Short Story

126 18 8
                                    

Gadis itu mengendap endap melewati taman kota. Lalu melewati bukit. Dan dibelakang bukit terlihat bangunan yang sudah tidak layak disebut bangunan . Lantainya yang kotor. Halamannya dipenuhi guguran daun. Gentingnya yang tak utuh.

Gadis itu masuk ke dalam bangunan yang tampak luar tidak layak tersebut. Lalu ia naik ke lantai dua menuju sebuah ruangan yang berisi kulkas, sarana untuk memasak, kamar mandi, satu kasur berukuran sedang, satu lemari besar, dan satu bingkai foto besar yang terpanjang di dinding.

Gadis itu berjalan mendekati bingkai foto tersebut dimana terlihat sosok wanita dewasa dan gadis kecil yang masih berumur sekitar 10 tahun.

"Mah .. lima tahun sudah berlalu. Tetapi aku belum terbiasa hidup tanpa mu" Air mata telah mengisi kelopak matanya dan sudah dipastikan sebentar lagi air tersebut akan jatuh kepipinya.

"Hari ini aku sudah berhasil memenuhi impian aku mah. Aku sudah membunuh mereka. Membunuh wanita penggoda itu dan membunuh pria yang dulu pernah aku anggap seorang Papah. Aku membunuh mereka memakai pisau yang sama dengan pisau yang mamah pakai untuk membelah urat nadi mamah lima tahun yang lalu... hiks... aku puas mah sekarang. Puas sudah membalaskan semuanya"

---

"Ngiung..ngiung..ngiungg.."

Suara ambulance memecah keheningan di Perumahan Airlangga Blok C.
Ada sepasang suami istri yang tergeletak tak bernyawa didalam Rumah nomor 21 pada perumahan tersebut.

Masyarakat berkumpul di depan rumah itu, bak para semut yang berebutan masuk ke sarangnya, entah apa tujuan mereka. Beberapa mobil polisi datang, dan gerombolan masyarakat itupun dibubarkan. Tidak menunggu waktu lama rumah tersebut sudah dikekelilingi garis kuning milik polisi.

Jenazah mereka langsung dibawa ke Rumah Sakit Sejahtera untuk di otopsi dan di periksa lebih lanjut.

---

Setelah hasilnya keluar ...

"Hasil otopsi sudah saya cek, dan saya putuskan ini adalah motif pembunuhan. Saya yang akan menyelidikinya"

"Apa bapak yakin untuk turun tangan secara langsung??"

"Ya!"

---

"Saya dan anjing pelacak saya sudah menemukan orang tersebut. Ia merupakan wanita. Tapi saya tidak bisa langsung menangkap jika belum ada bukti yang kuat"

"Bagaimana kah ciri fisiknya?"

"Saya tidak bisa menjelaskan fisik terutama wajahnya, karna saya baru melihat dari belakang. Saya akan menyelidikinya lagi sampai kasus ini selesai"

"Apa bapak perlu bantuan tim lainnya atau saya?"

"Tidak saya akan menyelidikinya sendiri, oh tidak, lebih tepatnya berdua"

---

Gadis itu bernama Ribka. Ribka sangat senang menghabisi waktunya diatas bukit saat matahari tenggelam. Menurutnya matahari merupakan teman bahkan sahabat sejatinya yang kapan pun dimanapun selalu berada di sampingnya. Ribka memang tidak mempunyai teman, sahabat, bahkan kekasih. Bukan karna Ribka jelek ataupun bodoh sehingga tidak ada satupun orang yang mau dekat dengannya. Ribka pintar bahkan dulu ia pernah mendapat juara umum di sekolahnya. Ia pun cantik. Tetapi ia lebih menutup diri dari orang orang semenjak meninggalnya orang yang paling dicintai Ribka, yaitu mamahnya.

Sampai pada suatu ketika ..

"Hei. Sedang apa kau disini?" Seorang pria menghampiri Ribka dan langsung duduk disampingnya.

"Apa kau tidak lihat aku sedang apa?" Jawab ribka ketus, tanpa melihat lawan bicaranya itu.

"Ya. Ya. Aku lihat kau sedang duduk diatas bukit dengan pandangan condong keatas. Dan aku tak tau apa yang sedang kau lakukan dengan posisi seperti itu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Death For LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang