Prolog

150 42 52
                                    

Naumar mencampur aduk semua bahan yang terletak di masing-masing toples berbeda. Sangat menjijikkan jika kau dapat melihatnya. Ada bola mata anjing, kaki katak, bulu angsa, dan juga air liur serigala.

Di dalam sebuah kendi berwarna hitam, Naumar mengaduknya. Disiram dengan cahaya bulan purnama yang berdiam diri di atasnya.

Ramuan aneh itu melegak. Membuat buih-buih kecoklatan terlihat di permukaannya.

Naumar meringis, aroma tak mengenakkan menyapa hidungnya yang bangir.

Lima belas menit berlalu. Naumar mematikan api yang digunakannya untuk merebus ramuan aneh tadi. Kemudian, dia mengambil sebuah cangkir tua yang terbuat dari tembaga.

Diambilnya sedikit bagian dari ramuan itu, kemudian, sambil menahan nafas, Naumar meminumnya dengan sekali teguk. Perpaduan rasa pahit dan asam dari ramuan itu, berhasil membuat Naumar mual.

Naumar adalah seorang pemuda berusia 21 tahun. Tidak, dia bukan penyihir tua seperti yang--mungkin-- kau bayangkan. Dia hanya anak muda biasa yang terobsesi dengan cinta.

Resep aneh untuk ramuan pemikat itu, Naumar dapatkan dengan cara membeli dari seorang dukun di kampung halamannya. Dukun itu terkenal manjur, dan Naumar pun mempercayai segala ucapannya.

Perjuangan Naumar untuk mendapatkan semua bahan tentu tidak mudah. Perlu usaha yang berat yang tak saja harus mengorbankan tenaga.

Naumar kini tertawa keras, menggelegar hingga membuat burung-burung yang sebelumnya menonton kegilaannya, terbang menjauh.

Naumar begitu bahagia. Akhirnya, kini dia bisa mendapatkan cinta dari gadis pujaannya.

Setelah membersihkan berbagai peralatan yang tadi ia gunakan, Naumar akhirnya merebahkan diri di atas ranjang. Sebuah senyum puas tersungging di bibir tipisnya. Ah, Naumar tak sabar menunggu besok. Begitu tak sabar untuk menantikan efek dari ramuan cinta buatannya itu.

-----

Burung-burung berkicau meriah. Matahari dengan gembira membagi-bagikan sinarnya dari atas sana.

Sinar sang surya itu menerobos masuk dari celah korden yang terbuka. Naumar mengernyit; merasa tidurnya terganggu akan hal itu.

Burung-burung jahil mengetuk-ngetuk kaca jendela kamarnya. Naumar mengerang, kemudian bangkit dengan rambut hitam acak-acakan.

"Dasar burung berisik," desis pemuda itu kesal.

Naumar segera mengambil buku kecil yang terletak di sebuah meja di samping tempat tidurnya; berniat untuk melemparkan sumber ilmu itu ke arah jendela.

Namun, bukannya jera setelah dilempar, burung-burung itu malah mematuk kaca jendela semakin kuat.

Naumar muak, kesabarannya habis sudah. Segera ia turun dari ranjangnya, berniat untuk mengusir burung-burung itu secara langsung.

"Eh?"

Tunggu, kenapa Naumar tak bisa menggapai jendela seperti biasa?

Naumar menginjit, kemudian melompat setinggi mungkin.

Kapan jendelanya berada di tempat setinggi itu?

Naumar menoleh ke sekelilingnya. Entah kenapa, perabot-perabot terlihat lebih besar dari biasa. Naumar melotot, dia segera berlari ke arah cermin. Sesampainya ia di depan benda pemantul bentuk itu, dia kemudian memekik kencang.

"AAAAAAAAAAAAA!" Cempreng sekali, hingga tetangganya pun bisa mendengarkan.

Kini, pemuda berusia 21 tahun itu terlihat menyusut. Tubuhnya berubah menjadi lebih pendek, dengan baju yang sangat longgar di tubuh kecilnya. Pipi tirusnya juga berubah gempal.

Astaga, apa yang terjadi pada Naumar?

[To be Continued]

Maaf jika terdapat berbagai kesalahan dalam menulis. Jika mungkin ada kritikan yang ingin disampaikan, silahkan kirim melalui kolom komentar. Terima kasih :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ramuan NaumarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang