Bab 5: Kehilangan

3.6K 147 9
                                    

Barangkali ada alasannya mengapa cinta anak ABG disebut cinta monyet. Mereka seratus persen tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Seperti halnya Laluna dan Adam. Percakapan terakhir mereka adalah saat Laluna mengembalikan jaket Adam. Setelahnya? Tak lebih dari saling pandang dari jauh, diam-diam saling melempar senyum, kemudian berpaling saking groginya. Tetapi bagi Laluna, semua itu cukup. Apa yang ia alamai cukup membuat hatinya berdebar kencang dan senyumnya cemerlang.

+++

Hari demi hari berlalu tanpa ada insiden berarti dari kubu Laluna maupun Adam. Barangkali mereka tengah disibukkan oleh urusan ujian kenaikan kelas sehingga perihal hati tak lagi menjadi prioritas. Akan tetapi, di hari terakhir ujian, jantung Laluna kembali dibuat jumpalitan saat ia melihat Adam berdiri tepat di tempat Laluna biasa turun dari angkot, seolah-olah sedang menunggu seseorang. Mata Adam tak pernah absen menelusuri setiap angkot yang berhenti dan orang-orang yang keluar dari angkutan umum warna merah tersebut.

"Na!" panggil Adam begitu ia mendapati wajah Laluna di antara para murid SMP yang juga saat itu sedang turun dari angkot.

Laluna melambaikan tangan, setengah berlari ia menghampiri Adam.

"Pagi, Dam," sapa Laluna dengan wajah berseri-seri. "Kamu ngapain di sini?" tanya Laluna.

"Nungguin kamu." Singkat. Padat. Dan berhasil membuat Laluna tersenyum makin lebar. "Mau jalan bareng ke sekolah?" ajak Adam sambil mengedikkan kepalanya ke arah sekolah mereka. Teman sekolah mereka yang kebetulan ada di sana memandangi mereka sambil berbisik-bisik, beberapa bahkan bersuit-suit, tetapi Laluna tidak peduli. Ia menangguk, menerima ajakan Adam.

"Hari ini hari terakhir ujian yah?" ucap Adam sambil melangkah. Laluna berjalan di samping kanan Adam.

"Iya." Lagi-lagi Laluna bingung hendak berkomentar apa. Giliran sudah berduaan begini, ia malah gugup.

"Gimana hasil ujianmu kira-kira?" tanya Adam sambil memandang ke depan. Agaknya ia pun sama, terlalu malu untuk langsung bersitatap dengan lawan bicara.

"Nggak tahu. Semoga saja bagus," Laluna menyilangkan jari telunjuk dan manisnya sambil nyengir.

"Eeeeer, Na?" panggil Adam hati-hati.

Laluna menyadari Adam menghentikan langkahnya hanya beberapa meter dari gerbang sekolah.

Gadis itu pun turut berhenti, "Ada apa, Dam?" tanyanya.

"Nanti... Selesai ujian, mo-plang-reng-ku, ga?"

"Apa?" Laluna mengernyitkan keningnya. Ia sama sekali tidak memahami maksud Adam.

Adam menarik nafas, berusaha mengumpulkan keberanian sebelum bertanya kembali, "Hari ini, selesai ujian, mau pulang bareng aku nggak?"

Kali ini Laluna mendengar dengan jelas pertanyaan Adam. Jantungnya bergemuruh, kupu-kupu di perutnya menari-nari girang. Laluna bahkan tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun, ia hanya bisa mengangguk.

"Iya? Mau?" Adam memastikan.

"M-mau," jawab Laluna akhirnya.

Senyum yang muncul di wajah Adam kemudian adalah senyum paling indah yang pernah Laluna lihat.

+++

Laluna mengecek kembali lembar jawaban yang ada di hadapannya. Lima belas menit sebelum bel tanda pelajaran berakhir berbunyi, Laluna telah menyelesaikan ujiannya. Bebannya lepas sudah, ia tinggal menunggu hasil ujian dan kenaikan kelas. Sekarang yang ditunggu-tunggunya adalah ajakan Adam untuk pulang bersama.

Lima belas menit lagi, aku akan pulang bareng Adam, pikir Laluna sambil senyum-senyum sendiri.

Ia memandang ke halaman sekolah melalui kaca jendela kelas yang ada di sampingnya, sambil menyusun apa yang sebaiknya ia katakan nanti, atau tanyakan. Hobinya apa, anak keberapa ia, makanan kesukaannya.

Tiba-tiba sesuatu menarik perhatian Laluna. Pak Tio, sang kepala sekolah, berjalan terburu-buru ke sebuah kelas, diikuti oleh seorang laki-laki yang tidak pernah dilihat oleh Laluna sebelumnya. Wajah mereka berdua terlihat sangat muram.

Laluna harus menjulurkan lehernya untuk bisa melihat ke kelas mana rombongan itu menuju. 1-2. Seketika itu juga, rasa cemas menjalari punggung Laluna. Kelas Adam. Semoga bukan Adam. Semoga bukan Adam. Semoga bukan Adam. Semoga bukan A-

ADAM!

Laluna terkesiap. Adam terlihat keluar dari kelasnya dan langsung dihampiri oleh Pak Tio. Dengan hati gelisah, Laluna melihat Adam memeluk laki-laki yang datang bersama kepala sekolahnya itu. Adam masuk kembali ke dalam kelasnya selama beberapa menit, lalu keluar lagi, kali ini lengkap dengan tasnya. Mereka berjalan beriringan, satu wajah sedih bertambah di rombongan itu. Wajah sedih Adam.

Ketika mereka melewati kelas Laluna, Adam mendongakkan kepalanya, dan langsung bersirobok dengan tatapan penuh tanda tanya milik Laluna. Adam memberi sebuah anggukkan kecil, sebelum memalingkan wajah. Laluna balas mengangguk, walaupun hatinya diliputi kebingungan.

Di kejauhan, bel tanda ujian berakhir pun berbunyi.

+++

"Gue nggak tahu, Lun. Tiba-tiba aja dia dijemput, terus cabut deh. Nggak ngomong apa-apa juga ke gue," jelas Fariz ketika Laluna menghampirinya setelah bubaran sekolah.

"Tapi dia nggak kenapa-napa, kan?" tuntut Laluna.

"Nggak ngerti deh gue. Tapi kalau dilihat dari ekspresinya sih, dia kenapa-napa," Fariz terdiam sebentar, ia memperhatikan raut gusar di wajah Laluna sebelum melanjutkan, "Semoga Adam baik-baik aja, nanti kalau ada kabar dari dia, gue pasti kasih tau elo."

"Thanks, Riz," Laluna mengangguk.

"Gue... boleh pulang duluan, Lun?" Fariz bertanya hati-hati.

"Oh, iya, sori ngerepotin," jawab Laluna.

"Nggak kok. Semoga segera dapet kabar dari Adam ya," ujarnya menenangkan sebelum membalikkan badan dan meninggalkan Laluna sendirian.

Ah, nanti kalau sudah semester baru, aku bisa bertanya pada Adam langsung, pikir Laluna menenangkan diri.

+++

Tetapi Adam tidak pernah muncul. Ia tidak datang ketika upacara kelulusan kelas, ia juga tidak hadir di hari pertama kelas dua. Adam seolah menghilang ditelan bumi. Ada yang bilang, ia pindah ke Surabaya, ada yang bilang ia ikut pamannya ke Eropa. Tapi tak ada yang yakin akan kebenaran isu-isu tersebut.

Satu hal yang pasti: Adam tak akan pernah kembali ke sekolah ini lagi. Sehingga ketika tiba saatnya bagi Laluna untuk berganti seragam dari putih-biru tua ke putih abu-abu, Laluna bertekad untuk melupakan Adam dan meninggalkan segala kenangan tentang cowok itu di SMP.

***

Comment and vote please guys.

Adam dan LalunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang