Hari ini Shasya kembali bersedih. Padahal langit begitu cerah dan angin pun berhembus dengan pelan mengundang rasa kantuk, namun gadis manis ini terpaksa menyendiri diatap gedung apartemen tempat tinggalnya. Bukan untuk kali pertama, tapi untuk kesekian kalinya. Tempat ini memang selalu rutin ia datangi, dikala tengah dirundung sedih dan rasa tertekan. Shasya menghapus kasar buliran air matanya yang nyaris saja terjatuh dari pelupuk mata, bibirnya tak kuasa untuk tidak melengkung kebawah membentuk sebuah pelangi terbalik.
Ia bosan menangis...menangis karena hal yang sama. Karena Jack, Jack dan Jack. Kekasihnya, yang lagi-lagi dengan seenaknya membatalkan janji makan malam secara sepihak. Namja itu menghubunginya satu menit tepat sebelum Shasya bermaksud pergi, hanya lewat pesan singkat yang teramat singkat...Shasya bahkan tak butuh satu detik untuk selesai membacanya dan meski pun ia mencoba menelpon serta berkali-kali mengirim pesan balasan, Jack tak juga mengangkat telpon atau membalas pesan singkatnya.
"Tega sekali kau."
Shasya menggenggam keras ponsel touch ditangan kanannya. Ingin sekali ia meremasnya hingga hancur atau melemparnya kebawah sana...namun ia tak mungkin melakukan semua itu, karena tanpa ponsel ini bagaimana jika nanti Jack menghubunginya?
Bodoh...
Bahkan setelah apa yang terjadi selama ini...disaat tengah bersedih pun Shasya masih saja mengharapkan Jack dan berpura-pura lupa akan siapa yang membuatnya bersedih seperti ini.
Mengapa sebagai manusia...diri ini lemah sekali.
"Kau pasti sedang menangisi kekasihmu kan?"
Baru saja Shasya hendak kembali mengeluarkan umpatannya tentang Jack, sebuah suara asing menghalangi keinginannya.
Dengan perasaan kaget bercampur panic, Shasya menoleh kesegala arah... bermaksud menemukan siapa gerangan pemilik suara asing tersebut. Namun nihil, tak ada siapa pun kecuali dirinya diatas atap ini.
Siapa?
Siapa gerangan pemilik suara yang seakan mengetahui segalanya itu?
"Aku diatas sini!"
Dengan refleks cepat Shasya menengadah... dan menemukan sosok seorang laki-laki tengah duduk diatas tangki air dengan mengayunkan satu kakinya, sementara kakinya yang lain ia tekuk guna menumpu tangannya.
Shasya membisu.
Sosok itu... sungguh seolah tidak nyata. Bagaimana mungkin ada paras setampan itu? Keindahan yang sungguh tak mungkin dimiliki oleh seorang manusia.
"Aku punya satu cara untuk melampiaskan kekesalanmu."
Lelaki itu melompat turun dengan baik. Gerakannya begitu ringan dan terlihat mudah ia melakukannya... padahal tiang tempat tangki air itu berada cukup tinggi. Namun ia seolah mendapat bantuan dari angin hingga dapat meringankan tubuhnya dan mendarat dengan mulus.
'dia.. siapa?'
-
-
-
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Devil Fall in Love
RandomKetika sang iblis jatuh cinta… Cinta bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan sebuah lubang…yang gelap dan dalam, tempat yang akan sulit bagi kita untuk keluar, jika terjatuh kedalamnya. Cinta bagi sebagian insan tak ubahnya bagaikan alunan music…ya...