Dia masih saja terjaga, padahal sudah gelap dan hanya lampu di dekat akuarium yang menyala. Seharusnya para penghuni rumah ini sudah tertidur, termasuk dia.
Gadis itu bernama Karin. Ia selalu membawa kehebohan setiap kali muncul. Sering suaranya terdengar nyaring saat dia belum atau bahkan tidak muncul.
Aku tentu lebih suka mendengar suara Karin saat ia di depanku. Memungkinkan aku melihat senyumnya yang ceria. Lebih suka lagi saat dia mengajakku bermain. Dia akan menempelkan jari di kaca lalu aku mengikuti gerakan jarinya dengan lincah.
Terkadang dia hanya mengajakku bicara. Bercerita tentang apa yang baru saja dia makan atau apa yang terjadi di sekolah.
Dia juga senang bernyanyi. Paling sering dia menyanyikan lagu yang juga beberapa kali kudengar disenandungkan oleh Mama saat duduk di sampingku.
"Love me tender, love me true, all my dreams fulfilled.
For my darlin' I love you, and I always will."
Selain Karin dan Mama, aku juga suka mendengar suara Alvin. Suara yang berat dipadu dengan pengucapan yang seolah bertempo tertentu itu menghasilkan efek menenangkan. Sayang dia jarang berbicara denganku. Malah, belakangan ini Alvin mulai jarang terlihat. Bahkan, bisa dibilang aku tidak pernah melihatnya lagi.
Terakhir aku mendengar suaranya saat dia menghampiriku, setengah diseret oleh Karin.
"Mau ngomong apa, sih?" begitu kata Alvin. Seperti kataku, Alvin memang jarang berbincang denganku, apalagi di depan Karin. Sepertinya dia lebih suka berbicara berdua saja denganku.
"Terserah, tapi harus ngomong yang baik," ucap Karin tegas, melirikku sekilas sebelum mendelik ke arah Alvin.
Alvin memutar bola mata sebelum menghadap ke arahku. "Aku pergi dulu ya, Bobo. Titip Karin. Kalau dia nangis, kamu SMS aku biar bisa kuomelin dia."
"Haduh, nanti kalau Bobo benar SMS, kamu pasti kaget!"
"Lah, biasanya kami malah video chat. Ya kan, Bo?"
"Hih, sembarangan! Ayo ah, nanti dimarahin sama Mama. Bobo, Karin pergi dulu, ya. Jaga rumah biar gak ada anak nakal yang masuk."
Aku bergoyang ke kiri dan kanan, memberi tanda bahwa aku akan berusaha melaksanakan perintah Karin. Walau aku tidak tahu anak nakal itu seperti apa rupanya dan apa yang harus aku lakukan jika mereka datang.
Sejujurnya saat mendengar kata 'pergi', aku merasa sedikit tidak nyaman. Yang aku tahu, 'pergi' berarti aku tidak akan bertemu mereka selama beberapa saat. Kadang tidaklah lama, kadang cukup lama sehingga aku merasa kesepian.
Yah, aku memang tidak pernah sepenuhnya sendirian, sih. Kalau Karin tidak ada, masih ada Alvin, yang sering juga mengajakku bicara. Lalu kalau mereka berdua tidak ada, masih ada Mama yang menyapaku seperlunya hampir setiap kali dia lewat.
Sementara Papa, jarang sekali menyapaku secara khusus. Aku hanya mendengarnya bicara jika mereka sedang berkumpul di dekatku. Itu pun sering terkalahkan oleh dominasi suara Karin.
Tetap saja, Papa punya suara dengan efek menenangkan yang sama dengan Alvin.
Selain itu, aku juga suka apabila disapa oleh Bibik. Dia tidak memiliki suara seberat Alvin atau Papa, tapi menyenangkan seperti Karin.
Kombinasi yang pas. Dia juga rajin menyapaku setiap kali melintas walau hanya sekadarnya.
Aku perhatikan saat Bibik yang memberiku makan, maka itu berarti Karin dan Mama sedang menghilang. Biasanya itu berlangsung cukup lama, bisa empat kali pemberian makan atau malah pernah sampai aku tidak bisa lagi menghitung. Lebih dari dua puluh kali, sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bobo
Short StoryProject kedua dari Serapium Punya Cerita adalah cerita tentang binatang. Saat itu saya sedang terobsesi dengan ikan, sehingga terpikirlah untuk membuat cerita tentang ikan. Ide ceritanya sendiri sebenarnya cukup sederhana. Gara-gara iklan, "Sudah ma...