Satu

679 36 4
                                    

Vina menatap hiruk pikuk kota London di hari libur seperti ini. Biasanya jalanan akan terlihat lebih sepi ketika hari Minggu tiba. Tapi berbeda untuk hari ini. Jalanan lebih padat dari biasanya.  

Untuk kesekian kalinya Vina menyesap minumannya yang mulai dingin. Sesekali membayangkan pacarnya duduk tepat di kursi kosong yang berada di sebrang meja. Mengingat hal itu, Vina malah tersenyum kecut.  

Berulang kali ia mengatakan pada dirinya bahwa pacarnya itu benar-benar sibuk. Dan Vina harus memaklumi hal seperti itu. Tapi jika bertukar kabar seminggu sekali saja tidak, bagaimana Vina bisa memaklumi hal itu?  

Suara bel berdenting pelan, diikuti seorang gadis dengan rambut hitam bergelombang melangkah masuk ke dalam cafe. Vina tidak memperdulikan kedatangan orang tersebut hingga ia mengenalinya. Dia adalah sahabat Vina. Dia Rena. Temannya itu terlihat lebih bersemangat sejak pertemuan terakhirnya beberapa minggu yang lalu.  

"Sedang menikmati hari liburmu?" Rena duduk dihadapan Vina dengan seulas senyum mewarnai bibirnya.  

"Entahlah. Malahan aku berpikir hari ini bukan hari Minggu, melihat para pejalan kaki masih saja ramai padahal salju sedang turun," ujar Vina dengan tidak berselera. Ia kembali menyesap minumannya sebelum benar-benar dingin.  

Rena hanya mengangguk setuju. Ia memesan minuman rendah kalori dan beberapa makanan ringan untuk dibagi berdua. Tentu saja ia tidak akan makan terlalu banyak dan merusak acara diet-nya yang sudah dimulai sejak enam bulan lalu.

"Bagaimana kabar Ardi? Aku dengar dia sering bepergian ke luar negeri. Apa kau tidak merasa kesepian?" tanya Rena dengan sekadarnya. Ia tak ingin membuat suasana hati sahabatnya itu bertambah buruk.  

Minuman Vina yang sudah menjadi dingin mewakili suasana hatinya. Maksudnya, tentu saja Vina sangat kesepian. "Tentu dia baik, Sobat. Untuk masalah itu aku tidak begitu kesepian karena Mrs. Calova selalu menemaniku."  

Lima menit berlalu dan minuman beserta makan ringan pesana Rena tersaji di hadapannya. Rena menyesap minumannya dan memakan beberapa kue. Hanya beberapa. Tapi Rena sangat ingin menghabiskannya karena kue itu benar-benar enak. 

"Kau masih berkutat dengan diet-mu itu?" tanya Vina dengan nada tidak terlalu suka. Matanya menatap keinginan sahabatnya untuk makan lebih banyak.  

Rena hanya bergumam sedih karena fakta itu. Ia menyesap kembali minuman rendah kalorinya. Rena menatap Vina dengan sedih. "Will bersikeras akan mengundurkan diri sebagai manajerku jika aku tidak melakuakan acara diet ini. Kau tau 'kan dia manajer terbaik yang pernah aku temukan."  

Vina tertawa pelan dengan tangan menutupi sebagian mulutnya. "Kusarankan kau makan seperti biasa, hanya saja perbanyak olahraga, seperti lari pagi di daerah apartemenmu."  

"Ia mengatakan bahwa diet diwajibkan bagi semua model, memangnya aku terlalu gemuk untuk menggunakan pakaian dalam saja?" Rena mulai menggerutu. "Mungkin aku akan mengatakan ide tersebut pada Will, semoga ia setuju."  

Vina ikut tersenyum ketika Rena mengukir senyum harap di bibirnya yang merah muda itu. Untuk pertama kalinya Vina geli mengakui bahwa bibir Rena memang merah muda. "Aku senang jika Will menyetujui hal ini. Diet yang dia berikan sangat mengerikan."  

Rena melirik layar ponselnya. "Aku harus segera pergi, Will mengatakan aku harus segera bersiap untuk peragaan busana nanti malam. Maafkan aku karena tidak banyak membantu," ujarnya dengan nada menyesal.

MavinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang