Part 2

105 15 0
                                    

Credit Song: Yui – Skyline
***

Aku tak paham akan dasar pemikiran politikus..
Ketika lidahnya dengan lancang mengambinghitamkan orang lain..
Namun ia sendiri tak lebih terang dari noda..

Saat ini pertiwi telah menyerukan amarahnya..
Diiringi para malaikat yang mengepakkan sayapnya ke atas,
Dan saat itu aku tahu, aku tak sendiri..

Pada akhirnya inilah ujian yang harus kutempuh,
Untuk menuju kesempurnaan..
Demi seseorang yang lebih tinggi dari langit..
Demi seseorang yang lebih mulia dari bumi..

Samudraku kini telah tampak..
Tinggal melewati sungai yang dipenuhi lumpur hisap..
Namun, aku takkan terjebak..
Karena mereka tak mampu mengalahkan tekadku..
Aku pasti menjamah samudraku..
Itulah janjiku, Ayah, Ibu..

-Lee Taemin-

***

Taemin meninju tanah yang melunak akibat hujan, membuat percikan lumpur mengotori wajahnya. Rambutnya yang basah dengan sempurna menutupi sebagian wajahnya. Masih bagus eomma-nya sudah tidur, jadi ia tak perlu terlibat pertengkaran kecil, yang meski yang berlaku baginya hanyalah monolog.

"Apa yang salah denganku? Apa karena pendengaranku tak sebaik mereka, jadi aku bisa diremehkan begitu saja? Setidaknya aku masih punya mata, yang merekam secara rinci kejadian di hutan waktu itu. Mengapa perihal tuna rungu harus dibawa-bawa segala?!" sungut Taemin kesal, "apa mereka menyangka aku sudah berbohong? Dan demi apa aku harus melakukannya? Aku bukanlah tipe orang yang ingin mengejar sensasi, dan juga bukan tipe orang yang bisa mengarang sebuah cerita fiksi yang penuh dengan kebohongan!"

Rentetan pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Taemin. Bagaimana bisa ia berpura-pura tak peduli, sementara ia tahu betul penebangan liar itu akan memberikan efek yang dahsyat baginya, juga generasinya yang akan datang kelak? Tidakkah mereka tahu, atau sedang menutup mata atas akibat yang akan muncul suatu saat nanti?

"Aku bukanlah seorang cenayang, tapi bukankah mereka telah menggariskan takdir masa depan mereka sendiri? Menjatuhkan diri mereka dalam keterpurukan?" Taemin menyeka air matanya yang ikut bercampur dengan air hujan dengan tangannya yang berlumuran lumpur. Alhasil, wajahnya itu coreng moreng dengan garis-garis tanah basah di pipinya.

It seems like I'm thinking a little bit too much
Here, sleepless in my room

I feel like I might as well take off into the night
A sigh falls next to the window

Penghinaan atas kondisinya sudah cukup menyakitkan. Taemin merima itu karena kondisi cacatnya memang sebuah kenyataan. Namun, mengapa ayahnya harus dibawa-bawa segala? Benar yang dikatakan Tuan Kim. Dulu, ayahnya pun pernah mengaku melihat kejadian yang sama dengannya di hutan barat. Namun, penebangan yang terjadi saat itu tidaklah sehebat sekarang, hanya 5 sampai 10 pohon yang ditebang sehingga pengakuannya dianggap irregular. Naasnya, saat itu Jin Guk, ayahnya, mendapat penghinaan yang jauh lebih buruk dibanding dirinya. Penghinaan itu rupanya mempengaruhi mentalnya, sehingga menjadikaanya depresi berlarut-larut hingga jatuh sakit dan meninggal.

Taemin tentu tak mau menjadi seperti itu. Dalam hatinya, ayahnya tetap pria yang begitu ia kasihi. Pria yang diajaknya menanam pohon di hutan barat itu tak mungkin berbohong jika hasil jerih payahnya dihancurkan begitu saja. Satu misteri yang membuat Taemin penasaran, ayahnya pernah menyebut Tuan Kim sebagai pelakunya, apakah berhubungan dengan kasus kali ini?

"Mengapa kau memukul tanah liat itu, Taemin-ah? Ia sama sekali tak bersalah." Seseorang menghampirinya, membuat lamunan mirisnya buyar bersama hujan. Suara orang tersebut sampai ke telinganya, dengan kata lain orang itu tahu kondisi pendengarannya.

The Silent of Earth's Voice [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang