The man who die and be killed

498 6 1
                                    

"Aku lapar .." desah seorang gadis berambut cokelat panjang diselah kelasnya.
Semua yang ada dalam kelas itu sontak langsung mengarahkan pandangan padanya.
"apa ?" katanya ketus.
"ehem." Pria paruh baya, seorang guru yang sedang mengajar berdehem.
"Aikawa yui, kau tidak sopan" katanya pada gadis itu.
Yui menatap pria itu dengan tatapan menantang.
"manusia butuh makan untuk hidup. Lapar bukanlah kesalahan. Lagipula kau juga yang akan bertanggungjawab nantinya jika aku mati kelaparan tepat dikelasmu." Kata gadis itu dingin. Semuanya terdiam. Mereka sudah sering bahkan setiap hari mendengar gadis itu berbicara sefrontal ini. Bahkan lebih. Dan pria paruh baya itu bukanlah satu-satunya yang menjadi objek frontalan Yui.
"Mohon maaf pak. System kerja otak Yui memang sedikit bermasalah sejak lahir, makanya otaknya tak punya filter untuk mengetahui apa yang pantas di utarakan, dan mana yang tak pantas untuk di utarakan. Sekali lagi atas nama dirinya, saya minta maaf."
Selah seorang lelaki berambut cokelat cepak dengan senyum yang sengaja dibuatnya semanis mungkin. Seisi kelas terdiam, begitu juga pak guru yang tadi sempat kesal. Akira selalu tampil sebagai pahlawan yang membereskan semua kekacauan yang disebabkan Yui.
"baiklah, bapak lanjutkan.


"Yui-chan kawai~" kata Toma. Pemuda berambut panjang sebahu itu tersenyum. Entahlah, sebenarnya dia menahan tawa.
"Yui, hilangkan kebiasaanmu seperti itu." Selah Sano. Berbeda dengan Toma, wajahnya selalu tampak serius dengan alis yang berdiri tegak.
Yui menatap mereka sekilas, lalu benar-benar tak memusingkannya pada akhirnya. "Kau mau makan itu Akira? Untukku saja" dan tanpa persetujuan dia langsung mengabiskan bekal milik Akira.
"Jika itu membuatmu senang." Hanya itu yang keluar dari mulut pemuda itu. Untuk beberapa saat mereka dikelilingi keheningan ditengah sunyinya atap sekolah mereka. Yang dimaksudkan disini bukan atap yang biasa menjadi tempat para siswa bersantai, melainkan benar-benar atap yang sebenarnya tak ada jalan untuk askes ke tempat itu. Dan tempat tenang itu menjadi kegemaran mereka berempat yang sudah bersama sejak mereka tahu akan dunia.
"Senator Wheyles ditemukan meninggal di vila pribadinya." Kata Sano mengangkat pembicaraan.
Sebelah alis Akira terangkat. "Wah, sudah dimulai" kata pemuda itu.
Yui menggeleng cepat. "Tidak begitu." Katanya. Semuanya terdiam menunggu kelanjutan bicara Yui.
"Ini bukan balas dendam." Lanjutnya.
"Bagaimana kau tahu ? anak itu, maksudku, sekarang dia pasti sudah dewasa dan sudah mengerti bagaimana kedua orang tuanya meninggal. Dan hari ini, tepat 13 tahun hari dimana orang tuanya benar-benar dibunuh." Jelas Sano.
"Dia tak se norak itu. Memilih hari yang sama untuk membalaskan dendamnya. Ayolah. Ini bukan sinetron yang jalan ceritanya mudah diketahui." Kata Yui sambil tertawa datar.
"Mereka menghubungi kita ?" Tanya Tomo.
Sano mendesah. "Kau tahu juga"
"Kau bukan orang yang mau repot-repot mengangkat pembicaraan tak berarti." Jawab Sano.
"ya, mereka menghubungi kita. Perkiraan mereka sudah kukatakan seperti sebelumnya. Mereka mengira ini balas dendam dari puteranya. Karena bagaimana pun senator wheyles punya hubungan begitu kuat dengan Vincent Grey yang meninggal 13 tahun lalu."

