First Day in October's

232 4 3
                                    

Menyesal sudah tak ada artinya lagi setelah semuanya telah pergi dan tak akan lagi kembali.
Mendung selalu berkata untuk selalu berhati-hati akan datangnya hujan badai tak berhati.

Audrey masih enggan untuk membereskan buku catatan yang berserakan di atas meja.
Udara Tokyo di musim gugur tahun ini merupakan pengalaman pertama bagi dirinya.
Di Indonesia ia tumbuh dewasa dan kini Tokyo menjadi persinggahan setelah perceraian kedua orang tuanya dua bulan lalu.

Ketukan pintu kelas kembali membisingkan telinga.

"Kau belum juga pulang.? Di luar gerbang ada seorang lelaki yang mencarimu." Suara Adora tengah menyandarkan tubuh di pintu kayu kelasdengan santai.

Sedangkan di balik kaca mata tebal, Audrey mengernyitkan alisnya.
Ia tengah berfikir, lelaki mana yang nekad datang ke kampus.
Dengan sangat malas Audrey memasukan barang-barangnya kedalam tas lalu memakai cardigan berwarna tosca yang tergantung dengan manis di sisi kirinya.

Sesekali ia menguap, jemari lentiknya menyisir rambut toffe brown color panjangnya.

Rasa malas entah tiba-tiba lari kemana begitu ia ingat percakapannya semalam melalui Free call.

"MR. GLENN... !!!! DAMN ME....!!!"

¤¤¤¤¤¤

Glenn mengetuk pelan bangku kayu dengan jari. Tanpa mengalihkan mata dari jam tangan Rolex yang menempel sempurna di pergelangan tangan kirinya itu.

"Kau terlambat 15 menit ...!!!" Ucap Glenn dingin begitu Audrey sudah berdiri dengan nafas terengah-engah di depannya.

Audrey melotot kan mata lebarnya, "Maaf."

Audrey malas untuk berdebat dengan Glenn. Ia mengambil sesuatu dan memberikan kotak berukuran kecil berwarna cream dari pocket Cardigannya.

"Apa ini?" Tanya Glenn begitu Audrey meletakan sesuatu di telapak tangan kanannya.

Audrey tersenyum, "Sebagai tanda permintaan maafku"

"Maafmu aku terima, sekarang ikutlah denganku, Audrey." Glenn memeluk pundak Audrey dengan sebelah tangannya, lalu tersenyum kecil.

"Terima kasih, Glenn. Kemana kau ingin membawaku?" Audrey memasang wajah penuh ekspresi penasaran. Namun lelaki yang lebih tinggi di sampingnya hanya tersenyum kecil.

Glenn menyentil hidungnya, "Kejutan"

"Kau membuatku penasaran Glenn, kau tidak berniat menculikku kan?"

Glenn terkekeh.

Ia mengacak gemas rambut Audrey yang terurai bebas, angin berhembus memainkan nakal di setiap helaiannya.

"Masuklah, kau akan tau nanti. Satu lagi, kalau boleh aku ingin menculikmu dan membawamu ke altar sekarang juga."

"Kau bilang apa tadi?" Audrey memastikan telinganya tidak mengalami gangguan.

Glenn mendorong lembut Audrey untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Bukan apa-apa, lupakan."

"Kau menyebalkan Glenn." Audrey berpeluk tubuh dengan bibir cemberut. Glenn mengelengkan kepalanya.

Mobil putih yang mereka naiki kini pergi mengantarkan sepasang manusia yang tidak saling menyadari ikatan tak kasat mata di sekeliling mereka berdua.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤

"Tahun ini adalah musim gugur pertama bagimu, kan?" Glenn memarkirkan mobilnya di sisi jalan.

Audrey menatap wajah lelaki di sampingnya, "Yah, begitulah..." ia tersenyum malu.

Lelaki di samping kanannya tersenyum kecil, lalu mengeluarkan kain sutra berwarna peach yang menyerupai sebuah penutup mata.
Audrey memandang penuh tanya.

Autumn In TOKYOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang