Chapter 1 : München

1K 78 37
                                    

Author note!

Hi! Ini cerita pertamaku yang ku-post di wattpad. Still a newbie tho. Not affliated with any fandom or any communities so it might hard for me to make my story popular. Untuk kalian semua yang secara tidak sengaja 'pergi' ke ceritaku, mohon maaf atas segala kesalahannya. 

Englischer Garten. Selalu ramai, selalu damai. Kau tidak mengetahui Englischer Garten ? Okay, kalau kau tinggal di London, taman ini sebanding dengan Hyde Park, dan kalau kau tinggal di New York, taman ini sebanding dengan Central Park.

Aku memutuskan untuk menjadi turis, karena aku baru sampai di Jerman 1 bulan lalu. 1 bulan pertama ini, aku habiskan untuk mengatur "Semuanya", kau tahu-administrasi, flat, teman, kampus, asuransi kesehatan, kartu pelajar. Dan memasuki bulan ke-2, aku merencanakan untuk jalan-jalan dulu, setidaknya keliling München.

Aku merasa kesepian. Teman-teman satu dorm-ku sedang liburan musim dingin-kau tahu menghabiskan malam natal dan tahun baru di rumah orang tua masing-masing. Aku tahu, tidak semua teman-temanku orang Jerman, tetapi sebagian dari mereka adalah pelajar negara-negara Eropa yang umumnya dapat pulang hanya dengan membeli tiket kereta di internet. Yang tertinggal di dorm-dorm universitas hanyalah sekumpulan anak-anak Asia atau benua lain yang kehabisan uang. Mengapa aku berkata begitu ? Karena sebagian anak Asia kaya memutuskan untuk pergi berlibur. Ke Berlin, Amsterdam, Monaco, Anterwepen, dan kota-kota besar lain yang hanya bisa kunikmati lewat gambar-gambar tumblr. Sialnya, tidak ada anak Asia kurang uang sepertiku di dorm. Inilah aku, sendirian. Di musim liburan. Kekurangan uang. Cuaca juga tidak membantu, aku terjebak di dalam dorm dikarenakan suhu turun sangat drastis, terlebih ini adalah musim dingin pertama ku di negara subtropis. Tidak memungkinkanku untuk berkeliling sekitar Munchen.

Nah, sekarang kawan, kalian mengerti penderitaanku, kan?

Aku mendownload drama Korea banyak-banyak sekaligus, menontonnya secara Marathon. Atau kalau bosan aku akan menonton anime dan membaca komik. Terdengar familiar mungkin bagimu, hal ini dilakukan berjuta-juta gadis Asia atau ras lain di dunia ini.

Aku tidak keluar rumah selama-sebentar-3 hari? Tapi tidak-orang-orang masih mengetahui aku hidup karena setiap hari aku menerima kiriman belanjaan rempah-rempah dan berbagai barang eksotis Indonesia yang kubeli di eBay. Aku masih kangen rumah-benar-benar kangen rumah sebenarnya. Aku rindu kakakku yang cerewet, Ayahku yang menyebalkan, dan terutama Ibu ku yang selalu mendukungku. Percaya atau tidak, aku menelpon dan menghubungi mereka setiap hari-aku tidak malu mengatakan ini.

Setelah 3 hari dirumah, aku akhirnya menyerah dan lelah juga. Tidak ada manusia. Aku tidak bisa berbicara dengan siapapun. Ini gagasan yang mengerikan. Jiwaku kelewat hiperaktif, aku serasa ingin meledak. Maka dari itu, aku memutuskan untuk keluar. Aku memakai baju berlapis, kaos, sweater, dan coat tidak lupa topi, penutup telinga, sepatu bot, dan syal super tebal. Nah sekarang aku terlihat seperti lumpia, lonjong dan berlapis. Orang-orang akan mengira aku akan melakukan ekspedisi ke kutub utara. Tetapi, biarlah.

Aku akan pergi ke minimarket, membeli beberapa mie instan. Aku tidak dapat hidup tanpa itu, apalagi dengan cuaca dingin seperti ini-apa yang tidak lebih baik selain mie hangat?

"Hanya ini saja?" tanya kasir berambut biru didepanku.

"Ya, oh sebentar - nah sudah," jawabku, sambil menambahkan cokelat yang ada di sebelah kounter kasir.

Saat aku berjalan keluar, seorang lelaki berambut hitam sedang menggendong bayi. Terlihat kesusahan. Ia memakai sweater abu-abu dan kacamata yang membuatnya terlihat manis. Aku mengira ia masih seusiaku, mungkin agak tua sedikit. Kasihan sekali, bayi yang ada di tangannya sekarang makin menangis menjadi-jadi, dan si laki-laki tidak menunjukkan kecakapan sama sekali dalam menangani bayi.

Baik.

"Kau butuh bantuan ?" tanyaku sambil mendekat kepadanya.

"Aku tidak tahu kau siapa, tapi ya aku butuh bantuan," jawabnya, masih melihat ke arah si bayi, mencoba menenangkan, sayangnya, si bayi tetap menangis kencang.

"Oh jangan khawatir, aku seorang dokter anak - well segera akan menjadi,"

"Ludwig Maximilian ya ? Aku di Teknik,"

"Oh begitu-sini-kutenangkan,"

Lalu si lelaki berambut hitam menyerahkan sang bayi padaku. Aku, dengan entah karisma apa memang bisa menangani anak-anak sejak dulu, maka dari itu aku memutuskan untuk menjadi dokter anak. Ketika para gadis seusiaku membenci anak-anak karena mereka berisik, bawel, dan menyebalkan - aku biasanya akan memahami mereka, dan yah-mengajak bermain. Para gadis itu lupa, bagaimana rasanya menjadi anak-anak. Ketika apa yang ada di dalam kepalamu hanya kartun, bermain, dan Disney Channel. Aku suka cara berpikir mereka yang masih jernih, tak ternoda. Saat aku sudah bosan dengan pandangan satir dan sinis teman-temanku, anak-anak merupakan pelarian yang bagus.

Bayi yang kugendong sekarang kira-kira masih 6 bulan, dan tentunya harus diberi ASI. Aku tidak tahu kenapa bayi ini berakhir di tangan laki-laki ini, mungkin anaknya-oh aku tahu! Mungkin ini anaknya, mungkin pacarnya hamil dan dia tidak mau tanggung jawab, lalu setelah melahirkan dan merawat anaknya selama 6 bulan-

"Haru kasihan, ibunya depresi berat, jadi aku membawanya tadi sore. Tapi, aku sungguh bodoh-aku tidak memikirkan bagaimana cara merawatnya," ujar lelaki disebelahku, sambil tertawa kecil dan menggaruk bagian belakang lehernya. Oh, rupanya aku salah. Bukannya mahasiswa bejat yang tidak bertanggung jawab, lelaki disebelahku adalah mahasiswa teknik bagaikan peri.

"Oh begitu, sebenarnya, bayi sekecil ini tidak boleh dibiarkan tumbuh tanpa ibunya. Dan terlebih tidak boleh diurus pria muda tak berpengalaman sepertimu, maaf," jawabku diiringi tawa hambar. Tapi serius, bayi sekecil ini bahaya sekali jika diurus dengan serampangan.

"Aku-tidak tahu harus bagaimana-"

"Kau bisa menghubungiku. Nanti aku berikan kontaknya. Tenang, aku bisa dipercaya kok, aku bukan penculik bayi,"

"Baiklah, terima kasih atas bantuanmu,"

Lalu , pria tanpa nama itu tersenyum padaku. Aku merasa kami akan bertemu lagi. Bukan karena alasan jatuh cinta pada pandangan pertama atau apa, tetapi karena bayi yang ada di tanganku-yah-aku tidak mempercayai pria ini bisa bertahan dengannya lebih dari 4 hari.





Keesokan harinya, aku masih berada di dormku. Masih menyedihkan. Masih menggambar. Aku bangun pada pukul 9, menggemukkan diriku dengan memakan apa saja yang tersisa dari cemilan tadi malam, lalu menonton Netflix.

Sekitar pukul 5 sore, seseorang mengetuk pintu dormku.

"Hai! Aku butuh bantuanmu,"

Jelas.

Lelaki tanpa nama itu masuk ke dormku, dan anehnya aku membiarkannya masuk. Aku bahkan tidak mengenalnya.

"Euhm, kau benar, aku butuh bantuanmu," bisik si pria kepadaku.

"Bagaimana kau menemukanku ? Aku bahkan tidak menyebutkan namaku saat kita bertemu terakhir kali," tanyaku curiga. Apakah dia penguntit ?

"Tidak, aku berteman dengan wanita yang mengurus administrasi mahasiswa Ludwig Maximillian. Lalu, aku melihatmu di daftar mahasiswa kedokteran. Simpel,"

"Kau seorang detektif?"

"Aku harap begitu. Karena Ibu Haru dikabarkan hilang 2 hari lalu,"

"Well, mungkin dia hanya pergi sebentar,"

"Tidak. Seseorang mengirimi surat kaleng satu hari sebelum dia hilang,"



ChaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang