# Her Happiness #
Perempuan itu terduduk di kursi di tepi jalan besar. Berbalut gaun putih dengan motif bunga sakura hasil pinjaman dari kakak tertuanya, ia tertunduk sambil memegang lutut yang gemetar akibat hembusan angin malam. Gaun selutut itu tak mampu membuatnya tetap hangat.
Sahutan klakson kendaraan jadi nyanyian malam itu. Menemani dirinya yang sejak tiga jam lalu terus menunggu. Lelah? Tanyakan sendiri padanya. Dia akan menjawab, 'Entah.' Ia sendiri bahkan tidak tahu alasan kuat yang mendorongnya tetap bertahan.
Semua sedih itu sulit ia rasa, tanpa tahu kenapa. Ia menghembuskan nafas pasrah. Uap putih muncul dari mulutnya, menjadi bukti betapa dingin udara di sana. Padahal ini pinggiran Ibu Kota. Adalah hal langka jika tetangga Sang Metropolitan menjadi sedingin pegunungan. Mungkin pertanda hujan, pikirnya.
Kelima belas kalinya ia melirik jam yang melilit pergelangan tangan. Pukul sembilan malam. Ia masih setia menunggu. Kali ini dibarengi kegiatan memutar memori lama. Bertahun-tahun, penantian itu tidak sia-sia. Tepat tiga bulan lalu, ia mendapatkan apa yang diinginkan.
Sejak saat itu, ia bahagia—sangat bahagia. Kebahagiaan itu telah membaur, menyatu menjadi satu. Berdesir dalam aliran darahnya, berdegup dalam ruang jantungnya, sejak tiga bulan lalu. Sang Pujaan membuat sedih itu sulit ia rasa. Sebut saja ia buta. Buta karena perasaannya.
Derumah motor berhenti di hadapannya. Lalu, ia mendongak, senyumnya merekah, matanya berbinar. Melihat apa yang ditunggu akhirnya datang. Kakinya melangkah ringan, mendekatkan diri pada Sang Pujaan tanpa banyak berkata.
"Sorry, tadi aku ada sedikit urusan," ucap yang ditunggu, belum turun dari motornya. Laki-laki itu tidak berbohong dan perempuan itu tahu semuanya. Tahu maksud dari 'urusan' yang diucapkan laki-laki di hadapannya. Itu berarti ia tahu dirinya hanya satu dari sekian perempuan yang menunggu. Ia tahu Sang Pujaan punya lebih dari satu.
Sedih? Bisa dibilang tidak. Bukannya tidak merasa. Ia hanya terlalu bahagia karena mendapatkan lelaki pujaannya.
END
Sabtu, 28 November 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Happiness
Short StorySedih itu tidak bisa ia rasa. Copyright © 2015 by lil-galilei