Chapter 1

1.3K 32 0
                                    

Gagang telepon rumah yang digenggam tangannya jatuh seakan tak ada sedikitpun tenaga yang menyangga. Suara berat disebrang sana sayup-sayup terdengar mengisyaratkan bahwa orang itu berbicara dengan keras. Seluruh tubuh gadis itu bergetar. Sungguh, sesuatu yang sangat tak ingin didengarnya. Tidak butuh waktu lama, hingga tubuh tegapnya tumbang. Dadanya penuh sesak. Ingin sekali ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, namun isak tangis menahan paru-parunya. Isak tangis yang terdengar begitu pilu. Rambut ikalnya yang tertata rapi menjadi sasaran amukan. Ditatapnya lekat-lekat gagang telepon rumah yang sudah terjatuh ke lantai. Untuk pertama kali,ia berharap jika salah dengar.


****
Gadis dengan koper besar memeluk satu-satu orang-orang yang menyambutnya. Raut kerinduan terpampang nyata di wajah gadis itu. Dia tersenyum hangat.

"Fy, ada apa kau datang jauh-jauh dari Roma ke Istanbul?" Tanya wanita paruh baya yang tak henti-hentinya tersenyum bahagia. Sorot matanya tak mampu menyembunyikan rasa bahagia dengan kejutan yang didapatkannya.

"Why not? Turki adalah negara kelahiran ku." Wanita itu -Ify- berpura-pura kesal. Pertanyaan ibunya seakan tak ingin mengharapkan kedatangannya. Walaupun Ify tahu bahwa itu tidak benar.

"Tentunya juga untuk merayakan ulang tahun ku." Ulang tahun. Sesuatu yang selalu ditunggu-tunggunya. Sungguh, kehangatan keluarga membuatnya damai dari segala kesibukan yang menghimpit selama ini.


"Ooh, beberapa hari lagi kau akan dewasa." Pria dengan setelan jas yang rapi memasukkan tangannya ke dalam kantung celana. Meskipun rambutnya sudah memutih, namun karismatik yang ia miliki tak pernah pudar. Memimpin perusahaan terbesar di Istanbul, bukankan itu sesuatu yang 'Wah' ? Pria yang selalu suka membuat orang lain terkejut. Ify sangat menyayanginya. Gadis itu berusaha menahan haru jika mengenang masa kecilnya dengan ayahnya.


"Aku ingin kado yang istimewa di ulang tahun ku dari ayah."
****
Begitu polosnya langit malam ini, hanya bertemankan rembulan. Tak ada sedikitpun bintang yang menghiasi. Lain halnya dengan gadis cantik ini. Senyum manis tak pernah lepas dari bibir tipisnya. Matanya terpejam menikmati bau khas kamarnya. Kamar yang menjadi saksi bisu pertumbuhannya. Kamar yang sangat luas untuk ditempati satu orang.


"Bagaimana keadaan di Roma, Kak?" Perempuan dengan rambutnya yang terurai menghentikan aksi Ify. Perempuan yang terlihat lebih muda beberapa tahun dari Ify, menjabat sebagai adik kandungnya.

"Baik." Ify tersenyum. Kini adiknya sudah tumbuh besar sama seperti dirinya. Waktu sungguh cepat berlalu. "Bagaimana dengan sekolah mu?" Lanjut Ify. Mendadak gadis cantik ini teringat akan kelulusan adiknya, karena seharusnya adiknya yang bernama Sivia itu sudah lulus tahun ini.

Sivia tersenyum penuh kemenangan. Senyum yang selalu membuat Ify berdecak. Perempuan yang satu ini selalu punya jiwa saing, batin Ify.

"AKU LULUS DENGAN NILAI TERBAIK SE-ISTANBUL!!" Sivia menjerit-jerit tak karuan. Suara lengking Sivia terdengar ke seluruh penjuru ruangan.

"Astaga! Suaramu menggema di setiap sudut rumah."

Sivia terkekeh malu karena dirinya ibunya terganggu.

"Kemana ayah, bu?" Pertanyaan Ify menghentikan tawa Sivia, mau tak mau gadis berbehel itu mengalihkan pandangannya mengikuti pandangan Ify. Benar saja, ayah mereka sudah rapi dengan setelan jas kebanggaannya dan berjalan menuju lift.

"Ayah mu memang selalu mengecek beberapa file setiap jam segini ."

Ify tidak menyalahkan pekerjaan ayahnya. Dia sering melihat ayahnya seperti itu. Namun ada hal lain yang membuatnya tidak setuju jika ayahnya pergi malam ini juga.

Ify mengalihkan pandangannya ke arah jendela kamar, mencoba memastikan bahwa yang dilihatnya beberapa waktu yang lalu bukanlah ilusi semata. Langit mendung dan angin berhembus kencang.

"Cuacanya sedang buruk. Sebentar lagi akan hujan.

Cinta Tanpa SyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang