Chapter 1 : Berita Duka

3.1K 135 33
                                    

9 Agustus 2016

Waktu berlalu dengan cepat bagi EG Group, tanpa adanya kasus berarti yang mereka perlu untuk selesaikan. Setelah kekacauan yang terjadi sebelum pernikahan Hendra, akhirnya EG Group bisa bernapas dengan tenang selama beberapa saat. Untuk hari ini, semuanya kelihatan bahwa semuanya berlalu dengan normal saja, karena tidak ada gejolak yang berarti terjadi.

Sudah hampir satu bulan sejak terakhir kali EG Group mendapatkan masalah untuk ditangani. Untuk kali ini, mereka mensyukuri keadaan yang tenang itu. Kasus mereka yang lalu banyak menguras tenaga dan emosi, jadi sepertinya mereka memang butuh istirahat sejenak sebelum menuju ke kasus mereka yang berikutnya. Saat ini, kita sudah berada di bulan Agustus, tepatnya pada tanggal 9.

Siang itu, keadaan tenang - tenang saja. EG Group tengah bercengkrama satu sama lainnya, sambil menunggu saatnya waktu pulang kantor mereka. Semuanya berjalan dengan normal, ketika tiba - tiba saja ada sebuah nada dering yang memecah suasana itu.

EG Group melirik satu sama lainnya ketika mendengar suara itu. Untuk kali ini, Pak Indra menghela napasnya dengan lega karena bukan ponselnya yang berbunyi. Kalau saja ponsel Pak Indra yang berbunyi dengan nama Hendra muncul di layarnya, maka bisa jadi sebuah masalah datang pada mereka. Untungnya, suara itu bukan berarti bahwa mereka akan mengalami masalah yang dibawa oleh Hendra. Melainkan, suara itu berasal dari ponsel Arin.

Ketika Arin melirik ke arah layar ponselnya, dia agak kaget karena ada seseorang yang menelponnya di saat yang seperti itu. Apalagi ketika dia melihat siapakah yang menelponnya. Arin melirik teman - temannya sejenak, yang kini balas meliriknya dengan ekspresi penasaran.

"Eh, aku angkat telepon ini dulu ya? Sepertinya ini penting," kata Arin.

Permintaan ini diiyakan oleh teman - temannya, yang tidak menanyakan apa - apa lagi seputar telepon itu. Jadi, Arin langsung saja berdiri dan keluar dari ruangan tempatnya berada. Dia melangkah menuju ke tempat yang cukup sepi di sekitar koridor tempatnya berada, sehingga tidak ada orang yang bisa mendengar percakapannya. Setelah meyakini kalau keadaannya aman, barulah Arin mengangkat telepon itu.

Satu hal yang membuat Arin merasa ganjil adalah, karena orang yang menelponnya adalah salah satu tetangganya. Hal ini tidak biasa, karena jarang sekali ada yang memberitahunya sesuatu melalui telepon seperti ini. Kalau ada sesuatu yang harus Arin ketahui, maka mereka akan mengirimkannya pesan atau menyampaikannya pada ibunya yang akan segera menelponnya. Tapi, Arin menyimpan pertanyaan itu untuk nanti, karena sepertinya dia akan segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Halo? Ada apa ya?" tanya Arin.

"Nak Arin, apa kamu akan pulang ke rumah sebentar lagi?" kata seseorang yang ada di seberang panggilan.

Arin melirik jam tangannya, "Eh, seharusnya sih sekitar satu jam lagi saya sudah pulang dari kantor. Memangnya ada apa ya? Apa ada sesuatu yang sangat penting?"

"Saya ada satu kabar buruk, nak. Tadi ... saya mencoba mengecek keadaan ibumu. Aneh rasanya, karena ibumu tidak berada di depan rumahnya untuk membersihkan halaman rumah atau hanya sekedar mencari udara segar. Jadi, saya mengetuk pintu rumahmu. Tapi, ibumu tidak kunjung juga membukakannya. Karena penasaran, saya mengintip ke arah jendela. Dari sana, saya dapat melihat kalau ibumu terbaring di dekat tangga."

Cerita yang disampaikan oleh tetangga Arin tadi tentunya sangat memprihatinkan. Sebagai satu - satunya keluarga terdekat yang Arin miliki, ibunya adalah orang yang sangat penting. Pikiran kalau ibunya kenapa - napa membuat Arin jadi agak panik. Jadi, dia berusaha menenangkan dirinya terlebih dahulu, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menanyakan apa yang sudah terjadi. Arin berusaha untuk menahan air matanya dengan sekuat tenaga, agar tidak ada yang tahu apa yang terjadi jika saja ada seseorang yang lewat di dekatnya.

The Detective 8 : Lonely GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang