Crypshant

103 3 9
                                    

"Hoaaahem..."

Aku menyipit, begitu membuka mata berkas sinar pagi yang langsung menyapa. Kemudian kulirik jam beker yang ada di pinggir nakas. Jam setengah tujuh tepat. Terlalu awal aku bangun dari tidur, kurasa.

Dengan tenaga seadanya, aku mengulat dari ranjang hingga tepat berdiri untuk mengambil handuk. Bersiap mandi kemudian. Rutinitas manusia normal yang sudah dibudayakan oleh ibuku sedari aku kecil.

Shower lalu memancarkan air hangat yang tepat untuk mengusir rasa kantuk yang tersisa. Tak banyak yang bisa kupikir selama air mengguyur tubuh. Apa pula memang yang remaja berumur tiga belas tahun sepertiku renungi di kamar mandi selain ingin cepat menyudahi mandinya, bukan?

Sudah berpakaian lengkap, ransel coklat lusuh di punggung, serta ponsel di genggaman. Aku pun keluar dari kamar sembari memasukkan username dan password untuk log in di Crypshant fanbase web. Kudapati beberapa notifikasi untukku kemudian.

Adriana_anairda

"What a nice skill. Pasti kau seorang maniac."

 Keiji Arisugawa

"Umurmu tiga belas tahun? Tunggu saja, nanti kau bisa menjadi asisten Adam Collins."

 Rose Vi

"Karyamu keren. Four thumbs up!"

Apresiasi yang luar biasa. Kemarin malam baru saja aku meng-upload karyaku, sebuah gambar salah satu karakter favoritku di komik seri Crypshant karya Adam Collins, Detektif Sam. Kalau ditanya tentang alasan mengapa aku mengidolakan detektif itu, bersiaplah. Semalam suntuk aku tak akan selesai menjelaskannya, percayalah.

Setelah berhasil menuruni anak tangga dengan mata yang terus terpaku pada layar gadget di tangan, aku langsung disambut oleh ayahku dengan sapaan hangat begitu sampai di ruang makan.

"Oh, Jim. Hari ini kau bangun pagi. Memang sudah seharusnya begitu, Nak." Kata ayah yang melepaskan pandangannya dari halaman koran, di belakang meja makan beliau tertawa renyah.

"Yeah," sahutku sembari meringis membalas candaan ayah itu. Beliau memang begitu, sikapnya berfluktuasi tergantung kondisi. Bisa menjadi sahabat yang menyenangkan, dan juga ayah yang begitu tegas.

"Mungkin kau tak begadang semalam. Biasanya kau seperti makhluk nokturnal, di belakang meja yang berantakan dengan alat gambar juga laptop menyala." Ibu ikut menimpali dengan tangan sibuk mengatur hidangan untuk sarapan keluarga.

Aku kembali meringis, kemudian mengambil duduk di samping kanan ayahku. Kemarin aku tidur jam satu malam, dan aku tak tahu itu bisa dikategorikan sebagai begadang atau tidak. Karena aku seringkali tidur jauh lebih larut dari itu.

"Hei, lihat! Seumur hidup, baru kali ini aku menemukan ruang makan diisi oleh tiga orang. Kupikir tamu dadakan, ternyata kau, Jimmy?"

Suara nyaring khas bocah perempuan itu sudah kutahu milik siapa. Tentu saja adikku yang sangat menggemaskan terkadang juga menyebalkan, Clara. Dengan wajah yang dihiasi sedikit garis bantal sudah berani ia mengolokku begitu.

"Kali ini aku bangun lebih dulu darimu. Berhenti untuk mengejekku lagi, oke?"

Clara tertawa hambar. "Lihat saja, ini adalah bangun lebih pagimu yang pertama dan terakhir. Aku berani bertaruh."

Baru saja aku ingin membalas ledekan adikku itu, Ibu langsung menepuk satu tangannya. "Sudah, ayo kita sarapan."

Aku mengalah untuk sementara, memendam keinginan untuk menghilangkan ekspresi luar biasa menyebalkan dari wajah Clara yang merasa menang. Kemudian aku mengambil satu sandwich dan melahapnya cepat.

CrypshantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang