1 #

8 1 0
                                    

Hai cantik.

Begitulah tulisannya. Tulisan bertinta merah yang tertera pada sebuah kertas yang ditaruh di kolong mejanya. Raisa tampak bingung. Dikelas belum ada siapapun, selain dirinya dan seorang cowok dibagian belakang.

"Eh, lu liat ada orang lain ke kelas ini ngga??"

"Apa? Ngga. Dari tadi gue dikelas."jawab cowo itu.

"Masa sih? Terus yang nulis ini siapa?"Raisa menunjukan kertas itu.

"Lah? Tau, deh."

"Serius lu ngga liat orang masuk?"

"Emang tulisannya apaan, sih?"

"Gitu, ngga jelas."

"Orang iseng kali. Baper banget."

Raisa memandang jengkel laki-laki itu. Rasanya ingin sekali ia meninju muka laki-laki itu dan melemparnya ke ujung Monas. Ditambah lagi gayanya yang sok cool walaupun sebenarnya memang cool. Tiba-tiba Tasya dan Dio datang. Dua orang itu adalah sahabat Raisa sejak kecil, sejak ia berumur 7 tahun.

"Kenapa sih beb?"tanya Tasya.

"Eh, lu. Ngga, ngga jelas."

"Ah masa??"ledek Dio.

"Aih, ngga jelas deh lu berdua. Laper?"

"Iya, nih. Bisa kali traktirin."canda Tasya.

"Kode? Sorry gue ngga peka, ahahah."balas Raisa.

"Lu kali yang cuek, sampe perasaan gue aja ngga dipedulikan."Dio mengusap pipi Raisa lembut.

"Ngga usah pegang-pegang lu, lu mau jari lu gue patahin?"

"Jangan dong, serem amat."

Raisa mengerlingkan matanya. Akhir-akhir ini Dio memang sering menggombalinya lagi. Jujur saja, dulu Raisa merasa tersanjung karna sikapnya itu. Dia juga sempat suka, tapi tau-taunya Dio malah jadian sama adik kelas yang tak pernah diduga-duga. Sungguh menyakitkan.

"Eh, nanti lu mau nemenin gue ke kantin ngga? Gue laper banget."pinta Dio."Oke sayang??"

"Jangan panggil gue sayang, gue tonjok muka lu ntar."

"Sa, Dio kayaknya demen sama lu."ujar Tasya. Suaranya sengaja dibesarkan.

"Idih, gue udah ada yang punya."jawab Raisa.

"Sialan, jangan dua-in gue dong."Dio memasang muka sedih.

"Siapa? Kayaknya lu ngga ada cemceman, deh."kata Rasya.

"Kepo?? Kepo ya??"ledek Raisa terhadap dua sahabatnya itu."Secret."

Cemceman? Siapa sih yang nulis gituan. Orang iseng? Kayaknya bukan deh. Eh, kayaknya gue deh yang kepedean. Kepedean? Kayaknya ngga deh. Perasaan gue biasa aja. Biasa aja?? Masa sih?? Kok gue mikirin kalau biasa aja?? Njir, dasar jiwa ababil.

"Sa, kenapa sih? Lu ngelamunin apaan?"tanya Tasya.

"Dia ngelamunin gue, Tas. Iya kan?"

"Pede amat lu, Io. Gue kga ngelamun, cuma diem."

"Eh, tau Dika anak kelas sebelas??"tanya Tasya.

"Emang kenapa?"

"Dia ngeline gue, kayaknya mau kenalan, tapi speak-speak nanyain eskul."jawab Tasya sambil merapikan rambutnya yang panjang sepunggung.

"Cakepan gue atau dia?"tanya Dio. Dia mengangkat alisnya yang tebal, bibirnya yang merah tersenyum menantang.

"Cakepan...ngga tau. Gue belum pernah liat, tapi dia se-eskul sama gue."jawab Tasya."Aneh kan? Padahal se-eskul."

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Nov 18, 2015 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Secret AdmirerDove le storie prendono vita. Scoprilo ora