Prologue: A Story to Begin

103 9 10
                                    

"Ujung langit atau tembok yang menjulang, yang manakah batas dunia?"
.
.
.
Prologue: Story to Begin
.
.
.

Malam yang sunyi di Westengrenze, kota perbatasan di tepian terbarat kerajaan. Terlalu sunyi bahkan suara langkah sepatu baja para prajurit patroli yang biasanya menggema kala malam tidak terdengar. Orang-orang yang masih belum tidur pun terjaga dalam keadaan sunyi.

Kesunyian itu bukan tanpa alasan, tempo hari Marchioness of westengrenze telah diculik. Semua warga tidak ada yang berani berucap apa-apa. Beberapa pasukan telah dikirim oleh sang Marquess untuk mencarinya bahkan sampai keluar hutan perbatasan tapi sampai sekarang tiada satupun dari mereka yang kembali.

"AAAAAAH!!!"

Jauh dari dalam lebatnya hutan jeritan keras wanita memecahkan kesunyian disusul dengan suara tikaman baja yang menembus daging. Mayat wanita itu terbujur kaku dan seketika kolam darah tercipta dari lukanya.

Angin malam yang kencang menghembus pepohonan juga awan menghalangi bulan dan membuatnya redup. Di depan mayat bergaun itu berdiri 8 sosok berjubah yang tertutup gelap malam, salah satu dari mereka menggenggam sebuah Zweihänder yang bersimbah darah hanya dengan satu tangan.

"Izinkan saya mengambil 'tanda bukti' wahai Marchioness of Westenhrenze, Lady Josephine..." tutur katanya yang bagaikan seorang gentlemen berbanding terbalik dengan sorot matanya yang tajam bagaikan serigala.

Tanpa menyia-nyiakan waktu dia menebas rambut coklat bergelombang mayat wanita tersebut dia juga mencabut sebuah lempengan perunggu dengan ukiran sebuah pike dan pohon, setelah itu gaun mayat itu dirobeknya dan dengan kain berdarah itu semua 'tanda bukti' tadi dibungkus menjadi seperti sebuah bingkisan, bingkisan berdarah.

"Kirimkan 'tanda bukti' ini ke mansion miliknya!" Perintahnya dengan tegas.

Sosok berjubah lainnya yang berdiri di belakangnya langsung pergi sambil membawa 'bingkisan' tadi dengan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Kembali ke Kota westengrenze yang keadaanya belum juga pulih sedari tadi. Agak jauh dari pusat kota terdapat sebuah mansion yang cukup besar. Di gerbang depan mansion itu terukir simbol pike dan pohon persis seperti yang ada di gaun wanita barusan.

Dari balik jendela besar yang berada tepat di sebelah pintu samping dengan stained glass yang menghadap langsung ke taman, terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang bersama seorang gadis kecil dengan rambut coklat bergelombang yang sepintas mirip dengan wanita yang telah mati di hutan tadi.

"Nona, tolong tidurlah, sekarang sudah lewat larut malam" kata wanita paruh baya itu dengan nada membujuk tapi tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya

"Tidak! Aku tidak akan tidur sebelum ibu pulang!" Balas si gadis kecil itu

"Nona, Lady Josephine pasti akan kembali nanti pagi"

Srek-srek-srek, suara langkah kaki disusul dengan bayangan siluet hitam seseorang dari taman dibalik pintu stained glass sontak membuat mereka tersentak kaget, orang macam apa yang datang lewat pintu samping di jam segini?

"Itu pasti ibu!"

"Nona, tunggu!"

Dengan girang gadis itu lari ke arah pintu menuju taman dan membukanya. Tapi saat dia tiba didepan taman bukan ibunya yang dia jumpai, melainkan sebuah bingkisan, bingkisan berdarah yang berisikan 'tanda bukti' dari jenazah ibunya. Kedua orang tersebut menjerit kengerian bercampur sedih.

Tidak perlu waktu lama untuk jeritan itu mengundang prajurit-prajurit penjaga dan seorang pria dengan lambang pike dan pohon di pakaiannya untuk berkumpul di sumber jeritan, mereka pun kaget melihat salah satu isi bingkisan berdarah itu adalah lempeng perunggu bercerktakkan pike dan pohon, simbol keluarga Marquess of westengraze.

"Josephine... ini pasti perbuatan para pemberontak!" Pria tersebut menatap bingkisan tersebut. Dari dalam kesedihannya tumbuh kebencian dan dendam kepada pelaku pembunuhan itu.

Tangisan anak gadis itu terdengar menggema semalam suntuk. Hanya butuh beberapa waktu untuk berita ini menyebar. Siangnya hampir seluruh warga Westengranze dan sekitarnya mengetahui kejadian ini.

tapi cerita ini tidak dimulai disini, melainkan di arah matahari terbit.
Di sebuah kota nun jauh di timur kerajaan, berdiri megah kediaman yang bagaikan kastil dengan tembok tinggi menjulang yang diselimuti mawar yang menjalar.

Di dalam kamar yang belum terjamah oleh cahaya matahari meskipun sekarang sudah hampir petang. Seorang pemuda tertidur lelap diatas ranjang yang terlihat glamor, senada dengan nuansa arsitektur gothic yang tersebar di seluruh penjuru kamar tersebut.

Pemuda tersebut diselubungi kain selimut dengan hanya sebagian dari rambut keemasannya menyembul keluar. Walaupun diluar sudah sangat terang nampaknya pemuda ini masih belum siap untuk menyapa dunia. Pemuda itu sendiri adalah lakon utama kisah ini. Hanya dengan menunggu waktu yang terus bergulir sampai saatnya dia membuka matanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Justice to BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang