Galih, Toni dan Raka

122 3 0
                                    

Pagi hari, saat tetesan embun bertebaran disana-sini, disaat seperti inilah para petani menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam. Tanaman padi. Menjadi hal yang lumrah bagi insan seperti Pak Karso. Salah satu petani di Desa Karya Illahi, yang tak lain dan tak bukan adalah ayah kandung Galih. Putra semata wayangnya yang sangat beliau cintai. Galih hidup di Desa ini bersama dengan Ayah, Ibu, dan dia sebagai anaknya. Galih suka membantu ayah membawakan alat pemisah biji padi ke ladang. Ayahnya punya sekitar 2 hektar sawah. Yang menurut Galih, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak dari Galih yang hidupnya susah. Sengsara, ayahlah yang menolong mereka disaat susah dengan mengemban kerja menjadi petani di sawah ayah.

Pagi ini, Galih sudah tiba di saung milik para petani yang bekerja. Hanya sekadar duduk-duduk menikmati sejuknya udara pagi, dan melihat panorama alam yang sangat indah. Dia tak menyangka bahwa, disampingnya ada dua anak sebaya dengannya. "Hai Toni!, hai Raka!" Sapanya dengan baik. Kedua orang tua sahabatnya juga bekerja sebagai petani. Senasib dengan ayah Galih.

"Oh, hai Galih! Apa kau sudah sarapan?" Raka menyapa balik sahutan Galih dan bertanya. "Aku...? Tentu sudah! Aku makan nasi dengan telur mata sapi yang ibu buat. Hmm..itu sangat enak. Ditambah lagi dengan siraman kecap manis diatasnya. Rasanya tidak terbayang kelezatannya." Jawab Galih pamer. "Aku juga makan yang enak pagi ini!, sepiring nasi dengan tempe dan tahu goreng yang tak kalah lezatnya dengan masakan ibumu.." sahut Toni yang tak mau kalah. Raka hanya menggeleng melihat perilaku kedua temannya yang seolah sedang berkelahi. Tapi tidak! Mereka bertiga, tidak suka berkelahi. Mereka cinta damai. Hidup akan tentram kalau tidak ada yang berkelahi. Begitulah kira-kira penjelasannya.

Suasana kembali sunyi. Hanya deru angin yang sesekali menepis rambut mereka. Kesunyian kembali mewarnai kebersamaan mereka. Ketiga sahabat itu duduk bersila sembari memainkan lantunan musik yang keluar dari mulut mereka satu-satu. Namun akhirnya, mereka bernyanyi bersama. Hal ini biasa mereka lakukan setiap kali libur sekolah. Galih menoleh pada kedua sahabatnya "Toni, Raka..apa kalian ingat, salak milik ayah yang kubawa kesini untuk kita makan?" Dengan cepat, mereka berdua mengangguk. "Nah, aku jadi kepikiran mau makan salak selepas dari saung ini." Mata kedua sahabatnya berbinar. Sudah lama juga mereka tidak makan buah manis yang satu ini. Daging buahnya sangat manis bila sudah matang. "Masalahnya, aku tidak tahu, dimana bisa mendapatkan buah salak." Mereka bertiga terdiam dan berfikir. "Bukankah di bukit itu ada kebun salak?" Toni menunjuk kearah bukit yang tinggi menjulang di depan mereka.

"Aku tahu itu..tapi, ayah pernah mengingatkan kepadaku agar jangan pernah masuk kedalam bukit tua itu." Galih menahan pendapat Toni. Toni dan Raka mengangguk-angguk paham. "Ya sudah, kita kan bisa makan buah lain selain salak." Kata Raka mengajukan pendapat. "Iya sih, ka...tapi kan, kita udah lama ngga makan buah salak. Terakhir, saat aku membawa salak dari ayahku. Itu juga sudah sebulan yang lalu." Gerutu Galih menyela.

***

Saat perjalanan pulang, mereka lewat di depan rumah Pak Ilham. Pak Ilham merupakan seorang bapak yang teguh pendirian, disiplin, dan suka menolong orang yang sedang susah maupun tertimpa musibah. Pak Ilham yang kebetulan berada di depan rumahnya, menghampiri Galih, Toni, dan Raka. "Pagi anak-anak! Sepertinya, kalian sangat bersemangat. Mau kemana?" Sapanya dengan ramah. "Oh..tentu saja kami bersemangat. Bukankah, memang mutlak menjadi keharusan untuk bersemangat bagi anak muda seperti kami? Kami mau pulang. Habis dari sawah, sekadar duduk di saung. Bapak sendiri mau kemana?" Sahut Galih dengan ramah pula dan kembali bertanya. "Tidak kemana-mana. Oh ya, bapak dengar, kalian ingin buah salak yaa.." tawar Pak Ilham.
Mereka bertiga sedikit mengangguk. "Tenang saja..bapak kan punya perkebunan salak. Kenapa kalian tidak meminta saja." Kata Pak Ilham menawarkan. Ketiga mata mereka berbinar tanda bahagia.

Hai readers! Gimana ceritanya? Kepanjangan atau kependekan? Author akan berusaha memanjangkan cerita di setiap part nya, dengan cara readers mau mengajukan pendapat di Comment. Dan jangan lupa untuk Vote yaa...thanks readers!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Misteri Bukit LaranganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang