Perempuan itu berusaha menikmati dentuman lagu yang bergema di setiap sisi ruangan. Musik yang sedang dimainkan sangat kencang. Kau harus berteriak untuk berbicara dengan orang di sebelahmu.
Perempuan itu menyeimbangkan dirinya, berusaha untuk tidak jatuh karena pengaruh minuman beralkohol yang barusan ia tegup. Seorang laki-laki asing membujuknya untuk menegup minuman tersebut. Aroma minuman itu sangat khas. Seperti bau mulut ayahnya.
Perempuan itu berusaha tak menghiraukan colekan laki-laki asing yang menggodanya. Tak terhitung, ada berapa tangan yang sudah menyentuh dan merabanya. Ia seperti sudah membiasakan dirinya dengan hal-hal seperti itu.
Perempuan itu berusaha tetap berada di kerumunan laki-laki hidung belang dan perempuan-perempuan berbaju minim. Ia kelihatan sama dengan perempuan lainnya; rok pendek, rambut pirang, make up tebal, dan kepalsuan.
Perempuan itu berusaha tidak menangis di tengah-tengah pesta. Maskara murah dan make up tebalnya akan luntur oleh air mata. Ia tertawa tak terkendali untuk membujuk air matanya supaya tidak jatuh.
Perempuan itu berusaha tidak jatuh karena rasa malunya. Sebenarnya, ia sendiri sudah tau, roknya terlalu pendek, dan bajunya terlalu ketat untuk tubuhnya.
Perempuan itu berusaha tak peduli dengan perasaannya sendiri. Ia tak mendengar kata hatinya.
Perempuan itu berusaha menyembunyikan dirinya sendiri. Ia merasa tidak ada sesuatu yang tersisa dari keaslian dirinya. Untuk itu, ia tak mengerti apa yang harus diterangkan.
Perempuan itu berusaha tak mengenali pandangan ayahnya, yang sedari tadi berdiri di pojok ruangan yang gelap, bertransaksi dengan laki-laki asing yang akan menjadi tamunya.
Perempuan itu berusaha untuk tak teriak. Mulutnya diam, dan tubuhnya berjingkrak mengikuti dentuman keras musik di tempat itu. Perutnya mual, tak tahan dengan aroma rokok dan alkohol dari mulut orang-orang di sekitarnya.
Perempuan itu berusaha untuk percaya akan ada seorang pangeran yang berbaik hati menculiknya dari tempat itu, dan juga dari ayahnya. Ia tak peduli bagaimana sosok pangeran tersebut. Pangeran kodok pun tak apa. Yang terpenting, pangeran itu bisa membawanya kabur, jauh-jauh dari tempat tersebut, dan juga dari ayahnya.
Namun perempuan itu tak berusaha untuk melepaskan diri dari kehidupan malangnya. Perempuan itu tak berusaha mendengarkan hatinya. Perempuan itu tak berusaha kabur dari tempat tersebut. Perempuan itu tak berusaha menolak para tamunya. Perempuan itu tak berusaha memakai pakaian yang lebih sopan. Perempuan itu tak berusaha meminta tolong temannya yang berhati baik. Perempuan itu tak berusaha menolak minuman dari laki-laki asing. Perempuan itu tak berusaha berkata tidak pada ayahnya. Perempuan itu tak berusaha melepas sepatu hak tingginya, dan berlari keluar ke jalanan. Perempuan itu tak berusaha berlari.
Karena banyak yang bilang perempuan itu jiwanya kosong, hampa, tak hidup, akibat angan-angan panjangnya yang berkepanjangan. Pangeran dalam mimpinya itu tak akan datang. Perempuan itu tak realistis. Bagaimana ia bisa keluar dari kehidupan malangnya, sementara ia tak pernah berusaha untuk berlari?
Entah bagaimana nasib perempuan itu beberapa tahun ke depan. Semoga harapannya terwujud, semoga pangeran itu benar-benar ada.
Tapi diam-diam, aku pernah melihat sujud panjangnya pada sepertiga malam terakhir dalam mushalla kecil disamping rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Malam
Short StoryPerempuan itu berusaha menikmati dentuman lagu yang bergema di setiap sisi ruangan. Perempuan itu berusaha tidak menangis di tengah-tengah pesta. Perempuan itu berusaha tidak jatuh karena rasa malunya. [One shot fiction] Desember 31 2015