Prolog

10.7K 215 9
                                    

Perempuan itu bernama Laluna, dan saat ini ia sedang bahagia.

Susah payah ia menahan diri agar tidak selalu tersenyum, supaya tidak dicap gila oleh pengunjung kafe yang lain. Beberapa menit sekali, benik matanya melayang ke arah pintu masuk, terutama ketika denting lonceng di atas pintu berbunyi pertanda ada orang yang hendak masuk ke kafe tersebut. Di sela-sela itu, ia acap mematut pantulan wajahnya di kaca jendela yang berada di samping kirinya.

Sudah sempurnakah penampilannya? Apakah rambutnya masih sebagus satu jam lalu saat ia baru keluar dari salon? Apakah lipstiknya masih nyata setelah beberapa kali tegukan cokelat panas yang ia pesan? Belum lagi jantungnya yang berdebar kencang, memompa darah ke pipinya, dan berhasil menciptakan semburat merah di wajah perempuan itu.

Laluna menggelengkan kepala, kesal sendiri pada dirinya yang berlagak seperti remaja yang sedang dimabuk cinta. Ia berdeham,menegakkan punggungnya, berusaha menciptakan kesan bersahaja di antara degup jantungnya yang menderu.

Bel di atas pintu berdenting untuk ke sekian kalinya. Serta-merta sebuah senyum lebar merekah di bibir Laluna begitu melihat sosok yang baru saja muncul. Ia melambaikan tangan, sosok itu balas melambai, lalu berjalan dengan mantap ke meja tempat Laluna duduk.

Sekadar menunggu orang ini saja bisa membuat hati Laluna melayang ringan bak kapas, apalagi melihat lelaki tersebut berdiri tepat di hadapannya.

Apabila mencintai seseorang sebegini bahagianya, maka biarkanlah saya jatuh cinta selamanya, bisik hati Laluna.

***

Haaaiii, setelah puluhan purnama, akhirnya saya muncul lagi, kali ini membawa major edit hampir di seluruh chapter. So, plis baca lagi dari Prolog yaaahh...

Adam dan LalunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang