Nafasku terdengar memburu. Detak jantungku lima kali lebih cepat dari biasanya. Pandanganku mengabur tersamarkan oleh hujan yang semakin deras. Tapi aku harus terus berlari. Aku harus menghindari bayangan yang terus mengejarku itu.
"Ya Tuhan tolong aku," Aku panik setengah mati ketika melihat dia yang semakin mendekat.
Tidak. Aku tidak boleh ditangkap lagi olehnya. Kukerahkan seluruh kekuatanku untuk berlari sejauh mungkin yang aku bisa. Aku harus menghindarinya. Dia orang jahat. Aku tidak mau hidup bersamanya lagi.
"Aku mohon siapa saja tolong aku," desisku.
"Alena!"
Tiba-tiba suara itu menggema hingga membuat bulu kudukku berdiri.
"Ya Tuhan tolong aku," pintaku lagi. Perasaan takut menyeruak ketika mendengar suara itu yang semakin dekat. Seluruh badanku gemetar ketika mendengar bayangan itu terus memanggil namaku berulang kali.
Tapi, aku sudah lelah. Aku sudah tidak kuat berlari lagi. Tenagaku sudah habis karena sedari tadi aku menghabiskan waktu untuk berlari dengan jarak yang sangat jauh.
Aku segera memutar otakku. Satu-satunya yang harus aku lakukan saat ini adalah aku harus mencari tempat persembunyian. Aku tidak mungkin terus berlari seperti ini karena dia akan semakin mudah untuk menangkapku.
Pandanganku mengibas mencari tempat persembunyian. Ketika mataku menemukan sebuah pohon besar yang berada ditepi jalan, aku segera berlari kearahnya. Aku kemudian duduk meringkuk membenamkan tubuhku sepenuhnya dibalik pohon ini.
"Alena!" Suara itu kian mendekat. Bahkan, saat ini aku bisa melihat bayangan itu cukup dekat. Ia terus mencari. Tubuhnya yang tinggi tegap memutar kesegala arah untuk mencariku. Tapi sayang, hujan deras membuat pandanganku kabur. Aku tidak dapat menjangkau untuk melihat wajahnya.
"Alena!" teriaknya lagi. "Aku mohon kembalilah." Dia terus mengibas pandangan kesegala arah dan aku semakin membenamkan tubuhku dibalik pohon ini.
Aku semakin takut. Kututup kedua mataku sambil meringis ketakutan. Kubenamkan seluruh wajahku ketika aku mendengar dia mulai bergerak melewatiku. Dia mulai melangkah. Hingga akhirnya aia melanjutkan lagi menyusuri jalan ketika tidak menemukanku disini.
Perasan lega luar biasa membuncah ketika dia sudah pergi. Yang harus aku lakukan sekarang adalah aku harus pergi dari sini. Aku tidak mau ditangkap lagi olehnya sampai kedua kali.
Tapi ketika aku mulai berdiri. Tiba-tiba kepalaku sakit. Kepalaku pusing seperti berputar-putar. "Sakit," desisku.
Tidak. Aku harus kuat. Aku tidak mau ditangkap lagi olehnya. Aku harus pergi. Pergi sejauh yang aku bisa.
Aku berjalan sempoyongan. Tapi ketika aku berhasil melangkah sampai ke tengah jalan, rasa sakit dikepalaku semakin hebat. "Sakit." Desisku lagi. Aku terjatuh tepat ditengah jalan hingga aku sudah tidak kuat untuk berdiri lagi.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah klakson mobil yang sangat keras. Dan seketika itu juga, aku melihat sebuah kilatan cahaya terang mengenai seluruh mataku.
Pim Pim Pim.
Cahaya itu kini menelanku. Mobil itu berhasil menabrak tubuhku hingga melayang keudara sebelum akhirnya terseret jatuh tersempas diatas jalan.
I***
"Alena. Alena. Bangun Alena."
Suara itu terus terdengar disekitarku. Meski mataku masih tertutup rapat, tapi aku dapat mendengar dan merasakan ketika seseorang menepuk bahuku berulang kali sambil mengguncang-guncangkan tubuhku.
Dan seketika itu juga aku terkesiap. Mataku langsung terbuka lebar-lebar. Akhirnya setelah lama aku menunggu, ada orang yang membangunkanku dari tidur yang mengerikan ini.
"Alena kau sudah sadar sayang?" Dan yang kulihat pertama kali adalah wajah Renald. Dia menelingkup wajahku dengan kedua tangannya saat mengetahui kalau aku sudah sadar.
"Syukurlah kau sudah sadar sayang." Berulang kali dia mencium keningku saat aku masih terbaring diatas ranjang.
"Kau tidak apa-apa kan? Maafkan aku Alena. Aku tidak becus menjagamu." Ucapnya lagi. Renald kemudian memelukku, menciumi tengkuk leherku sambil terus meminta maaf. "Kau tahu Alena? Aku panik. Aku seperti akan mati ketika mendapat kabar kalau kau pingsan."
"Di-dimana ini?" Aku mengibas pandangan sekitar. Hanya sebuah tempat serba putih dan hanya kita berdua ditempat ini. "Dokter Thomas?" tanyaku. Terakhir kali aku masih bersamanya. Tapi kenapa sekarang aku bisa bersama Renald?
"Dokter Thomas baru saja pergi setelah memeriksamu. Kau pingsan sayang. Kepalamu pusing. Dokter Thomas bilang kalau hal ini wajar ketika seseorang mengalami amnesia dan memaksakan diri untuk mengingat semuanya." Ucap Renald sambil membelai wajahku. "Mulai sekarang jangan pernah mencoba mengingat-ingat lagi. Itu akan menyakitimu. Lupakan saja semua masa lalumu dan kita bisa memulai lagi dari awal."
Aku menatap Renald dalam-dalam. "Kenapa sepertinya kau sangat berharap aku tidak bisa mengingat tentang masa laluku?"
Dahinya mengerut saat mendengar pertanyaanku. "Tidak. Bukan begitu maksudku Alena." Ia terlihat mengacak-acak rambutnya sendiri.
Ehemm. Dia berdehem. Pandangannya mengibas melepaskan diri dari pandanganku seperti ingin menyembunyikan sesuatu. Dan ketika dia melakukan itu semua, aku semakin curiga.
"Renald?" panggilku.
Dia menoleh.
"Tapi sepertinya aku mengingat sedikit tentang apa yang terjadi dimasa laluku." Ucapku lantang.
Dan tiba-tiba wajah Renald langsung berubah menjadi sangat pucat. Dia kembali menatapku dengan membuka sedikit mulutnya seakan sangat syok atas pernyataanku. Ia berdiri kaku disana sambil menatapku dalam-dalam.
"A-apa?" Bibirnya bergetar.
"Dan sepertinya, aku tidak mungkin menikah denganmu besok." Ucapku lagi.
Jangan lupa mampir Kiss me hug me touch me yup.. Love you readers
KAMU SEDANG MEMBACA
My Future Husband ( My Perfect Husband )
RomanceShit! Aku memasuki altar pernikahan disaat aku tidak mengingat semuanya. Maksudku, aku sedang amnesia. Bahkan aku lupa siapa diriku sebenarnya tetapi aku harus menikahi pria itu!