"Hey.. Lihat pria itu.. Dia.. Kekasihku.."
*****
"Kyeopta.."
Melihatnya disana diseberang meja satunya, aku sama sekali tidak bisa berpaling. Tangannya begitu sibuk menulis beberapa not balok yang akan menjadi lagu barunya nanti. Hihi.. Ia sangat pandai menulis lagu... ^^ dan pintar bernyanyi..
Pernah dulu ia membuat satu lagu spesial dan langsung ia nyanyikan sebagai kado ulang tahunku... Aku sangat menyukai itu.. Lagu yang penuh emosi dan sedikit membuat air mataku jatuh.. Tapi entah mengapa aku menyukainya..
Sesekali ia berhenti untuk menyeruput kopinya yang sudah agak dingin karena dibiarkan terus terkena udara. Tentu saja, ini sudah larut malam dan ia terus saja sibuk melakukan pekerjaannya. "Kau perlu beristirahat.."
Pria itu terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. Dengan wajah agak frustasi ia merobek kembali kertas di bukunya, ku hitung ini sudah ke sembilan kalinya. Tidak biasanya ia seperti ini. Apa yang sebenarnya ia fikirkan?? Biasanya ia akan berhenti saat jarum jam menunjuk arah jam sepuluh malam.
Di ujung dinding sana jam terus berjalan dan malah sekarang sudah jam empat pagi. Sampai kapan pria itu akan terus seperti ini..??
Drrtt.. Drrrtt..
Handphonenya berdering.. Ku tengok pria itu sama sekali tidak tertarik menjawabnya. "Omma.." begitu tulisan yang terpampang di layar kotak itu.
Tanganku terulur, melihat reaksi pria itu membuatku ingin menjawab panggilannya. Namun aku kalah sedetik dengan pria itu yang terlebih dulu mengangkatnya..
"Ne.. Omma?" Ahh suara itu. Suara berat yang sangat indah. Sungguh aku tidak bisa berhenti mengagumi suara itu..
"Kim Myung Soo.. Apa kau baik-baik saja? Suara mu terdengar lemas.." Ucap seseorang di ujung telepon sana khawatir..
Ya, nama pria itu Myung Soo.. Kim Myung Soo..
"Gwaenchana, omma.. Aku perlu meneruskan pekerjaanku... Akan ku telfon lagi nanti.." Sesaat kemudian telepon itu terputus karena pria itu menekan tombol merah. Ia menaruh kembali handphonenya, sedikit membanting frustasi. Apa benar Myung Soo baik-baik saja??
"Apa perlu aku buatkan makanan? Kau lapar?"
Pria itu terdiam. Memijit-mijit kepalanya pelan. Aku fikir ia menyetujuinya, Myung Soo terlihat sangat lelah.
Aku berjalan menuju dapur, ku buka setiap laci, namun tak ada yang bisa kumasak. Mengapa pria itu sama sekali tidak berbelanja? Yang dapat di konsumsi hanyalah satu kaleng biskuit dan beberapa bungkus snack. Sisanya hanya gelas kotor bekas kopinya yang berjejer berdesakan di wastafel miliknya. Apa gajinya kurang untuk membeli makanan? Atau ia sedang belajar hidup hemat? Dan mengapa dapur ini kotor sekali?
Drrtt.. Drtt..
Lagi-lagi handphonenya berbunyi. Walaupun bergetar, anehnya aku bisa tetap mendengarnya dari jarak tujuh meter ini. Aku buru-buru berpaling kembali, namun tanganku menyenggol beberapa gelas, yang membuat sedikit kopi didalamnya tumpah ke arah bajuku.
Sial.. Kopi hitam itu benar-benar menganggu di gaun putihku.
Aku berusaha tak memperdulikannya dan melihat MyungSoo telan berdiri menghadap arahku. Aku melihatnya bingung, seseorang sedang berbicara dengannya di ujung telepon sana.
Wajahnya berubah kaget dan syok saat aku memberhentikan langkahku dan memilih untuk menyender di ambang pintu pembatas dapurnya. Hmm.. ku lirik lagi gaunku yang bernoda hitam.. mungkin itu maksudnya. "Gwaenchana.."
Ia berbalik, menutup teleponnya. Membelakangiku lalu duduk kembali di kursinya. Masih membelakangiku. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. Nafasnya terdengar sangat tidak teratur. Ada apa?