Untitled

419 36 43
                                    

Dahulu kala di sebuah Kerajaan Alfedein tinggallah seorang gadis cantik yang begitu ceria dan periang. Ia hidup bahagia dengan ayah, ibu, dan adik perempuannya. Hingga pada ulang tahunnya yang ke-10, musibah menimpa hidupnya. Ibunya meninggal karena terpeleset di kamar mandi. Kepalanya terbentur dan akhirnya ia kehabisan darah. Hal ini membuat si gadis merasa sedih.

"Ahh.. Mengapa ia harus meninggal sekarang? Ia bahkan tidak meninggalkan surat wasiat atau apapun untukku. Cih." Itu lah yang ia ucapkan saat kabar kepergian ibunya terdengar hingga telinganya. Wajah sedihnya benar-benar menggambarkan perasaannya.

Ya, ia adalah seorang gadis yang sangat periang karena sangat mudah tertawa dan sangat jarang terlihat suram. Bahkan mungkin tidak pernah. Iya, ia mudah tertawa, karena sesuatu yang sangat tidak umum. Ia adalah gadis kurang ajar yang sangat suka mempermainkan orang di sekitarnya. Saat orang lain menderita karena permainannya, ia merasa terhibur dan akhirnya tertawa. Gadis yang periang bukan?

Selain itu ia termasuk gadis yang sangat durhaka. Setiap hari ia tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Yang ia kerjakan hanya bermalas-malasan sambil membaca buku kesukaannya. Ibunya lah yang selalu mengerjakan setiap pekerjaan rumah. Gadis durhaka ini bernama Cinderene.

Ia mempunyai seorang adik perempuan yang umurnya berbeda 5 tahun bernama Cecilia yang biasa dipanggil Cili. Bukan, bukan cili yang penyebutannya sama seperti chili atau cabai, tapi Cili yang dieja dengan huruf S. Apa? Penyebutannya menjadi sama seperti Silly atau konyol? Hmm. Itu mungkin lumayan tepat untuk mendeskripsikan si adik ini.

Cili adalah seorang anak yang sangat rajin. Tapi ia mempunyai penyakit-atau kutukan?-sejak ia lahir, yaitu sangat pelupa. Ia seorang anak yang rajin. Sungguh berbeda 180 derajat dari kakaknya. Ia suka membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah seperti mengepel dan mencuci pakaian. Tapi sifat rajin yang ia miliki ternyata berdampak sebaliknya. Sifat rajinnya membawa malapetaka. Bagaimana tidak? Karena sangat pelupa, ia selalu mengepel rumahnya setiap lima jam sekali setiap hari, tak peduli siang ataupun malam. Tidak jarang Cili kelelahan lalu jatuh pingsan. Saat ia sadar, ia akan mengulangi kebiasaannya. Bukan, bukan masalah kelelahan Cili, tapi harta yang ia jual hanya untuk membeli cairan pembersih lantai saja bukan main banyaknya. Cinderene merasa terancam dengan kutukan adiknya. Ia mengira suatu saat adiknya juga akan menjual buku kesayangannya untuk membeli cairan pembersih lantai. Itu adalah mimpi buruknya. Untuk mencegah ini terjadi, Cinderene sering mengunci kamar adiknya.

Cukup dengan kisah ketiga anggota keluarga ini. Bagaimana sosok pemimpin keluarga 'bahagia' ini? Si ayah bekerja sebagai pedagang yang suka berkelana dari satu kerajaan ke kerajaan lain. Ia hanya pulang sehari dalam sebulan. Atau bahkan dua bulan. Saat beliau pulang, keadaan di rumah baik-baik saja. Cili terlihat mengurung diri di kamar. Si Ayah memakluminya karena berpikir bahwa Cili sedang dalam masa pubertas. Istrinya-si Ibu-selalu melakukan pekerjaan rumah layaknya seorang istri biasa. Sedangkan Cinderene? Ah, ia sering tidak ada di rumah saat ayahnya datang. Mungkin mencari 'hiburan' di kota, atau membeli buku kesukaannya. Tapi sesekali ia berada di rumah dan membaca bukunya. Si ayah terlalu lelah untuk memperhatikan detail buku apa yang dibaca oleh Cinderene dan mengasumsikan bahwa putri sulungnya ini adalah seorang gadis yang selalu haus akan ilmu hingga ia selalu membeli buku untuk menambah pengetahuannya. Jadi intinya.. Si Ayah tidak pernah mengetahui abnormalitas keluarganya.

Hingga suatu hari, satu bulan setelah meninggalnya Si Ibu, Si Ayah kembali ke rumah untuk memberikan oleh-oleh untuk anak gadisnya sebagai penghibur setelah kepergian Si Ibu. Saat memijakkan kakinya di rumah megah itu, si Ayah terkejut karena menemukan lantai putihnya begitu bersih tanpa noda. Tidak ada sedikit pun debu di salah satu perabotannya. Ia mencari keberadaan anak-anaknya.

"Cinderene! Cili! Ayah pulang!" teriaknya. Tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menabrak kakinya. Si Ayah menundukkan kepalanya untuk melihat 'apa' yang menabraknya-atau mungkin 'siapa?'

CindereneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang