Namaku natasya, aku pernah mencintai seseorang dengan tulus. Tapi, semua ketulusan cintaku padanya berakhir sia-sia.
“Natasya, jangan sedih terus dong. Senyuum.” kata sahabatku dewi sambil mencari tisu di meja rias kamarku
“gue gak bisa dew, gue ga terima dia ninggalin gue, pergi gitu aja tanpa pamit.”
Arya adalah seorang cowok yang sangat aku sayangi, dia pergi meninggalkanku tanpa alasan. Akupun baru tau kepergiannya setelah sehari dia pergi. Dia juga tak pernah mengabariku kenapa ia pergi. Yang ku tau, Arya harus meninggalkan sekolah lamanya bersamaku karna dia di tuntut kedua orang tuanya untuk tinggal di pesantren , tepatnya di daerah lampung. Akupun terpukul mendengarnya.
“sya, lo gak bisa terus-terusan mikirin arya kaya gini. Dia itu gamau bilang kepergiannya karna dia gamau liat lo sedih. Coba kalo dia tau lo sedih kaya gini. Gimana sya.”
“tapi gue kecewa banget wi, lo ga ngerti perasaan gue.”
Sehari sebelum arya pergi, teman-teman sekelasku sebenarnya sudah tau akan kabar bahwa arya akan pindah dari sekolah. Tapi arya melarang mereka semua untuk memberitahuku dan merahasiakan semuanya. Ini juga karena arya gak ingin buat aku bersedih. Tapi justru malah sebaliknya .***
Seminggupun berlalu, aku masih belum bisa menerima semua ini. Disekolah rasanya sepi tak ada arya di sisiku yang biasanya setiap hari menyapaku, tertawa bersama. Arya juga tak pernah mengabariku dia menghilang begitu saja. Sampai sekarang aku belum bisa memaafkannya sebelum aku tau alasannya mengapa dia tak memberitahuku tentang kepergian dan kepindahannya ke lampung. Aku mencoba melupakannya tapi aku tak bisa, perasaan ini menyiksaku. Semakin aku mencoba melupakannya, semakin aku tak bisa menghapus kenangan Arya dari hatiku.
“sya, maafin gue ya gue gak bilang sama lo . sebenernya gue udah tau Arya mau pindah dari sekolah, tapi Arya ngelarang gue buat bilang sama lo, katanya dia gak mau buat lo sedih. Lo pasti bisa dapetin yang lebih dari dia. Itu pesan arya buat lo.” Kata eza sahabatnya arya.
Saat eza bilang semua itu kepadaku entah mengapa, hatiku gak bisa menerimanya. Aku menyayangi arya, hanya arya yang selalu ada di hatiku, dan dia yang terbaik untukku. Itu menurutku.
“lo jahat za, kenapa lo gak bilang sama gue dan harusnya lo tuh ngerti.”
“iya, maafin gue sya. Gue salah, tapi mau gimana lagi arya udah pergi dan asal lo tau sya. Dia sayang banget sama lo. Dia sebenernya gamau pindah, tapi karna desakan orang tuanya dia pindah ke pesantren.”
“ gue kecewa za sama dia. Kenapa dia gak bilang dari awal?”kataku lemas
Aku meninggalkan eza yang masih diam membisu diambang pintu kelasku. Aku gak mau mendengar semuanya lagi. Aku udah cukup kecewa dengan semua ini. andaikan waktu bisa berhenti berputar untuk saat ini, aku ingin kembali dan melihat arya untuk terakhir kali.***
Pagi hari di kelas,
Seiring berjalannya waktu meskipun arya tak pernah mengabariku, dan mungkin dia sudah lupa denganku. Yaa, begitupun aku masih terus mencoba melupakannya. Hari-demi hari kujalani semuanya seperti normal dulu sebelum arya pindah dari sekolah ini. Aku hanya bisa mencoba untuk ikhlas dengan yang ku jalani sekarang. Andaikan ini semua mimpi, aku tak mau ini semua akan terjadi. Tetapi apa daya semuanya bukan mimpi, ini nyata.
“sya...” panggil seseorang dari tempat duduk belakang dan ternyata itu eza , dia berjalan menghampiriku
“apaan za?’’ kataku
“sya, kemaren arya chat gue nanyain lo.”
“terus?”
“kok terus?”
“iyaa, terus kenapa? Apa urusannya sama gue?”
“adalah ”
“apaan?” tanyaku sinis
“dia masi nungguin lo.”
“oh.” Jawabku singkat
“dih ngeselin nih anak, emang lo gamau tau kabarnya dia?”
“ah gatau gue, gue bingung sama dia , dia bilang sayang sama gue tapi apaan ninggalin gue gitu aja dan udah seminggu lebih gue gatau kabarnya.”
“yaa lo tanya lah kabarnya gimana?”
“ngapain ah za, gue cewek gengsi kali nanya ke cowo duluan.” Kataku agak jengkel
“gue bingung ama lo berdua, lo sama arya sama-sama sayang, tapi gak ada yang mau mulai duluan. Gimana kalian mau jadian kalo sama-sama gengsi. Cinta, tapi munafik. ”
“harusnya dialah, minta maaf enggak , kabarin gue juga enggak. Kalo gue disuruh milih untuk kenal sama dia atau gak, gue akan lebih milih enggak dari pada gue harus sakit hati kaya gini akhirnya...gue malah kecewa banget.”
“yaaa, kemaren dia nanyain kabar lo, ya gue jawab lo sedih banget dia pindah.”
“lo jujur amat si za, aaaah tau deh.”