenti waktu akan terus berjalan dan dia tidak ingin tertinggal. Dari situlah Cello bangkit dan mulai melangkah walaupun terasa berat.

Cello mulai belajar untuk mengerti bahwa waktu tidaklah sejahat itu. Bahwa bukanlah waktu yang mengambil Bri darinya. Bahwa bukanlah waktu yang memisahkan mereka. Waktu hanyalah waktu yang akan selalu berjalan dan terus berjalan tanpa merasakan apa yang kita rasakan. Waktu tidak memiliki kehidupan tapi kehidupanlah yang menjadikan waktu ada. Waktu tidak pernah menghentikan kehidupan tapi kehidupanlah yang kadang memilih waktu untuk berhenti.

Bri harus tau kita dan waktu berjalan beriringan, kita dan waktu tak bisa terpisahkan. Meskipun waktu kita berhenti dia akan terus berjalan dengan 'kita-kita' lainnya. Karena hanya itulah tugasnya, berjalan.

***

Minggu pagi yang cerah, Cello tampak rapi dalam balutan pakaiannya yang serba hitam. Kemeja hitam lengan panjang yang lengannya dilipat sampai siku dipadukan dengan celana denim hitam dan sepatu vans hitam favoritnya. Tidak lupa kacamata hitam Oakley yang senantiasa ia bawa di mobilnya untuk menghalau cahaya matahari yang amat benderang.

Pagi ini, Cello sudah berjanji untuk mengunjungi Bri. Setelah sekian lama Cello disibukkan dengan pekerjaannya, baru kali ini lagi Cello sempat untuk datang. Padahal dulu hampir tiap minggu Cello datang menjenguk Bri.

"Hai Bri, apa kabar? Maaf udah lama aku ngga jenguk kamu. Kamu makin subur ya sekarang, tuh rumputnya tumbuh dengan lebat", kebiasaan Cello saat mengunjungi Bri yakni mengajaknya ngobrol.

"Aku kangen sama kamu, Bri. Udah tiga tahun kita pisah, lumayan lama ya. Oiya, ngomong-ngomong apa kamu masih benci sama waktu?", tanya Cello dengan nada berat seolah dia tau akan menyinggung perasaan Bri.

"Semenjak kejadian itu aku banyak belajar tentang waktu. Aku mengalami banyak hal bersamanya. Aku pikir kamu hanya kurang mengenalnya, dia tidak sejahat yang kamu pikirkan. Kamu tau, kamu itu beruntung masih sempat merasakan warna-warni kehidupan. Kamu masih sempat merasakan kasih sayang. Kamu masih sempat membuat kenangan. Coba lihat waktu, dia hidup sendiri Bri tanpa mengenal warna apalagi kasih sayang. Yang perlu kau tau adalah kau hanya perlu berjalan bersamanya dan dia akan mengajarimu banyak hal", jelas Cello dengan sangat hati-hati.

"Lihat aku sekarang, aku sudah jadi orang sukses. Ya belum sesukses Donald Trump ataupun Bill Gates sih tapi mungkin saja suatu saat nanti aku akan lebih sukses dari mereka. Ini semua karena aku menjalani waktuku dengan baik, aku memilih untuk berjalan dengan baik dan waktu akan senantiasa menemanimu. Andai saja kau masih disini kamu pasti juga akan merasakan apa yang aku rasakan. Kamu pasti bisa jadi orang sukses, Bri. Waktu itu bukan untuk ditakuti tapi untuk dihadapi, dijalani. Meskipun kadang aku juga masih takut, takut kalau suatu saat nanti waktu akan mengambil memoriku tentang kamu, tentang kita."

"Satu hal yang perlu kamu tau, perasaan sayangku mungkin akan berubah seiring berjalannya waktu. Tapi aku takkan pernah menyesal pernah merasakannya terlebih padamu. Aku percaya kamu sudah bahagia disana, Bri. Aku percaya kamu sedang berjalan bersama waktu dan mungkin saja waktu akan mempertemukan kita lagi nanti."

Cello menatap lekat-lekat nama yang terukir pada batu marmer yang berdiri tegak menancap bumi itu. Matanya mulai berkaca-kaca namun bibirnya memberi seulas senyum tipis.
Waktu tetaplah waktu, rasa tetaplah rasa. Itulah mengapa waktu dan rasa selalu bersisian. Kebahagian dan juga kesedihan.

"Aku pamit ya, Bri. Aku janji akan kesini lagi, mungkin dengan teman-teman atau yang lain. I miss you!", kata-katanya terdengar lirih.

Berat bagi Cello meninggalkan Bri disana sendirian tapi Cello tau kalau semua yang hidup pasti akan merasakan hal yang seperti Bri pada waktunya.

Cello berjalan dengan sangat pelan sambil menatap ke depan dengan pandangan kosong. Terus berjalan menjauh dari pusara Bri. Sampai tak sengaja ia melihat sesosok perempuan persis seperti Bri berjalan melewatinya.

"Bri!", panggil Cello seraya menepuk pundak perempuan tadi.

Perempuan itu menoleh, memperhatikan Cello dengan seksama. "Ya?"

"Bri... gitte? Brigitte?", panggilnya yang lebih terdengar seperti pertanyaan.

"Oh, kayanya kamu salah orang deh. Aku memang Bri tapi Brianna bukan Brigitte.", jawabnya sopan.

"Ah maaf, aku kira kamu temanku Brigitte. Kalian mirip sekali", harusnya Cello tau kalau perempuan pasti bukan Brigitte.

"It's okay. Aku Anna, kamu?", tanya perempuan tadi sambil menjulurkan tangannya.

"Cello. Marcello.", jawab Cello seraya menyambut tangan perempuan tadi.

"Cello? Hmm, i like playing cello"

Senyumnyaa, senyumnya manis. Tapi memang berbeda dengan Bri. Entah pengalaman apalagi yang waktu akan ajarkan pada Cello, yang Cello tau ia hanya akan menjalaninya.

"Bri, dimanapun kamu, siapapun kamu sekarang, berbahagialah dengan waktu", batin Cello.

TAMAT

***

I have no idea what im thinking, i just wrote it in two hours maybe less. Yang mikir kalo Brianna itu kembarannya Brigitte, engga, ngga ada cerita kaya gitu. Atau ada yg mikir kalo Brianna itu jelmaannya Brigitte? Hell, no! it wont happen.
Anyway, big thanks to diaan95 karena sudah mengizinkan ceritanya diobrak-abrik sama gw. its my first time, so sorry if its not even good. hihi

thanks for everyone who read it, comment please ~~

much love
dHIe

Time Goes OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang