Prolog

219 1 0
                                    


"Langit cerah, apakah selalu berwarna biru?"- Sebuah pertanyaan sederhana dan sangat mudah untuk dijawab. Semua orang- tidak, bahkan anak-anak bisa menjawabnya. Tetapi, apakah benar itu jawaban sebenarnya?

Saat itu, aku sedang sendirian melihat ke atas langit. Mencoba memastikan apakah aku aman-aman saja dalam perjalananku nanti, atau aku membawa sesuatu untuk perlindunganku, seperti payung. Dan kurasa aku tidak memerlukan hal tersebut. Karena langit saat ini begitu cerah, dan itu berwarna biru.

Tanpa sadar diriku bertanya - "Langit cerah, apakah selalu berwarna biru?"

Sedikit lama aku terdiam, kemudian terlihat sedikit senyuman di wajahku. Ya ampun, apa yang kutunggu, coba. Tentu saja yang kulakukan ini percuma. Mana ada suara entah dari mana yang serta-merta menjawab pertanyaanku. Berangkat saja, lah.

Semua barang yang akan kubawa sudah aku cek, alat tulis serta seragam sudah kupastikan lengkap. Seperti yang sudah kuduga, tetap saja ada hal yang menggangguku. Kemudian aku menghela nafas.

Baiklah kalau begitu. Sebagai contoh data, kita akan bertanya kepada seorang anak kecil -"Langit cerah, apakah selalu berwarna biru?"- dengan polosnya anak itu berkata 'Iya'. Kita lakukan lagi dengan 100 orang secara acak. Mengejutkan! Sebagian besar berkata 'iya'.

Lain lagi jika pertanyaannya kita ganti, "Bagaimana langit malam yang cerah itu?" Ada yang menjawab, malam dikatakan cerah ketika terlihatnya bintang-bintang di langit atau cahaya sinar bulan bersinar terang tanpa ada yang menghalangi, atau dalam artian langit tidak tertutup oleh awan mendung.

Kurang lebih seperti itu.

Oh iya, akan berbeda lagi jikalau sore hari, loh!

Jadi, bagaimanakah dengan kamu?

Begitulah karakter manusia. Mereka benar tetapi salah.

Maksudku, mereka memang 'benar' jika langit terlihat seperti itu. Karena pada kenyataannya ketika kita sama-sama melihat langit dan seperti itulah apa yang kita lihat. Berwarna.

Kalau kamu ingat, di pelajaran fisika pernah disinggung mengenai cahaya putih yang jika dilewatkan bidang prisma, maka akan terdispersi menjadi spektrum cahaya.

Nah, begitu juga dengan cahaya matahari, cahaya ini setelah masuk melewati atmosfer bumi, akan terdispersi menjadi berbagai macam panjang gelombang. Masing-masing panjang gelombang ini akan muncul sebagai berbagai macam warna seperti warna pelangi.

Setiap warna dipancarkan pada ketebalan prisma yang berbeda. Panjang gelombang yang tinggi jika ditangkap oleh mata akan terlihat sebagai warna merah, orange, dan kuning. Sedangkan panjang gelombang yang rendah dikenali oleh mata sebagai warna biru, ungu, dan hijau.

Warna-warna yang memiliki panjang gelombang tinggi tadi akan diteruskan secara lurus sedangkan warna-warna yang panjang gelombangnya rendah akan disebarkan ke segala arah. Itulah mengapa warna biru menjadi dominan di langit karena warna biru dari cahaya matahari disebarkan ke segala arah.

Peristiwa yang dijelaskan pada paragraf di atas dinamakan Rayleigh scattering. Menurut Rayleigh, cahaya yang memiliki panjang gelombang rendah akan memiliki intensitas perpendaran yang lebih besar.

Ketika senja menjelang, langit akan berubah warna menjadi merah kekuningan. Hal ini terjadi karena posisi matahari yang tadinya tepat di atas kita berubah menjadi serong sehingga jarak pandang kita juga berubah.

Karena jarak yang berubah ini, maka ketebalan atmosfer yang ditembus cahaya matahari hingga ke mata kita juga bertambah tebal. Atmosfer bumi kita dapat dianalogikan seperti prisma yang akan meneruskan cahaya dengan warna tertentu pada ketebalan tertentu.

Warna yang memiliki panjang gelombang tinggi seperti warna merah diteruskan pada atmosfer yang lebih tebal sehingga warna langit tampak merah jingga pada saat matahari terbit atau terbenam. Warna biru pada laut tak lain merupakan pantulan dari warna langit. Begitulah ceritanya, mengapa langit dan laut berwarna biru. (Source)

Dan itulah yang membuat mereka 'salah'. Salah mengira bahwa langit berwarna padahal sebenarnya tidak.

Bisa dibilang aku benci dengan karakter manusia yang seperti itu. Karena karakter manusia yang seperti itu bisa menyebabkan kesalahpahaman. Bahkan bisa lebih buruk lagi jika ditambah karakter manusia yang keras kepala. Mereka yang keras kepala selalu menganggap diri mereka benar entah mereka tahu apakah mereka benar ataupun salah.

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Aku juga termasuk manusia, maka dari itu aku akan menerimanya. Menerima semua sisi busuk manusia. Karena percuma saja bagiku untuk keluar dari semua ini. Hasilnya mustahil.

Oke kita kembali lagi ke langit. Dari semua itu kita dapat kesimpulan :

Jadi untuk jawaban dari judul -"Langit Cerah, Apakah Selalu Berwarna Biru?"- adalah TIDAK!!

Dan aku akan menggantinya, kurasa.

Oh gawat, aku harus cepat-cepat berangkat ke sekolah!

Langit Cerah, Apakah Selalu Berwarna Biru? (La-Apairu)Where stories live. Discover now