23:47. Aku terhenyak. Sudah hampir jam duabelas malam dan aku sama sekali tak mengantuk. Padahal besok aku harus melakukan perjalanan jauh. Aku tak bisa mengandalkan Robby untuk mengantarku ke stasiun. Meski kusiram air pun, sepertinya dia tetap tak akan terbangun.
Akhirnya aku beranjak ke ranjang sambil nenarik selimut. Kukeloni buku catatanku. Catatan malam ini. Catatan peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi hari ini. Kubenamkan kepalaku ke bantal dalam-dalam. Aku ingin terlelap dengan segera. Tapi aku memang tak mengantuk. Aku bangun dan duduk di tepi ranjang. Malam hening. Semua suara terdengar jelas. Detak jam waker, suara angin, bahkan tetes air do kamar mandi samping pun terdengar. Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang aneh. Ada suara sayup memanggil-manggil namaku.
"Hanum...."
Aku terkesiap. Aku menoleh ke kiri kanan. Tak ada siapapun. Kutarik selimut menutupi seluruh tubuhku. Angin semakin dingin. Dengan hati-hati mataku memicing mengintip dari balik selimut. Deg! Aku tercekat melihat apa yang kutemukan di pojok ruangan.
"Ini tak mungkin", aku hampir menangis...Kotak kecil hadiah ulang tahunku yang keenam, yang hilang hampir tiga tahun ini, tergeletak di sana. Kotak biasa saja. Hanya saja, kotak itu satu-satunya penghubung ingatanku dengan almarhum ibu. Ibu memberikan kotak itu saat ia terbaring di rumah sakit. Ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah sekian lama berjuang melawan kanker yang menggerogotinya. Tak banyak kenangan dengannya. Tapi kotak itu adalah ibuku dalam wujud yang lain. Bagiku.