Aku membenahi letak kacamata tebal dihidungku, seraya medekap modul-modul pembelajaran erat didepan dadaku. Aku masih menunggu seorang gadis—yang sekaligus sahabatku. Aku duduk di bangku dekat pintu gerbang sekolah, tempat biasa aku menunggunya. Kami memang selalu pulang bersama. Rumah kami tidak begitu jauh, hanya selisih 3 rumah di depanku—rumahku terletak tepat di tikungan jalan, dan aku bisa melihat rumahnya yang tepat berada di rumah ketiga dari rumah seberang jalan. Aku mendengus jengah. Lama sekali dia. Aku iseng membuka notebook kecil sambil bersenandung dan menulis beberapa kata didalamnya. Ini adalah salah satu hobiku; membuat lagu. Sebagian besar lagu yang kutulis aku dedikasikan untuk seseorang.
"I got your name tattooed in a narrow heart.." aku menyanyikan sebait lirik yang aku tulis lantas mengedarkan pandanganku ke arah pintu masuk sekolah. Kulihat seorang gadis tengah tertunduk lesu dan berjalan lunglai. Tidak salah lagi, itu pasti dia. Aku segera bangkit dari duduk ku sembari berlari kecil menghampirinya.
"Caitlin!" dia terdiam di tempatnya. Aku lihat dia menghela napas sebentar sembari membenahi beberapa anak rambut yang terurai di sisi kiri pipinya, lantas menengadahkan kepalanya, menatap ke arahku ketika aku sampai tepat dihadapannya.
"Maafkan aku, Justy. Aku sudah membuatmu menunggu terlalu lama" dia berkata dengan nada yang dibuat-buat dan bibirnya dikerucutkan ke depan. Aku hanya terkekeh.
"Tidak apa. Lagipula, setiap hari kau selalu terlambat. Dan aku selalu menunggumu" aku melipat kedua tanganku ke depan dada, berpura-pura aku kesal dengannya.
"Ayolah, Justy. Maafkan aku, ya?" aku memutar bola mataku jengah—hanya bercanda. Lantas menarik sebuah senyum simpul.
"Baiklah, kau memang tidak bisa membuatku marah. Ayo"
Baru saja aku akan membawanya ke tempat dimana aku memarkirkan motorku, terdengar suara teriakan lantang dari arah belakang.
"Caitlin! Hei, kau!" aku menoleh. Gee, lelaki itu. Aku merasakan genggaman tangan Caitlin semakin erat di sela-sela jari kiriku, seakan memerintahku agar mempercepat langkahku. Aku menoleh ke Caitlin, menggelengkan kepala pertanda bahwa aku tidak setuju dengan ajakannya.
"Kalian kenapa?"
Belum sempat Caitlin menjawab, lelaki yang meneriakkan nama Caitlin menarik sebelah tangannya dengan kasar.
"Lepaskan dia, Cal. Jangan bertindak kasar terhadap wanita!"
Calum hanya terkekeh sembari menyunggingkan senyum sinis. "Siapa kau, Bieber? Dia kekasihku, jadi aku berhak melakukan apapun terhadapnya. Seperti ini, contohnya" dia menampar pipi Caitlin. Sial! Calum hanya tertawa, sementara Caitlin memegang pipi kirinya yang aku yakin itu sangat sakit. Aku merasakan tubuhku mengejang, tidak terima sahabatku diperlakukan seperti itu.
"Itu sebagai balasan karena dia tidak mau pulang denganku—" lalu dia menampar sebelah pipi Caitlin yang lain "—dan yang ini karena dia mengacaukan malamku dengan Nindy tadi malam"
"Beraninya kau—" aku langsung merangsek ke arahnya, menarik kerah kemejanya dan melayangkan satu bogeman mentah ke tulang pipi kirinya. Dia langsung jatuh tersungkur. Aku baru akan melayangkan pukulanku yang lain ketika suara Caitlin mengintrupsiku.
"Stop it, Justin. Aku mohon. Bagaimanapun dia kekasihku. Aku mohon jangan sakiti dia" Calum tertawa mengejek mendengar pembelaan Caitlin terhadapnya. Aku menggeram kasar, lantas berdiri dari tubuh Calum dan menggandeng tangan Caitlin. Selama perjalanan pulang kami tidak berbicara apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Girl (Repost)
FanficCerita ini sudah pernah di publish di akun facebook bernama Fanfiction Jaitlin, dan di repost di sini untuk mengisi kekosongan aktifitas akun ini -_- Tidak ada unsur plagiarisme, karena pemilik akun ini merupakan penulis asli cerita tersebut, alias...