Prolog

83.8K 5K 175
                                    

Hai...saya kembali. Hihi...

Mungkin yang masih nyimpan cerita ini di library kaget. Kok judulnya prolog lagi sih Kak?

Jadi, setelah saya semedi dan guling-guling sebulanan ini, karena kalian juga udah tau kalo Revan bakal nikah sama Alina juga. Maka konsep cerita ini saya ubah menjadi after marriage story mereka. Biar kalian penasaran mau di bawa kemana ini cerita...Bagian zaman SMA mereka nanti akan menjadi salah satu bagian flashback di cerita ini. Itung-itung selama ini Al dan Agil kan selalu before marriage story. Hehe...keluar dari zona nyaman lah ceritanya. Try a new thing gitu...

Yang masih mau baca monggo. Yang gak doyan dan baca LM karena teenlitnya silakan melipir. :)

Itu saja...Oia, menurut kalian 4 part pertama sebaiknya di biarkan saja atau di UNPUBLISH? 

Cerita ini saya dedikasikan untuk pejuang-pejuang Long Distance Married di luaran sana. Huyeaah....you're not alone, Baby. :*

Tererengkyu...muach...muach...

-oo0oo-


"...pacaran sampe sepuluh taun ? Itu pacaran apa KPR sih ? Iya kalo berakhir di pelaminan, kalo engga..." Suara penyiar radio sayup-sayup mengudara dari speaker radio mini di kamar Alina.

Alina terkekeh mencerna ucapan si penyiar radio centil yang sedang membawakan acara malam mingguan para galauers seputaran kota Jakarta. Tangannya aktif memasukkan berbagai peralatan ke dalam ransel hitam ukuran sedang sambil mencontreng di note untuk setiap barang yang sudah berhasil dia jejalkan.

Malam minggu, setelah dua minggu suami tercintanya—Revan—berada di rumah, berarti waktunya aktivitas rutin Alina di mulai. Menjejalkan berbagai barang ke dalam ransel, membandingkan dengan catatan, mengingat request-an tertentu dari suami dan tentu saja sambil mendengarkan acara curhat rekomendasi dari sepupu iparnya. Tanpa dia sadari, rupanya Alina sudah tertular kebiasaan menyetel acara konyol ini dari kedua iparnya yang hobi mendengarkan acara itu.

Alina sedang berusaha menutup zipper terakhir ketika ponselnya berteriak minta perhatian. Dia pun terpaksa meninggalkan ransel dengan zipper tertarik separuh dan bergegas menyambar ponsel kesayangannya. Si penelepon rupanya istri dari sepupunya, Ghea.

"Iya, Ghe?"

"Teh Alin? Jadi besok Bang Revan di anter apa gimana?"

"Gak jadi, Ghe. Gue aja yang nganter deh. Lagian meeting proyek juga barusan di batalin. Katanya ada something apa gitu yang belum siap."

"Sip lah kalo begitu. Jadi Agil langsung nge-drop Ghea ke The Raikan's aja."

"Hooh...," sesaat Alina terlihat menerawang. Matanya mengerjap beberapa kali saat Ghea memanggilnya dari lamunan. "Oh ya, Ghe. Gue lagi dengerin acara radio yang dibawain temen lo."

"Trus?"

"Dia harus kenalan sama Alina Wulandani gitu. Berani-beraninya ngeledek orang yang pacaran sepuluh taun itu kek KPR aja. Gue nih, lebih dari sepuluh taun pacaran, tapi kan kawin juga...Weeek!"

Suara tawa membahana terdengar di ujung sana. Alina sudah membayangkan bahwa iparnya yang ceria itu sedang tertawa karena mendengar nada tak terima yang diucapkan Alina soal jawaban acara galau di radio itu. Membayangkannya saja membuat Alina geleng-geleng kepala. Ghea yang syaraf tawa dan ngamuknya sensitif semacam test pack itu pasti sedang berguling dan memegangi perutnya yang sudah membesar seperti membawa bantal kemana-mana.

Alina beranjak ke ruang keluarga, menemui ketiga superheronya. Reval, putranya yang berusia tiga tahun sedang mendengarkan petuah serius dari suaminya. Delapan langkah dari mereka, Gaza, putra bungsunya malah sudah pulas tetapi dalam posisi terguling keluar dari kasur mungilnya.

Loveliest Misfortune [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang