Bagian Cerita Tak Berjudul

87 2 1
                                    


Hai dean

aku sudah menerima surat yang kamu selipkan dalam saku tas selempng sekolahku. ratusan kata indahmu membuat aku beberapa kali terbang ke angkasa. Tapi, maaf aku tidak memiliki perasaann yang sama denganmu. Aku tak ingin berpacaran terlebih dulu dengan siapapun, bagiku pacaran hanya untuk orang-orang lemah. aku hanya ingin dimiliki oleh seseorang melalui ikatan yang sah di mata allah. Ya, aku hanya ingin di hitbah bukan pacaran. Maaf kalau ini melukai peraasaanmu, tapi aku harus jujur. Aku tak ingin membuat seseorang berharap lebih, sedangkan aku tak bisa memberi unpan balik baginya. Semoga kita bisa bersahabat, ya?
wasallam

Marsha Sevina

ini pertama kalinya aku di tolak oleh seorang cewek. Aku tak mengerti dengan apa yang kurasakan setelah membaca suratnya. Semuanya terasa nano-nano, tapi yang paling utama adalah rasa sesak.

Kalau kami memang berjodoh, suatu saat kami akan di pertemukan lagi. Aku hasus move on ! nggak adanya galau. Batinku

Aku mulai membolak-balik buku pelajaran, karna sebentar lagi akan di laksanakan UN. Waktu berlalu begitu cepat, tanpa terasa masa putih abu-abu berlalu begitu saja.

Aku merasa senang, sebab sebentar lagi akan menjadi mahasiswa, bukan siswa lagi. Hari ini adalah hari pengumuman SNMPTN yan di tunggu semua siswa, termasuk aku sendiri.

Rasa haru, bahagia, sedih bercampur menjadi satu paket.

"BUNDA, AYAH AKU LULUS", ucapku.

"Lulus di mana, jurusan apa?"

"Di universitas ************".

Semua ikut senang mendengar kabar tadi. Beberapa kali aku lihat bunda mengucap syukur. Ya, bunda memang sangat berharap aku lulus, karna mencari kampus negeri favorit tidak semudah masuk SMA atau SMP. Kapasitasnya yang sedikit, membuat banyak orang butuh belajar ekstra untuk mendapatkan satu kursi di kampus tebaik di indonesia.

Sesuai berita yang beredar cewek yang sempat aku taksir dulu-Marsha, tidak lulus SNMPTN. Cuman itu kabar yang terakhir beredar mengenai marsha. Kini tak satupun yang mengetahui ke berada dimana, seolah ditelan bumi dan langit

Mataku masih menatap lurus, mengamati sekeliling gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Kakiku masih sedikit berat untuk melangkah masuk, aku masih takut kalau lamaranku di tolak lagi. Belasan orang tampak menanti gilirannya untuk di interview. Beberapa dari mereka ada yang bersikap santai dan ada juga yang sedari aku menunggu tanpa gusar, mungkin ini pertama kalinya dia melamar pekerjaan.

"Bapak Dean Pratio Nugraha, silahkan masuk kedalam!"

"iya, mbak", ucapku. Aku langsung masuk kedalam dengan deg-degkan.

Aku berharap kalau ini adalah interview terakhirku. Aku dulu sempat bekerja di sebuah perusahan, tapi perusahaannya bangrut. Semuanya dimulai saat direktur utama di gantikan oleh menantunya. Semua uang perusahaan di bawa kaburnya, dan saham-saham perusahaan banyak yang telah dia jual. Perusahaan tidak sanggup lagi membayar hutang yang sudah tak bendung lagi, dan jalan terakhirnya hanya di tutup dan pemecatan besar-besaran.

"Terima kasih atas waktunya, untuk lembih lanjut aku di hubungi oleh perusahaan", ucapnya.

Aku langsung menjabat tangan HRD. "sama-sama, Pak", ucapku.

Suara dangdutan sudah terdengar dari tadi, seolah berontak minta diisi. Aku memutuskan untuk mencari tempat makan. Tak jauh dari sana, ada sebuah rumah makan nasi padang yang ukurannya tidak terlalu besar, tapi ramai di kunjungi. Buktinya saja, tak banyak bangku kosong semua kecuali di pojok paling belakang.

Permintaan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang