Letter?

10 0 0
                                    

Pasir putih itu terinjak lembut, meninggalkan bekas jejak kaki mungil yang sebentar kemudian menghilang tersapu ombak. Liu berbalik menjauhi ombak, berbaring di pasir dengan ranselnya sebagai bantalan. Akhir-akhir ini ia selalu menyempatkan diri untuk sekedar bersantai di pantai bersama sang sahabat, mengumpulkan energi setelah kegiatan sekolah yang melelahkan. Liu memejamkan kedua matanya, bersiap pergi ke alam mimpi. Sebuah kilatan tajam muncul sekilas dari atas bukit hijau dekat pantai, matahari yang sedang bersemangat memancarkan sinar merasa terabaikan oleh anak itu.

"Aw!"

Liu terbangun ketika rasa sakit mendadak menyerang jempol kaki kanannya. Bocah itu kesal ketika mendapati seekor kepiting bertengger imut disana. Liu melepas capitan kepiting imut itu sambil meringis pelan, kemudian mengelus-elus kakinya yang membengkak.

Cahaya oranye menembus iris hazel, ternyata matahari sudah memutuskan untuk menerangi bagian bumi yang lain. Ransel yang semula digunakan sebagai bantalan kepala diraih oleh bocah itu, sepatu yang semula tergeletak segera dipakai. Ia putuskan untuk pulang mengingat hari sudah mulai malam.

Deruan ombak menemani keheningan di pantai, diarahkannya kedua mata Liu menuju cahaya redup surya di ujung laut. Sesuatu yang bergerak pelan tersapu ombak tertangkap oleh iris hazelnya. Sebuah botol... Pocari?

'Masih ada saja orang yang membuang sampah sembarangan.'

Liu menghela nafas prihatin.
Berniat membuang botol tersebut ke tempat sampah, ia langkahkan kakinya mendekati air. Sebelah alis Liu terangkat ketika mengamati botol Pocari digenggamannya. Siapa yang tidak penasaran ketika mendapati sebuah kertas kecil tergulung di dalam botol?

Liu tersenyum remeh, 'surat dalam botol? Kau kira ini novel!'

Tak ambil pusing, bocah itu menghampiri tempat sampah terdekat. Liu berpikir lagi...

'Bagaimana kalau ini memang surat dalam botol? Tidak ada salahnya kan kalau kubuka?'

...membiarkan tangannya yang memegang botol berada tepat diatas tempat sampah.

Bagaimanapun Liu tetaplah seorang remaja, dimana rasa ingin tahu akan hal-hal baru memuncak dan memenuhi otak. Tetapi benar 'kan? Tak masalah kalau ia membuka botol tersebut dan kemudian menemukan surat di dalamnya? Itupun kalau benar-benar ada. Rasanya aneh jika memikirkan seseorang meminum habis Pocari lalu dengan sengaja menyelipkan surat sebelum dibuang. Lagipula botol ini sudah bukan menjadi hak siapapun-karena sudah dibuang.

Tanpa basa-basi lagi, Liu membuka tutup botol tersebut kemudian mengambil gulungan kertas yang sejak awal menjadi tujuan. Coba bayangkan adegan dramatis dimana seorang remaja laki-laki membuka gulungan kertas dengan slow motion sambil meneguk liur dan matahari yang tengah terbenam sebagai latar belakangnya? Oh, dan jangan lupakan ombak-ombak yang menderu lembut. Sungguh adegan dramatis yang tidak dramatis sama sekali.

Gulungan kertas berhasil dibuka.

'Mau ngobrol denganku, Sawamura-san?'

Gulp.

Liu meneguk liurnya sendiri, kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri. Berharap menemukan seseorang yang mungkin mengawasi.

'Orang ini tau namaku. Kalau begitu... surat ini memang untukku? Apa dia mengawasiku sejak aku datang kemari? Tetapi dimana dia? Ah, disaat seperti ini si jabrik itu malah tidak datang!'

Bingung. Hanya satu kata yang mampu mewakili perasaan Liu saat ini. Bagaimana kalau selama ini dia diikuti oleh seorang penguntit? Atau mungkin di pantai ini ada penunggunya, kemudian penunggu itu jatuh cinta pada Liu? Atau barangkali ada lelaki normal yang kebetulan lewat dan kemudian mengubah orientasi seksualnya karena Liu terlalu tampan? Hah, sama saja. Tetapi yang terakhir disebut itu sungguh tidak mungkin. Lelaki normal lewat? Lewat laut?

Letter?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang