Sorry for typo's!
Happy Reading...
Ku terus melangkahkan kakiku sambil sesekali merapatkan cardigan fovoritku. Aku tidak tahu di mana langkahku ini akan berhenti, karna sejujurnya aku tidak punya arah tujuan yang jelas.
Aku tersenyum getir saat melihat ke sekelilingku. Ku lihat sekumpulan remaja seusiaku tengah asik tertawa dengan tangan berisi beberapa kantung belanjaan. Aku rasa mereka semua habis shopping. Seharusnya aku juga sama seperti mereka. Seharusnya aku juga menikmati masa remajaku bersama teman-temanku, lalu shopping, dan jalan-jalan ke tempat yang ku suka. Tapi... keadaanku tidak memungkinkan. Dan aku harus menerimanya pahit-pahit. Oh Tuhan kenapa hidupku jadi begini? Rasanya lebih baik aku mati saja. Dari pada harus menjalani hidupku yang seperti ini.
Tiba-tiba saja perkataan adik-adikku tadi terlintas dalam otakku. Kepalaku mendadak terasa ngenyut.
"Noona, aku sudah tiga bulan belum membayar uang sekolah. Dan tadi aku sudah di beri peringatan untuk segera melunasinya. Jika dalam waktu 10 hari aku belum juga membayarnya, maka dengan terpaksa aku akan di keluarkan dari sekolah." ucap Jeno, adik pertamaku yang duduk di bangku SMP. Ada rasa tak tega ketika Jeno mengatakannya padaku. Aku tahu ia tidak tega memberitahukannya padaku, tapi ia tidak punya pilihan lain-selain mengatakannya padaku. Karna sungguh tidak mungkin jika ia mengatakannya pada ayahku yang sedang terbaring lemah di atas kasur. Ya, ayahku sakit.
"Aku juga eonni. Kemarin guruku sudah memberi peringatan padaku untuk segera membayar uang tunggakan buku dan bulanan sekolah. Jika tidak segera di bayar aku akan di keluarkan." Sambung Lami, adik keduaku yang masih duduk di bangku SD. Terlihat dengan jelas raut kesedihan di wajah polosnya. Aku mati-matian menahan air mataku agar tidak jatuh saat itu juga. Bagaimanapun aku harus terlihat kuat di hadapan mereka. Sebagai seorang kakak, aku harus bisa menjadi kakak yang baik dan bertanggung jawab. Apalagi keadaan keluargaku sekarang seperti ini.
Ku raih tubuh Jeno dan Lama ke dalam pelukanku. Aku merasakan mereka menangis di dalam pelukanku. Aku mengusap punggung keduanya dengan lembut, sembari kerkata "Kalian jangan khawatir ya! Aku akan mencari cara untuk melunasinya. Aku janji, kalian tidak akan pernah di keluarkan dari sekolah."
Bagaimana caranya untuk membayar uang sekolah mereka? Aku tidak mau adik-adikku di keluarkan dari sekolah hanya karna terkena masalah ekonomi seperti ini. Aku sangat amat menyayangi mereka. Bagaimana pun mereka harus sekolah. Mereka harus menjadi anak yang pintar.
Tanpa ku sadari langkahku berhenti di depan sebuah club malam milik Lee Sooman. Club malam milik Lee Sooman ini menjadi salah satu club terkenal dan terfavorit di Gangnam. Apa aku harus melamar kerja di club malam milik Lee Sooman? Tapi... aku tidak pernah sekalipun terbesit memiliki cita-cita untuk berkerja di sebuah club malam. Namun di sisi lain aku butuh pekerjaan dan uang yang banyak. Melamar pekerjaan ke tempat lain sungguh tidak memungkinkan bagiku, mengingat aku belum menebus ijazah. Yeaa, dan tentu saja karna aku belum menebusnya. Aku masih ada tunggakan uang bulanan di sekolahku.
Dengan ragu aku memasuki club milik Lee Sooman ini. Suasana di dalam club ini masih sepi. Sepi sekali. Oh iya, bagaimana tidak sepi sekarang masih pukul 4 pm. Jelas saja belum ada pelanggan yang datang. Aku hanya menemukan beberapa pekerja yang sedang membersihkan club ini.
"Annyeonghaseyo." Aku membukkukan badan pada seorang wanita yang terlihat lebih tua dariku. Jika aku taksir umurnya, kira-kira sekitar 20 tahunan.
Ia balas membungkukkan badan padaku. "Ada yang bisa ku bantu nona?" katanya dengan ramah.
Aku tersenyum tipis. "Apa Tuan Lee Sooman ada?" tanyaku sedikit hati-hati.
"Apa nona sudah membuat janji padanya?" Tanyanya menatapku, tidak langsung menjawab pertanyaanku tadi.
Aku menggigit bibir seraya menggeleng. "Eum... belum. Aku ingin melamar pekerjaan di sini."
"Oh begitu. Tunggu sebentar ya, aku beri tahu Tuan Lee Sooman terlebih dahulu." Katanya seraya hendak melangkah pergi. Aku mengangguk.
Tak lama ia kembali dengan senyum terplester di wajahnya yang cukup manis.
"Mari ku antar ke ruangannya." Ia membimbingku menuju ruangan Lee Sooman.
"Annyeonghaseyo." Aku membungkuk sebagai tanda hormat begitu aku memasuki ruang kerja Lee Sooman.
"Ya, silahkan duduk!" Lee Sooman, si pemilik club ini mempersilahkanku untuk duduk. Aku pun menurut, dan duduk di kursi depannya yang hanya terhalang meja.
"Ku tebak, pasti kau ingin melamar kerja di sini. Benar kan?" tebaknya tepat. Aku mengangguk. Ku dengar ia terkekeh. Sial. Tua Bangka ini menertawaiku.
"Aku ingin melamar kerja di sini. Aku butuh uang." Kataku langsung pada point utama.
"Kau ingin melamar kerja sebagai apa di sini?" tanyanya dengan mata menatapku lekat. Aku sedikit menundukkan wajahku. Menghindari kontak mata dengan lelaki tua di depanku.
"Eum... mungkin bartender?" kataku ragu. Lelaki tua di depanku itu terkekeh. Sial. Lagi-lagi ia menertawaiku. Jika bukan karna aku butuh perkerjaan dan butuh uang banyak, aku tidak akan mendatangi tempat terkutuk ini.
"Sayang sekali, posisi itu sudah penuh di sini." Ujarnya, sukses membuatku menelan ludah. Aku cepat-cepat memutar otak dan berpikir. Tiba-tiba aku teringat wanita tadi. Ah, bagaimana kalau aku menjadi tukang bersih-bersih di club ini? Aku rasa itu bukan sesuatu yang buruk.
"Bagaimana kalau menjadi tukang bersih-bersih?" aku mengangkat sebelah alisku. Aku melihat Lee Sooman menghela nafasnya. Gawat, melihat reaksinya yang seperti itu aku jadi mempunyai firasat buruk.
"Sayang sekali, posisi itu juga sudah penuh." Katanya kemudian, yang sukses membuatku lagi-lagi menelan ludah. Sial. Sial. Sial. Aku sungguh sial.
"Well, sebenarnya pub ku masih membutuhkan 1 wanita bayaran." Lanjutnya. Kedua alisku terangkat secara otomatis mendengar perkataannya.
"Maksudmu... pelacur?" kataku sedikit ragu. Lee Sooman mengangguk.
"Bagaimana? Kau mau?" tawarnya. Aku terdiam, berpikir sejenak. Apa aku harus menerima tawarannya yang ini? Menjadi seorang pelacur? Hell No!!! Tapi... aku butuh uang.
Tanpa ku sadari aku mengangguk mengiyakan. "Ba-baiklah. Aku mau." Lirihku dengan amat sangat terpaksa.
"Oke, nanti malam kau bisa datang ke pub ku." Tandasnya. Aku mengangguk mengerti.
"Hei, kau belum memberitahukan namamu." Sergahnya cepat, saat melihatku hendak beranjak berdiri-ingin segera pergi.
Aku menepuk jidat seraya duduk lagi. "Namaku Oh Airin." Ujarku singkat.
"Kau terlihat masih sangat muda." Ia memperhatikanku.
"Yea, tentu saja. Umurku 18 tahun, dan aku baru saja lulus SMA." Aku-ku.
"Woah." Sungguh reaksi lelaki tua di depanku kali ini membuatku benar-benar shock. Dan membuatku lagi-lagi menelan ludahku.Jantungku berdebar. Bukan, ini bukan karna jatuh cinta. Tapi karna aku saking terkejutnya.
"Kau tahu? Para pelanggan di sini sangat menyukai gadis remaja sepertimu."
Siapa pun tolong bawa aku dan tenggelamkan aku di segi tiga bermuda. Mendengar ucapan lelaki tua ini membuatku menginginkan lebih baik mati. Aku terancam sekarang.
"Eum... Tuan, bolehkah aku meminta satu permintaan?" tanyaku dengan amat sangat hati-hati.
Ia menatapku. "Apa itu?"
"Jujur saja aku masih perawan. Jadi, tolong carikan aku pelanggan pertama yang masih mudah dan tampan." Pintaku. Aku tidak mau hartaku (read: keperawananku) di renggut oleh lelaki tua. Aku ini masih remaja, jadi tentu saja aku menginginkan yang masih muda dan berwajah tampan.
"Haha, itu hal yang mudah." Tukasnya. Aku menghela nafas lega. Setidaknya bukan lelaki tua yang akan merenggut keperawananku.
●●●
-TBC-
Hope u like this story.
Mohon apresiasinya untuk meninggalkan vote dan comment! ;)
Sebelumnya, thanks a lot buat yang udah mau baca, like dan comment. -xo-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Oh [Oh Sehun Fanfic]
RomanceAre u curious? You have to read this book! ;) If you like this book. Let's add this book to ur library ^_^ Dont forget, leave a vomments for me!!! ^_^