Los Angeles

"Sir, apa kau benar-benar menghubungi mereka ?" Tanya Derek Smith.
Will menoleh dari kegiatannya yang mengelap senjata-senjata kesayangannya.
"Ya. Aku meminta bantuan mereka. Entah kenapa aku merasa kasus ini akan menjadi sangat panjang dan merepotkan." Jelas will tanpa menatap tangan kanannya tersebut.
"maksudmu, ini bukan hanya kasus dari anak yang hilang 13 tahun lalu ?" tanyanya.
"entahlah. Makanya aku menghubungi mereka untuk bekerja sama dengan kita."
Pandangan Derek tak setuju seketika.
"bagaimana bisa kita bekerja sama dengan bayangan seperti mereka. Kita bahkan akan membeberkan seluruh informasi penting milik kita pada mereka, namun kita sendiri tidak tahu siapa mereka, dimana mereka, baik tau tidak mereka ? kita bisa melakukannya sendiri." nada bicara Derek mulai meninggi. Dia meluapkan emosinya dengan mendorong kasar meja yang ada didepannya.
"Percayalah, informasi penting kita atau apapun itu, tanpa kita memberti tahu mereka, mereka sudah sejak lama mengetahuinya." Hanya itu yang keluar dari mulut Will.
"SERLOCK. Kau pasti sudah tahu siapa dan dimana mereka berada kan?" Tanya Derek setelah sempat diam untuk menenangkan diri.
Will kembali menoleh. "Kau ingin tahu kenyataannya ?"
Derek mengangguk.
"Tidak. Aku tidak tahu apa-apa tentang mereka." Jawabnya.
Derek berusaha menahan emosinya.
"Mereka begitu misterius. Tak ada data maupun jejak. Setiap mereka memecahkan kasus, mereka tak pernah Nampak, tak pernah meninggalkan jejak, setiap berkomunikasi dengan mereka, kita tidak bisa mengetahui keberadaan mereka. Mereka bisa dengan cepat memerantas satelit kita jika mereka mau. Mereka punya akses kemana saja, dan ada begitu banyak lagi yang bisa mereka lakukan. Mereka mungkin hanya seorang atau seratus orang atau sebuah agen rahasia pimpinan pasukan bawa tanah atau apapun itu. Namun hingga kini mereka tak pernah menunjukan kriminalitas, penghianatan atau apapun itu pada mereka yang meminta bantuan mereka. Setidaknya belum." Jelas Will panjang lebar. Dan Derek tahu, itu semualah yang diketahui Will.
"Kalau itu keputusanmu." Katanya.



Tokyo Jepang Waktu yang sama.

"Wah, masa-masa yang indah bekerja sama dengan Will haymicth." Kata Akira diselah-selah diskusi mereka.
"Bagaimana Yui?" Tanya Sano.
"Terima saja. Sepertinya menyenangkan" katanya. Kali ini dia menjilat satu persatu hari tangannya seolah tak puas setelah menghabiskan hampir seluruh makanan mereka berempat.
Mata Biru Yui menatap mereka satu-persatu dengan tatapan dingin, lalu bibir tipisnya tersenyum. Dia bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan mereka bertiga.
"Aku tak sabar.." katanya sembari merenggangkan tubuhnya.

"Ayo cepatlah masuk. Pelajaran pertama akan segera dimulai." Kata seorang guru sambil kerepotan menyuruh semua siswanya untuk siap-siap menerima pelajaran.
"Kita pulangnya jam berapa pak ?" Tanya Yui.
"Ayolah Yui, aku tak mau hipertensi dipagi hari." Katanya menghindar. Yui hanya mengunyah permen karetnya lalu dengan malasnya pergi menuju ke tempat duduk paling belakang kelas itu.
"Hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo kemari dan perkenalkan dirimu." Kata pria itu.
Sosok pria tinggi berambut cokelat memasuki ruangan kelas mereka. Mata hijau emerald mirik pria itu menjelajah seisi kelas dengan pandagan dingin.
"Nama saya Dani. Nama jepang saya Ryo Ohiro." Katanya sambil tersenyum.
Seisi kelas riuh seketika. Dimulai dari wah dia tampan sampai bagaiaman kalau dia jadi pacarku ya ? memenuhi keributan kelas.
"harap tenang. Ryo, kau boleh duduk" kata pak guru. Ryo kembali tersenyum dengan sopan.

Detik demi detik berlalu, dan mereka berempat hanya diam dengan kesibukan pikiran masing-masing. Mereka hampir tak melakukan apa-apa. Hanya Yui yang terus-terusan cengingiran tak jelas memecah keheningan.
Gadis berkulit putih pucat itu menangkat dagunya menatap langit yang memiliki warna yang sama dengan matanya. Sesaat kemudian dia mengaroh sesuatu dari dalam baju seragamnya.
"ppsiuu!" Suara tiba-tiba terdengar tanpa begitu jelas apa yang terjadi.
Tomo menoleh, mendapati Yui sudah dengan pistol dilengkapi peredam, telah selesai menembak sesuatu dalam jangka waktu persekian detik.
Dia selalu dibuat terngangah oleh kemampuan dan kecepatan Yui dalam menembak.
Peluruh hasil tembakkan Yui tepat mengenai atap yang lainnya yang jaraknya hampir 50 meter dari tempat mereka duduk saat ini.
"Harusnya kau memeberi salam. Tak sopan." Kata Akira. Dan sesaat itu juga sosok pria tinggi berambut cokelat tampak menghampiri mereka berempat.
"ups maafkan aku. Peluruku kesasar. Aku tak tahu kalau kau berdiri disana Ryo-kun." Kata Yui dengan sok imutnya
"Aku selalu memafkan kecerobohan gadis manis sepertimu" kata Ryo tak kalah manisnya.
"Baiklah saudara-saudara, mari saya perkenal siapa yang ada didepan kita. Sosok hebat dan kejam, diketahui sebagai makhluk dingin tak berperasaan juga tak kenal belas kasihan saat membunuh targetnya. Si pembunuh bayaran yang sering disebuh The Rain oleh yang memburuhnya. Syukurlah ternyata kita seumuran sehingga bisa dengan mudah akrab satu dengan yang lain."
Jelas Tomo seolah memperkenalkan finalis dari lomba kecantikan atau apapun itu.
"Jangan bicara kejam seperti itu Tomo-kun, aku takut mendengarnya." Kata Yui dingin. Jauh berbeda dengan nada bicaranya sebelumnya.
Yui menatap lekat-lekat pria itu. Menatapnya tepat kearah mata sehingga mata biru dan mata hijau emerald milirk pria itu bertubrukan.
"Apa yang akan di katakan Interpol saat tahu kau disini ? kau sedang terkenal dikalangan mereka saat ini." Kata Akira sambil mendesah.
"Wah kalian cukup tahu banyak tentang hal itu mengingat kalian hanya empat orang murid berumur 17 tahun yang punya hobi menghabiskan waktu diatap sekolah seperti ini."kata Ryo masih dengan senyum.
"Kami tak kesal. Kau memang benar. Kami empat orang siswa yang setiap tahunnya mempunyai masalah yang sama tentang naik kelas."
Jelas Tomo. Dia yang paling banyak bicara di antara mereka berempat.
"SERLOCK." Satu kata itu keluar dari mulut Ryo.
"ppsiu!" Suara senapan itu berbunyi lagi tanpa hitungan detik setelah Ryo menyelesaikan kalimatnya.
"Sekali lagi aku minta maaf. Senapanku mengeluarkan pelurunya sendiri. mungkin dia ingin menembus daging, dan mandi darah segar. Kau ingin menjadi sukarelawan?"
kata Yui lagi. Peluruhnya yang satu itu hamper mengenai Ryo.
"Gadis manis tak cocok berbicara se menakutkan itu."

-be continue-
Vote and comment please:)

The agent's loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang