Putih abu-abu. Well, umumnya seragam tersebut merupakan dambaan bagi setiap siswi perempuan. Selain merupakan seragam tertinggi dijenjang pendidikan, dengan menggunakan seragam itu biasanya mereka merasa dirinya sudah senior juga dewasa. Selain itu, bagi mereka yang mengaku pecinta fashion, putih abu-abu yang bisa saja itu bisa diubah menjadi sesuatu yang lebih stylish dan keren menurut versi masing-masing.
Seperti yang terjadi pada Bianca misalnya.
Sama seperti hari-hari biasanya. Dengan penuh percaya diri yang tinggi, hari ini Bianca berjalan bak model menyusuri sepanjang koridor sekolah dalam balutan seragam putih abu-abunya yang telah disulap sedemikian rupa. Rok abu-abu yang harusnya panjang selutut telah dipotong sepuluh centi, juga seragam putihnya telah dikecilkan memamerkan bentuk tubuh gadis itu. Belum cukup sampai disitu, tas punggung ber-brand terkenal, acessoris mahal, juga riasan makeup tipisnya menambah penampilan Bianca lebih mencolok dibanding siswi SMA Harapan Bangsa kebanyakan. Tak ayal, sepanjang koridor dirinya menjadi pusat perhatian seluruh mata.
Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika hampir menaiki tangga, matanya menemukan seseorang yang ia kenal berdiri di ujung koridor. Seketika pupilnya melebar, menatap tak suka pemandangan dihadapannya. William berdiri santai memasukan kedua lengannya pada saku sementara seseorang berdiri disampingnya, tampak berusaha menarik perhatian lelaki itu. Dari pipinya yang selalu berubah kemerahan setiap kali William berbicara menatap matanya, Bianca dapat membaca sepertinya gadis itu terlihat malu-malu. Jadi tak perlu menjadi jenius baginya untuk mengambil kesimpulan gadis itu menyukai William, geramnya.
"Well, sepertinya dia berniat sekali cari gara-gara denganku." decak Bianca memutuskan mendekat. Sempat-sempatnya gadis itu merebut bola basket yang dibawa anak lelaki yang Bianca yakin merupakan adik kelasnya.
Saat itu kedua alis William terangkat naik saat tiba-tiba Citra, juniornya dari kelas XI-IPS yang tadi bersemangat mendadak bisu. Matanya mengikuti arah tatapan gadis itu dan menemukan Bianca berdiri dengan mata melotot. Sebelah tangannya memutar-mutarkan bola basket membuat kepala William menggeleng seketika.Pantas saja. Angguk William paham.
"Ada masalah apa ya ka?" Dibawah pelototan Bianca, Citra bertanya kikuk sambil meremas kedua tangan didepan dada. Kentara sekali gadis itu ketakutan.
"Masalah? maksudnya... gue gitu?" Dengan santai Bianca menunjuk dirinya sendiri dan sangat menikmati ketika wajah gadis dihadapannya sepucat kapas.
"Sebenernya engga sih ya, cuman gue lagi ngebayangin aja gimana ya jadinya kalau bola ditangan gue ini ga sengaja jatuh dimuka cantik lo? Elo belum pernah ngerasainkan?" Meskipun diucapkan dengan nada halus, tetap saja Citra merasakan bulu kuduknya meremang mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Bianca. Gadis ini seolah membawa aura neraka disekelilingnya membuat Citra ingin segera beranjak menjauh saja. Apalagi setelah mendengar penuturannya yang sarat akan peringatan dan ancaman itu. Maka tanpa aba-aba Citra memilih membalikkan badan kemudian dengan langkah kakinya yang tergesa menjauh mengikuti arah koridor sebelum kemudian Bianca memanggil namanya.
Dia membalikkan tubuh, dan itu merupakan kesalahan besar. Kerena tidak selang satu menit dirinya terkaget bukan main menemukan bola melayang tepat kearahnya. Citra bersyukur, berkat gerakan refleksnya dia berhasil menepis bola tersebut. Namun sayang untuk kali ini dewi fortuna tidak memihak padanya sehingga tanpa sengaja kaki Citra tergelincir membuat Citra reflek mencari pegangan terdekat apabila tak ingin terjatuh dan mempermalukan dirinya didepan banyak murid SMA Harapan Bangsa yang saat ini tersebar disepanjang koridor menunggu bel masuk kelas, terutama dihadapan William, kaka kelas yang digebetnya sejak memasuki sekolah ini.
Citra berhasil melakukannya sebelum beberapa menit akhirnya dia sadar bahwa yang menjadi tumpuannya hanyalah gagang pel dalam ember yang belum sempat dibereskan cleaning servis di sekolahannya, hal ini membuat Citra tak bisa menghindari insiden terjatuhnya dan mempermalukan diri sendiri, di depan William dan seluruh murid satu sekolah. Ditambah lagi, guyuran air bekas pel-lan yang keruh disertai lengkingan jeritan Citra semakin menjadikannya pusat perhatian. Serentakan tawa orang-orang yang menyaksikan kejadian itu terdengar menyakitkan hati Citra.