The Story

3.6K 221 17
                                    

Aku menatap lekat anak- anak kecil itu. Mereka terlihat sangat bahagia. Bermain, berkejaran dan terseyum riang tanpa ada beban sedikitpun. Yah, aku juga pernah merasakan itu, dan semua orang harus bahagian pernah merasakan menjadi anak- anak. Meski kita selalu dipandang sebelah mata, karena tak tahu apa- apa. Tapi justru kehidupan kita lebih baik dari orang- orang dewasa yang tahu semuanya. Kita hanya perlu belajar, dan menganggap pelajaran metematika sebagai hal paling sulit. Beda dengan orang dewasa, terlalu banyak hal sulit bagi mereka. Lah, bukankah orang dewasa tahu banyak hal. Ia sudah lama makan asam dan garam? Lalu kenapa mereka mengalami banyak kesulitan dalam hidup, terlalu banyak yang mereka khawatirkan.

Saat kecil, aku sangat ingin cepat menjadi dewasa. Aku ingin merasakan bagaimana hebatnya tahu banyak hal tentang kehidupan. Bagaimana menyenangkannya memarahi anak kecil yang rewel. Bagaimana rasanya berpikir lebih rumit. Dan bagaimana rasanya jatuh cinta, yang kata bunda jika sudah dewasa baru kau akan merasakan itu. Aku sangat penasaran dengan cinta. Melihat kakak- kakakku begitu bahagia, dan setelah kutanyakan jawabannya adalah karena cinta. Satu persatu kakak- kakakku pun pergi, mereka hidup bahagia, dan jawabannya juga sama, cintalah yang menjemputnya dan membawanya pergi. Aku sangat ingin cepat- cepat tumbuh dewasa dan merasakan indahnya cinta. Pergi dan merasakan kebahagiaan. Karena kata mereka, akupun ada karena cinta.

Lalu, seiring berjalannya waktu. Aku mulai lelah dan mengerti. Jika memang aku ada karena cinta, lalu mengapa kedua orangtuaku justru meninggalkanku. Katanya mereka mencintaiku, lalu mengapa mereka hanya pergi berdua, dan tidak membawaku bersamanya. Aku tahu waktu itu aku masih kecil, mungkin karena aku sangat nakal hingga cinta mereka pudar padaku. Mereka memilih pergi dan meninggalkanku sendiri, bukan sendiri tapi meninggalkanku bersama kumpulan anak- anak dan bunda di sini.

Waktu itu umurku masih 6 tahun dan tak banyak hal yang kuingat, tapi juga banyak hal yang tak bisa kulupa. Masih terekam dengan jelas di memoriku, saat aku terbangun dan kudapati semua orang terlihat sedih dan menangis di rumah. Aku mencari ibu dan ayahku. Menangis meraung- raung tanpa memperdulikan sakit karena luka di kepalaku. Aku hanya menangis sekencang- kencangnya, tak peduli pita suaraku putus. Kulihat orang- orang membawa ayah dan ibuku pergi. Betapa jahatnya mereka, menutup wajah cantik dan tampan ayah ibuku dengan kain mengerikan itu. Mengangkatnya seperti raja dan kemudian memasukkannya ke dalam tanah. Aku menahan mereka, saat kulihat mereka menutup tanah itu. Aku terus berontak, memukul dada nenek yang mengendongku. Dan tak lama setelah itu, aku baru tahu, ternyata ayah dan ibuku pergi ke surga. Kata nenek, masih ada yang mencintai mereka lebih besar, meski yang aku tahu, akulah yang sangat mencintai mereka begitu besar. Dia lah Sang Pemilik Cinta Sejati itu.

Tak lama kemudian, Sang Pemilik Cinta itu juga membawa nenekku, satu- satunya keluarga yang aku punya. Aku sempat mengutuk Dia, mengapa Dia hanya membawa ibu, ayah dan nenek? Apakah Dia tidak mencintaiku juga? Namun aku teringat kata- kata seseorang.
"Jadilah anak yang baik, maka kau juga akan dicintai olehNya dan nanti akan bertemu ayah dan ibumu." Sejak saat itu, aku berjanji akan menjadi anak yang baik, agar kelak Dia berubah pikiran dan akhirnya mencintaiku juga.


Peristiwa itu, sudah sangat lama. Sekarang usiaku 18 tahun. Baru saja aku menamatkan diri di bangku SMA, dan karena menjadi anak yang baik, aku meraih juara 1 di sekolahku. Dan di sinilah aku, rumah surga, tempat anak- anak tak berdosa yang selalu merasakan kebahagiaan masa anak- anak, setidaknya sampai mereka dewasa dan mengerti kerasnya kehidupan.

Di Panti Asuhan Kasih Bunda inilah aku menjalani hari- hariku selanjutnya, setelah kematian nenekku dan tak ada kabar dari keluarga lain, pihak pengacara keluarga memutuskan aku dititipkan di Panti asuhan. Tentu saja, aku menolak tinggal di sini. Keadaan rumah yang kecil, ranjang bersusun, kamar mandi kecil dan menu makanan yang sangat sederhana. Aku harus meninggalkan sekolahku yang besar dengan seragam yang warna warni dan indah itu. Hari pertama, saat aku diantarkan di sini, semua orang terlihat senang menyambutku. Ada 10 orang anak yang usianya lebih tua dariku dan satu orang anak yang usianya sama denganku. Aku memeluk boneka barbie kesayanganku, menolak untuk bergabung dengan mereka yang asyik bermain. Aku tidak menyukai mereka yang jorok, bermain kotor di tanah. Aku duduk di ayunan sendirian, memeluk erat barbieku. Dan seseorang datang menghampiriku. Dia duduk di ayunan di sebelahku. Aku masih tidak memperdulikannya, bagiku ia sama saja dengan mereka.

Let him go...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang