SATU

55 6 0
                                    

Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang ada di pikiran Mom. Coba kalian pikir baik-baik, aku, Brian Evans, akan disekolahkan di sekolah yang sama dengan musuhku sejak beberapa bulan lalu. Ya, walaupun kami bersahabat dulu. Mungkin Mom ingin aku dekat lagi dengannya, tapi, itu adalah sebuah kemungkinan yang sangat kecil akan terjadi.

Kami -aku dan Nathan- berbeda. Dia begitu cuek, tak peduli dengan apapun. Sementara aku, sangat peduli dengan apapun yang memang kadang dapat membuatku kesusahan juga karena terlalu peduli. Tapi, itu dia masalahnya, kami sangat berbeda. Persamaan yang ada pada kami adalah kami sangat populer karena ya, kami tampan. Walau sebenarnya aku tau aku lebih tampan. Oh, sudahlah.

Aku harus menyiapkan seragam dan buku-buku yang harus kubawa di hari pertama pindah ke sekolah baruku. Kantuk yang menyerangku benar-benar hebat, jadilah aku tertidur di sofa kamarku sampai matahari terbit di pagi hari.

***

"Kau baik-baik saja kan?"

"Tentu, Mom. I just wanna tell you if I'll come home late. I have to buy something"

"Okay, berjanjilah pada Mom kau akan berhati-hati mengendarai motormu. Jangan balapan!"

"Okay, Mom"

Oh, Tuhan, aku bohong lagi pada Mom. Aku akan ikut balapan sepulang sekolah. Aku sudah berjanji pada Luke Johnson -teman sekolah Nathan, temanku juga sekarang- kalau aku akan ikut balapan itu. Dan tentu saja Brian Evans tidak akan mengingkari janjinya.

***

Dan disinilah aku sekarang, berdiri sambil mencari-cari meja yang kosong, ditontoni banyak orang. Risiko jadi orang populer. Memang sa- YES! Ada sebuah kursi kosong di hadapan seorang gadis. Oh, aku yakin gadis itu tidak akan keberatan kalau aku duduk di hadapannya.

"Hm, permisi, apakah aku boleh duduk di kursi ini?", tanyaku dengan sangat sopan.

"Tidak"

"Ka-kau yakin?"

"Tentu"

Oh, Tuhan, gadis ini benar-benar membuatku malu. Apa dia tak tau kalau aku ini Brian Evans yang dibicarakan banyak orang? Bagaimana bisa seorang gadis menolakku? Walaupun memang gadis itu cantik sekali. Mata birunya, rambut brunettenya, dan stylenya yang memang keren, juga headphone yang dia pakai. Berhenti, Brian. Gadis itu telah membuatmu malu.

Aku memutuskan untuk duduk di kursi itu. Dan kau tau? Gadis itu langsung berdiri dari duduknya dan ingin pergi dari kantin. Kutarik tangannya.

"Apa? Apa kau tidak puas mendapatkan meja itu? Sudahlah, lepaskan aku", katanya tanpa ekspresi.

Dia melepas genggamanku. Kutarik lagi tangannya.

"Tunggu dulu. Kenalkan, aku Brian Evans", kataku sambil mengulurkan tangan.

"Aku tau dan aku tak peduli"

Woah, dia benar-benar menyebalkan. Sifatnya sama seperti Nathan. Dan ya walapun setelah
kupikir-pikir jadi terlalu peduli itu tidak baik, tapi orang yang tidak peduli dengan apapun lebih buruk. Coba kau bayangkan orang seperti Nathan Peterson atau gadis tadi menabrakmu, menurutmu apa yang akan mereka lakukan? Meninggalkanmu di tengah jalan? Atau mungkin dia akan membawamu ke rumah sakit tanpa membayar biayanya? Orang seperti mereka benar-benar menyebalkan, bukan? Jadi tak ada yang boleh menyalahkanku kalau aku benci mereka. Ya, walaupun aku belum membenci gadis itu.

OPPOSITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang