Part I - Unexpected Meeting.

123 9 0
                                    

{ 22.30 p.m - Police Office }

Park Ji Young menghela nafas sembari menyandarkan punggung ke kursi empuk miliknya. Berhadapan dengan kertas-kertas berisi data-data korban disertai foto-foto mengerikan membuat kepalanya terasa cukup sakit malam ini. Suasana di ruangan divisi itu cukup gelap, karena nyaris semua lampu mati, kecuali lampu di meja kerja Ji Young. Gadis itu memang belum ingin pulang, karena hendak menyelidiki lebih lanjut kasus yang menjadi tugasnya dan kelompok.

17 Januari, seorang wanita dibunuh dengan tusukan di jantung.

17 Februari, seorang pria dibunuh dengan tembakan di kepala.

17 Maret, seorang pria dibunuh dengan cekikan di leher.

Selama 3 tahun, mayat demi mayat terus berjatuhan. Selalu terjadi di tanggal yang sama di setiap bulan, tanggal 17. Di setiap tempat kejadian, selalu terdapat sebuah benda berkilau--tapi bukan berlian, Ji Young tahu itu. Tidak mungkin ada pembunuh yang rela merogoh kocek begitu dalam hanya demi ciri khasnya.

Ji Young menghela nafas. Tangannya kembali sibuk membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja, mengembalikan semuanya secara urut sesuai tanggal kejadian, dan memasukannya ke dalam sebuah map biru. Ji Young mengambil tasnya, hendak kembali ke Apartemennya sebab waktu nyaris menunjukan pukul 12 malam.

Gadis berambut cokelat natural itu mematikan lampu kerjanya, kemudian berjalan meninggalkan ruangan di lantai 3 kantor kepolisian itu. Di lantai satu dan dasar, masih banyak polisi yang berjaga. Shift malam, siapa tahu ada yang membutuhkan polisi di tengah malam seperti ini.

"Kalian akan menetap disini sampai pagi?" tanya Ji Young pada sejumlah polisi muda yang sedang duduk berkumpul dalam sebuah lingkaran kecil; ditemani gelas-gelas berisi kopi hitam.

Mereka mengangguk. Ji Young pun tersenyum tipis, "Hwating!" ucapnya menyemangati.

"Terima kasih, sunbaenim(*)!"

-----------

{ Jeon Wonwoo Detective Office ; 22:40 }

"Terima kasih atas bantuanmu. Bayaranmu sudah kutransfer."

Beep.

Panggilan tersebut terhenti secara sepihak, oleh sang penelepon yang baru saja memberi kabar. Senyuman tipis terlukis di wajah Jeon Wonwoo, senang karena dompetnya yang sudah tipis akhirnya mendapat asupan lagi. Biaya kehidupan di negeri gingseng ini tidaklah murah, dan terkadang membantu satu-dua klien dalam sebulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Beruntung, akhir-akhir ini nama Jeon Wonwoo sudah naik di pasaran. Semenjak keberhasilannya mengungkap kasus seorang anak perempuan pejabat yang diculik dan ditahan selama sebulan.

Wonwoo membuka laci meja kerjanya agak keras, kemudian mencari-cari sesuatu disana. Kunci mobil. Detektif muda ini hendak pergi ke ATM terdejat guna mengambil uang--untuk membayar segala kebutuhan di esok hari.

Wonwoo berdiri, merogoh saku celana panjang hitamnya. Sesuai dugaannya, kunci mobil ia simpan disana. Walaupun pemuda yang masih kepala dua ini tipikal orang yang bersih, terkadang ia lupa letak barang-barangnya sendiri.

Sebelum keluar dari ruangan, perhatiannya sempat tertuju pada sebuah bingkai foto yang terletak di atas meja kerjanya. Ada tiga orang disana, dan salah satunya tak lain adalah Wonwoo.

Senyuman kembali muncul. Namun, Wonwoo meletakan bingkai foto itu terkelungkup ke meja. Seolah ia tidak ingin melihat foto itu lagi.

Truth.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang