2. Heartbreak

4.1K 311 9
                                    

Author's Pov

Plakk

"Mama!!" Pekik Digo.

Tangan Resa mendarat sempurna di pipi kanan Sisi. Dia menampar Sisi cukup kencang setelah Sisi menceritakan semua kejadian yang menimpa anak laki-lakinya.

Saat di taman tadi ada seseorang yang tiba-tiba menusuk perut Digo setelah sebelumnya mendorong tubuh Sisi sampai kepalanya terbentur bagian atas mobil dan mengeluarkan darah di pelipisnya.

Kejadiaannya begitu cepat sehingga Digo tidak sempat menghindar. Digo sempat ingin mengejar pelakunya tapi Sisi cepat menahan lengan Digo karena melihat kaos putih yang dipakai Digo sudah berubah menjadi merah di bagian perutnya. Karena marah dan emosi melihat Sisi terluka, Digo sampai lupa dan tidak merasakan jika dia pun terluka bahkan lukanya lebih parah dari Sisi.

Sisi curiga jika yang melakukannya adalah suaminya, Davin. Dilihat dari jaket dan sepatu yang dipakainya, Sisi sangat hafal betul.

Sisi membantu Digo masuk ke dalam mobil dan langsung membawanya ke Rumah Sakit. Dalam mobil, Digo baru merasakan sakit yang luar biasa di perutnya tapi dia berusaha menahannya supaya tidak sampai pingsan. Sementara Sisi fokus menyetir mobilnya dengan perasaan panik, cemas dan takut melihat keadaan Digo. Ia pun menahan rasa sakit dan perih di pelipisnya.

Setelah mereka mendapatkan penanganan langsung di Rumah Sakit dan Digo dipindahkan dari IGD ke ruang perawatan, Sisi langsung menelepon Resa untuk memberitahu keadaan Digo.

Dan disinilah mereka sekarang, Mama dan Papa Digo serta Vita adik Digo dan juga Sisi. Berada di kamar rawat Digo dengan suasana tegang dan terasa panas, padahal di kamar ini memiliki fasilitas AC. Resa menyalahkan Sisi atas kejadian yang menimpa anak laki-lakinya.

"Belum puas kamu melukai hati anak saya?!! Hah?! Dan sekarang kamu melukai fisiknya!!" Resa berteriak tepat di depan muka Sisi.

Digo yang melihat Mamanya membentak Sisi hanya bisa diam lemah tak berdaya di atas kasur. Ingin rasanya dia loncat dari atas tempat tidur untuk memeluk wanita yang dicintainya, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak, ditambah lagi jahitan di perutnya yang memaksa dirinya tidak boleh bergerak.

Sisi tampak ketakutan, tubuhnya gemetar dan kepalanya menunduk. Namun ia tidak menangis meskipun matanya terasa memanas. Sisi berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia seakan sudah lelah menangis.

Resa memang tahu kalau Digo mencintai Sisi dan saat itu Digo sendiri yang meminta Mamanya untuk tidak mengatakan keberadaannya pada Sisi. Mata Resa memerah dan bahunya bergerak naik turun menandakan kemarahan.

"Maafin Sisi, Ma ..." suara Sisi terdengar bergetar.

"Jangan panggil saya Mama! Saya bukan Mama kamu!!"

Lagi-lagi Resa membentak Sisi. Bahkan Resa melarang Sisi untuk memanggilnya dengan sebutan Mama, padahal sebutan itu sudah lama Sisi pakai sejak awal persahabatannya dengan Digo karena Resa sudah menganggap Sisi seperti anaknya sendiri begitupun sebaliknya.

"Cukup, Ma!" Pekik Digo tertahan. Berteriak sedikit saja membuat perutnya terasa ngilu karena otot perutnya yang menegang.

"Udah, Ma, jangan kasar sama Sisi. Ini bukan salah Sisi." Leo, Papa Digo, mencoba menenangkan sambil mengusap-usap bahu istrinya, membuat Resa menoleh ke arah suaminya yang berada di belakangnya.

"Tapi gara-gara dia kita jadi jauh dengan Digo selama bertahun-tahun, Pa! Dan kalau bukan karena bertemu perempuan ini, sekarang Digo tidak akan kenapa-kenapa, Pa!"

"Digo pergi karena keinginannya. Tapi sekarang Digo sudah kembali kesini bukan?" ucap Papa Leo.

"Iya, tapi Digo pergi karena sakit hati sama dia!" Tunjuk Resa pada Sisi yang masih diam mematung dan tertunduk.

Love is You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang