Blind

15.8K 801 79
                                    

"Dini!" Sebuah tepukan di pundak mengejutkan seorang perempuan yang sedari tadi duduk sendiri di coffee shop.

"Rara ...," gumam perempuan yang bernama Dini itu.

Rara langsung duduk di hadapan Dini sambil menatap bingung pada sahabatnya itu.

"Kamu habis melamun ya? Mikirin apa sih??" Tanya Rara.

Dini menghela napasnya. Hatinya saat ini sedang galau dan resah. Apakah ia harus bercerita pada sahabatnya ini? Atau ... Lebih baik ia memendamnya sendiri?

"Dini! Hei ... Melamun lagi sih? Kamu kenapa?" Tanya Rara.

"Rinto ... Rinto mengajakku dinner di restaurant besok ...," ucap Dini yang terlihat seperti ingin menangis.

"Terus?" Tanya Rara yang masih belum menangkap masalah dari ucapan sahabatnya itu.

"Dia mengajakku ke restaurant, Ra ... Restaurant! Kamu tahu kan apa artinya???" Dini menatap Rara seolah-olah menegaskan bahwa hal tersebut merupakan sebuah masalah.

Rara terdiam sejenak. Ia lalu menghela napasnya setelah menangkap maksud dari sahabatnya itu.

Jika perempuan lain merasa senang saat diajak oleh kekasihnya ke restaurant mewah, hal itu tidak berlaku bagi Dini. Ia sangat trauma jika kekasihnya mengajak ia makan di restaurant mewah. Kenapa? Karena udah 3 kali Dini diajak ke Restaurant oleh kekasihnya dahulu dan berakhir dengan putusnya hubungan mereka. Dini sendiri bingung, kenapa mantan-mantannya harus mengajaknya makan mewah sebelum memutuskan hubungan mereka. Kini pergi ke restaurant seolah menjadi trauma tersendiri bagi perempuan berumur 26 tahun itu.

"Din, Rinto hanya mengajakmu dinner. Lagipula belum tentu dia akan memutuskan hubungan kalian disana bukan??" Ucap Rara mencoba menasihati sahabatnya itu.

"Gak, Ra! Aku yakin kalau ini pertanda hubungan kami akan berakhir sampai di sini. Tidak biasanya dia mengajakku ke restaurant. Bahkan ia tahu tentang traumaku itu. Pasti dia memang berencana memutuskan hubungan kami ini ...." Dini menatap Rara seolah meminta solusi.

"Memangnya selama ini kalian gak pernah ke restaurant??" Tanya Rara bingung. Bagaimana mungkin pasangan tersebut tidak pernah masuk ke restaurant?? Selama ini Rara kira Dini sudah melupakan rasa traumanya itu.

"Gak ... Kami biasanya makan di rumah makan pinggir jalan atau aku masak. Dia mengerti saat aku menceritakan traumaku itu. Gimana dong, Ra?? Aku gak mau hubungan kami berakhir ...." Dini terlihat ingin menangis. Bagaiamana tidak, ia sangat mencintai Rinto. Bahkan hubungan mereka kini sudah berjalan 1 tahun lebih.

"Din, bisa saja kan kalau Rinto memang ingin mengajakmu dinner. Dia tidak mungkin memutuskan hubungan kalian." Ucap Rara.

"Gak mungkin, Ra! Perasaanku gak enak. Aku yakin dia pasti ingin memutuskan hubungan kami. Bahkan berkali-kali aku memohon padanya untuk membatalkan rencana itu, tapi ia tetap bersikeras. Apa yang harus kulakukan, Ra?? Aku gak bisa ... Aku gak mau putus sama Rinto. Aku mencintainya. Bahkan lebih dari saat aku mencintai mantan-mantanku yang dulu."

Rara bingung apa yang harus ia katakan. Kalian tidak akan menganggap reaksi Dini berlebihan jika kalian berada di posisinya. Siapa yang tidak merasa trauma jika mengalami hal yang sama sebanyak 3 kali. Dini yang awalnya bahagia akan dinner romantis dengan kekasihnya, harus merasakan jatuh dengan keras saat di akhir dinner tersebut kekasihnya mengakhiri hubungan mereka. Kecewa, marah, kesal, sedih, sakit, semua rasa itu berkumpul menjadi satu, namun semuanya tersebut lebih ditujukan pada dirinya sendiri yang terlalu bodoh karena merasa bahagia di awal. Sungguh bodoh karena merasa malam itu akan menjadi malam paling romantis dan tidak terlupakan. Sungguh memalukan mengingat bagaimana ia sudah berdandan sangat cantik untuk dinner mereka malam itu.

Blind (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang