"Hoaahm."
Gio menguap lebar. Rasa bosan yang telah melanda sejak tadi membuat kantuknya datang. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul sebelas malam.
Gio memandang sekeliling. Saat ini, ia berada di Nana's Boutique, salah satu butik di lantai teratas di mall pusat kota. Kini butik itu telah sepi pengunjung. Hanya sekitar lima pelayan toko yang tampak mengisi salah satu sudut butik. Mereka duduk berkeliling sambil bercengkerama akrab. Sementara lewat kaca lebar butik itu, Gio dapat melihat toko-toko di luar mulai tutup. Mungkin butik tempat dirinya berada ini juga berniat melakukan hal yang sama. Hanya saja ia dan seorang temannya yang kini masih sibuk berkutat di kamar pas sepertinya terpaksa membuat mereka menunda niat itu untuk sementara waktu.
"Gio."
Panggilan itu membuat Gio menoleh. Begitu melihat sosok yang memanggilnya, seketika itu juga ia terperangah. Seorang gadis cantik tersenyum manis kepadanya. Penampilannya makin terlihat anggun dalam balutan dress selutut warna merah muda.
"Sera." Gio menggumamkan nama gadis itu. Pandangan matanya tak bisa lepas dari sosok di hadapannya itu.
"Menurut lo gimana, penampilan gue dengan gaun ini?" tanya Sera meminta pendapat.
"Cantik, Sera. Cantik sekali," jawab Gio. Ia terus menatap lekat gadis di hadapannya itu, masih berpana dengan penampilan Sera. Pesona Sera seakan telah menghipnotisnya.
Sera tersenyum. "Gue juga berpikir begitu. Gaun ini cocok sekali. Gue harap Vino langsung terpana begitu melihat penampilan gue di pesta nanti." Pandangan Sera menerawang. Tampaknya sedang membayangkan pesta ulang tahun Vino yang akan dihadirinya. Raut bahagia jelas sekali terpampang di wajahnya.
Tanpa sepengetahuan Sera, wajah Gio berubah cemberut begitu nama Vino disebut. Lagi-lagi Vino, batinnya dalam hati.
Sera adalah tetangga Gio sejak kecil. Bahkan sejak TK hingga sekarang mereka selalu duduk di kelas yang sama. Karena telah akrab sejak kecil, Gio pun mulai menyadari kalau ia telah tertarik dengan sahabat baiknya itu. Namun hingga kini, ia belum bisa mengutarakan perasaannya.
Sudah menjadi rahasia umum, Sera, si atlet karate andalan SMA Sanjaya itu sangat tergila-gila pada Vino. Bukan cuma Sera saja sih. Puluhan siswi SMA Sanjaya yang lain juga. Vino memang populer di sekolah. Di sekolah, ia menjabat sebagai ketua OSIS. Tapi andaikata pemuda itu tidak menduduki jabatan itu pun, ia akan tetap menjadi idola sekolah. Sikapnya yang cool dan ketampanannya yang di atas rata-rata sudah cukup membuat Vino jadi buah bibir di seluruh penjuru sekolah.
Tiga hari lagi, si pangeran sekolah itu akan menggelar pesta sweet seventeen-nya. Sera yang baru mendapat undangan tadi pagi langsung kalang kabut tak karuan. Ia mengeluh tidak punya gaun untuk acara seperti itu. Awalnya Sera berniat mengajak Della, salah satu teman sekelasnya yang cukup mengerti soal fashion untuk menemaninya mencari gaun. Tapi Della menolak karena mendadak klub cheerleader yang diikutinya mengadakan latihan. Jadilah Gio yang menjadi korbannya.
Sepulang sekolah tadi, Sera langsung menyeret Gio untuk menemaninya pergi ke mall. Gio yang tidak pernah bisa menolak ajakan Sera pun mengiyakannya. Gio pun pasrah saat Sera terus berputar-putar tidak jelas di dalam mall. Masuk ke satu butik lalu keluar butik dengan tangan hampa, masuk lalu keluar lagi, dan begitu seterusnya. Total ada sekitar dua puluh butik yang telah mereka kunjungi dan itu memakan waktu yang tidak sebentar, yaitu sekitar lima jam! Mulai tadi pukul enam sore sampai sekarang pukul sebelas malam. Andai tadi Gio menolak ajakan Sera, mungkin ia kini sudah tidur nyenyak dan mimpi indah, bukannya menahan lapar dan kantuk seperti sekarang.
"Apa?! Udah jam sebelas?"
Pekikan Sera itu membangunkan Gio dari lamunannya. Ia kembali menatap Sera. "Emang. Baru tahu?"
Sera mengangguk. "Gio, tunggu bentar ya. Gue ke kasir dulu." Sera bergegas berlari.
***
Sera berjalan santai menyusuri trotoar. Hari sudah petang. Tapi gadis berambut sebahu itu baru saja pulang sekolah. Beberapa hari lagi akan digelar turnamen karate tingkat kota. Ia menjadi salah satu wakil sekolah. Karena itu, bersama beberapa temannya yang lain, ia mengikuti latihan karate tambahan.
Sera dapat melihat rumahnya yang terletak di ujung jalan. Ia pun makin mempercepat langkahnya. Perutnya sudah keroncongan. Ia ingin segera menyantap hidangan makan malam buatan ibunya. Namun, saat akan memasuki pekarangan rumah, ia tidak sengaja melihat ke pekarangan rumah Gio yang tepat berada di samping rumahnya. Ia melihat teman baiknya itu tengah bermain basket.
"Udah malam. Waktunya tidur," ucap Sera saat berada di depan pagar rumah Gio.
Gio yang saat itu sedang mendribel bola, segera menghentikannya dan menoleh. Seulas senyum tersungging di bibir Gio. "Baru pulang? Kok makin malem pulangnya." Gio ingat kemarin Sera juga latihan dan pulang sekitar jam enam malam. Tapi hari ini Sera baru pulang jam delapan malam, lebih telat dari kemarin.
Sera mengangguk. "Kejuaraan tinggal tiga hari lagi. Ini latihan terakhir sebelum kejuaraan." Tiba-tiba Sera berubah semangat. "Oya, inget, besok ultahnya Vino. Harus datang. Untung besok latihannya libur."
Gio menyunggingkan senyum tipis. Ia kembali mendribel bola basketnya. "Kalopun latihan, palingan kamu bolos," celetuk Gio.
Sera nyengir. "Mungkin."
Angin sepoi bertiup perlahan. Membuat tubuh Sera menggigil. Kaos oblong dan celana jeans selututnya tidak mampu menghalau dingin itu pergi.
"Udah, masuk aja sana. Udara makin dingin. Emak lo juga nyariin tuh." Lewat pandangan matanya, Gio menunjuk ke arah rumah Sera. Memang benar, dari balik jendela ibu Sera tengah mengintip keluar.
"Oh iya. Gue duluan ya, Yo. Lo juga buruan masuk. Sakit baru tau rasa lho." Sera bergegas masuk ke dalam pekarangan rumahnya.
Gio menatap kepergian Sera hingga sosok gadis itu menghilang dari pandangan. "Vino, Vino, beruntung banget lo," gumam Gio lirih seraya masuk ke rumahnya dengan langkah lemas.
***
Di pesta malam ini, Vino sangat serasi dengan kemeja kotak-kotak yang dikenakannya. Apalagi senyuman manisnya juga terus tersungging lebar, makin menambah kadar ketampanannya. Kedua tangannya memegang sepiring kecil kue tart. Sesuai dengan tradisi di pesta sweet seventeen pada umumnya, saatnya memberikan suapan pertama untuk orang terspesial.
Sementara itu, gadis-gadis yang datang tampak berusaha memamerkan senyum termanisnya agar dapat menarik perhatian Vino, tak terkecuali Sera. Sera yang tampil dengan gaun barunya patut berbangga diri sebab ia satu-satunya gadis yang berdiri paling dekat dengan Vino. Ia berdiri tepat di samping Vino. Letak yang sangat strategis. Ia dapat memandang Vino dengan jelas. Di samping itu, ia punya peluang mendapat kue tart dari Vino. Vino yang setahu Sera benci hal yang merepotkan, tidak perlu jauh-jauh menghampiri gerombolan gadis-gadis di sana. Cukup menoleh ke kanan, Vino dapat menemukan Sera dengan mudah.
Dan rupanya hal itu sungguh akan menjadi kenyataan!
Vino berbalik ke kanan. Masih dengan senyum tipis tersungging di bibirnya, ia menatap ke arah Sera."Sera." Suara Vino terdengar merdu di telinga Sera.
"V-vino. A-aku..." Jantung Sera berdetak kencang.
"Minggir!" Senyum Vino seketika lenyap. Berganti wajah datar khas miliknya.
"Apa?!" Sera tidak percaya dengan ucapan Vino. Vino mengusirnya? Apa ia salah dengar?
Vino tampaknya telah kehilangan kesabaran. Ia langsung menyeret Sera agak menepi agar tidak menghalangi jalannya.
Sera yang masih belum lepas dari keterkejutannya hanya dapat memandang pasrah pada Vino yang kini telah berhadapan dengan seorang gadis cantik berambut panjang.
"Din, ini buat kamu. Aku sayang kamu." Vino menyerahkan potongan kue tart pada gadis itu.
Sera hanya bisa mematung. Tepat di hadapannya, ia melihat Vino menyatakan perasaannya pada gadis lain. Bukan dirinya. Betapa remuk hatinya saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me
Short StoryTanpa sepengetahuan Sera, wajah Gio berubah cemberut begitu nama Vino disebut. Lagi-lagi Vino, batinnya dalam hati. Sera adalah tetangga Gio sejak kecil. Bahkan sejak TK hingga sekarang mereka selalu duduk di kelas yang sama. Karena telah akrab seja...