Didunia ini ada banyak manusia dengan berbagai sifat dan karakter yang berbeda-beda. Kali ini Bianca mengangguk setuju, membenarkan pernyataan tersebut. Lihat saja, jika biasanya pada saat cuaca terik seperti ini orang-orang memilih menikmati minuman segar dikantin sekolah, berbeda halnya dengan pak Adam, guru olahraga yang terkenal killer itu berkoar dengan semangat dilapangan. Membuat Bianca yang anti dengan panas betul-betul tersiksa. Memang, hari ini kelasnya kebagian jam olahraga. Hal yang menurut Bianca merupakan kesialan.
Mulutnya sudah siap mengumpat ketika teriakan-teriakan penuh semangat dilapangan sebelah mengalihkan perhatian Bianca dari arahan pak Adam. Para siswi perempuan yang tergabung dalam eskul Cheerleader terlihat begitu bersemangat menggoyang-goyangkan pom-pom ditangan masing masing, termasuk Eren yang menjadi salahsatunya. Meskipun dalam hati Bianca membenci gadis itu karena suka sekali mencari gara-gara dengannya, akan tetapi cara Eren dan teman-teman setim-nya bergerak lincah disertai lompatan-lompatan yang tinggi memunculkan sebersit iri dihati Bianca. Dengan Cheerleaders mereka bisa berteriak sepuasnya untuk melepas frustasi. Dengan Cheerleaders mereka bisa melompat setinggi yang mereka mau melepaskan berbagai beban di benak masing-masing. Dengan Cheerleaders mereka bisa merasakan kebebasan. Setidaknya itulah yang Bianca tahu sebelum sebuah kejadian merenggut segalanya, menghancurkannya... Napas Bianca tercekat ketika berbagai gemuruh perasaan terasa menghimpit dada. Kilasan-kilasan kejadian lalu yang tiba-tiba berdatangan itu memukul telak hatinya, memunculan goresan luka lama yang telah dikubur dalam-dalam timbul kepermukaan.Andai saja saat itu ia tak ceroboh. Andaikan hal itu tidak pernah terjadi. Andai waktu bisa diputar kembali... Bianca meremas celana olahraganya dengan tangan gemetar. Hanya dengan mengingat hal itu saja sanggup melumpuhkan seluruh pikirannya.
Terlalu sibuk tenggelam dalam pikirannya, Bianca sampai tidak sadar saat subuah bola melayang kearahnya. Bahkan saat semua orang-orang menyerukan namanya, meminta ia menghindar..
"Aduuuh..." Ringis Bianca kesakitan. Jemarinya menyentuh bagian kepalanya yang terasa pusing. Ia mendongak dan menemukan dirinya dikelilingi teman sekelasnya. William berada disana, menatap Bianca khawatir. Lalu sambil berjongkok ia menyentuh kepala Bianca.
"Elo ga apa-apa Bi?" Bianca menggelengkan kepala. Lalu tatapannya menajam, beralih mencari seseorang yang membuatnya seperti ini. Saat menemukan pelaku tersebut diantara kerumunan, tak menunggu waktu lagi Bianca melepaskan kemarahannya. Memaki siswa itu, berani-beraninya membuat Bianca seperti ini.Kemudian kegelapan menelannya dan Bianca tidak mampu mengingat apapun lagi...
Ketika membuka mata, Bianca menemukan dirinya berada diruangan serba putih yang mendominan, diantara bau obat yang khas menyengat penciuman.
"Elo di UKS." sahut sebuah suara menjawab kebingungan Bianca. Tak lama setelah mengangguk paham kepala Bianca menoleh, mengikuti asal suara tersebut. William, dengan sebuah kapas kecil ditangan tengah telaten mengobati luka dipelipis Bianca.
"Anak PMR lagi pada ada acara, jadi ga ada satupun yang disekolah. Jadinya gue deh yang harus obatin luka lo." Jelas William.
"Ga ikhlas banget kayaknya ngobatin gue."
"Emang. Ngerepoin tahu engga." Godanya dan tertawa melihat wajah Bianca tertekuk.
"Lagian elo tadi mikirin apasih, orang arahan dari pak Adam aja udah beres dari lima menit yang lalu elo masih betah aja kayak patung lapangan. Udah ga takut item lagi lo? tadikan cuacanya panas banget." sahut William mengingatkan. Dia sempat mengernyit saat mata Bianca berubah berapi-api.
"Ini semua tuh gara-gara pak Adam." Dengusnya. "Coba aja kalo dia ga maksain buat olahraga di outdoor ga bakal deh hal ini kejadian."
Sambil menggeleng William langsung menyentil kepala Bianca. "Gara-gara kena benturan bola basket, otak lo tambah eror deh kayaknya." Dia kemudian memberikan tas Bianca yang tadi sempat ia ambil dari kelas. Saat melangkah mendekati pintu keluar, William menoleh kearah Bianca.